Prosumut
Pemerintahan

Soal RUU Omnibus Law, Ini Kata Meutya Hafid ke Wartawan di Medan

PROSUMUT – Ketua Komisi I DPR-RI Meutya Hafid mengatakan ada revisi beberapa pasal di RUU Omnibus Law Cipta Kerja terkait pers, hal itu lebih pada penguatan, bukan untuk melemahkan.

Hal ini disampaikannya dalam diskusi dengan komunitas Pers Sumatera Utara (Sumut) dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait Omnibus Law Cipta Kerja yang bersentuhan dengan Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers yang digelar di lantai 2 gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumut Jalan Adinegoro No.4 Medan, kemarin.

Menurut Meutya Hafid pihaknya dari Fraksi Golkar DPR-RI seoptimal mungkin mengawal kemerdekaan pers sebagaimana tertuang dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Adapun revisi beberapa pasal di RUU Omnibus Law Cipta Kerja terkait pers, hal itu lebih pada penguatan, bukan untuk melemahkan,” kata Meutya Hafid, Anggota DPR-RI dari daerah pemilihan Sumut I.

Meutya mencontohkan revisi Pasal 18 ayat 1 UU Pers yang menaikkan besaran sanksi pelanggaran dari Rp 500 juta berubah menjadi Rp 2 miliar.

“Perubahan ini jangan dilihat dari besarannya tapi dari semangat agar tidak melakukan pelanggaran. Toh kalau pun ada kasus pelanggaran lebih kepada mengutamakan mediasi sebagaimana yang telah dilakukan Dewan Pers selama ini,” papar Meutya.

Sementara itu, Ketua PWI Sumut H.Hermansjah dalam kesempatan itu mempertanyakan sikap pemerintah yang memberlakukan Omnibus Law Cipta Kerja terhadap Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sebab ada pasal dalam RUU Omnibus Law yang secara eksplisit memberi peluang pemerintah mengubah UU dengan cukup menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP).

Pasal yang dinilai akan merenggut kebebasan pers diantaranya Pasal 87 yang merevisi Pasal 11 dan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal tersebut mengatur terkait sanksi administratif bagi pers yang ketentuannya bakal diatur melalui Peraturan Pemerintah.

“Dalam sistem hukum kita tidak dapat mensejajarkan PP dengan UU yang derajatnya lebih tinggi,” ujar Hermansjah seraya menyebut PP adalah peraturan teknis/operasional untuk melaksanakan UU.

Selain itu di dalam Pasal 11 soal penambahan modal asing. Menurut Hermansjah dia tidak melihat ada urgensinya karena modal asing bisa masuk ke dalam pasar modal, diubah dimasukkan dalam klausal pemerintah pusat dan ini memunculkan pertanyaan.

RUU Omnibus Law dikhawatirkannya akan mengancam kebebasan pers dimana selama ini regulasi di bidang pers diatur dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers.

Atas dasar itulah sebelumnya terjadi penolakan dari berbagai organisasi pers terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dan mendesak pemerintah untuk menarik RUU tersebut.

Sebelumnya Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Perekonomian RI, I Ketut Hadi Priatna SH LL.M menjelaskan, Pengajuan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR-RI yang merevisi beberapa pasal dari 79 UU lebih kepada upaya memacu perekonomian Indonesia agar tidak tertinggal dari negara lain seperti Vietnam dan negara-negara Indochina lainnya.

Dijelaskan I Ketut Hadi Priatna, semangat pengajuan RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah untuk mengantarkan Indonesia maju dari sisi ekonomi. Untuk mendukung investasi, katanya, ke depan formula pengurusan perizinan usaha seluruhnya melalui internet atau robot komputer.

“Tidak ada lagi pertemuan tatap muka yang menjurus adanya pungutan liar,” pungkas Ketut. (*)

Konten Terkait

Pemilihan Ketua Korpri Digelar

Ridwan Syamsuri

Dorong Pengembangan Pariwisata Danau Toba Lewat Wisata Edukasi

Editor prosumut.com

Soal Wawako Medan Tak Netral, Bawaslu: Kami Tunggu Bikin Laporan!

Ridwan Syamsuri

Pemko Tebingtinggi Buka Layanan Pengaduan Penyaluran Bansos

admin2@prosumut

Fokus RPJMD, Pemkab Langkat Sosialisasi Permendagri

Editor prosumut.com

Akhyar Nasution di Sekolah Al Amjad, Siswa Harus Bisa Berkompetisi dan Lantang Kejar Cita-cita

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara