PROSUMUT – Pemuda dari KNPI, KSPSI AGN dan FSP KEP SPSI AGN menggelar aksi unjuk rasa ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun, Rabu 31 Juli 2024.
Mereka menuntut perusahaan memberikan prioritas bagi pekerja lokal dengan kuota maksimal 70 persen, serta menampilkan kearifan budaya lokal Simalungun pada ornamen di kawasan tersebut.
Dalam orasinya, Ketua KSPSI AGN Simalungun, Juni P Saragih mengatakan bahwa selama ini kehadiran KEK Sei Mangkei sebagai proyek kawasan strategis Nasional (KSN) belum memberikan dampak signifikan dalam menampung tenaga kerja yang berasal dari Kabupaten Simalungun atau putra daerah.
Bahkan ada pengakuan dari seorang pengunjuk rasa, dirinya dimintai uang pelicin (sogok) untuk bisa bekerja di satu perusahaan yang beroperasi di dalam kawasan.
“Ini Bumi Habonaron Dobona, tetapi banyak putra daerah yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bisa bekerja di perusahaan di dalam KEK Sei Mangkei. Khususnya PT Kinra dan PT INL, yang tidak memberikan prioritas bagi pemuda setempat untuk bekerja di sini.
Apakah kami tidak punya kualifikasi atau kemampuan untuk bisa jadi pekerja di sini,” ujar Juni.
Sejauh ini menurut mereka, keberadaan pekerja lokal dari Simalungun masih jauh dari persentase yang layak, sebesar 70 persen. Dan mereka juga masih meragukan angka 50-an persen pekerja lokal yang diklaim oleh pihak pengelola KEK Sei Mangkei. Bahkan untuk PT Kinra sendiri, tercatat hanya 50 orang pekerja lokal dari total 113 orang.
Selain itu, Koordinator Aksi Sapruddin Purba, Koordinator Lapangan Gulit Saragih, Sekretaris DPD KNPI Sumut Samsul Bahri Purba, Wakil Ketua DPD KNPI Sumut Putra, dan Sekretaris DPD KNPI Simalungun turut angkat bicara terkait banyaknya pertanyaan dalam pengelolaan KEK Sei Mangkei.
Mulai dari penyerapan tenaga kerja asing, analisis dampak lingkungan (Amdal) hingga kurangnya ornamen Budaya Simalungun di lokasi, sebagai wujud penghormatan terhadap kearifan lokal.
Senada dengan itu, Ketua FSP KEP SPSI AGN Sumut, Rio Affandi Siregar yg juga menjabat Sekretaris DPD KSPSI AGN Sumut, hadir bersama dengan sejumlah pengurus dari Tebing Tinggi dan Labura mengatakan kehadirannya bersama rombongan dalam rangka menjawab undangan rekan-rekan dari Kabupaten Simalungun, yang sebelumnya mengeluhkan kondisi pemuda setempat yang seringkali melaporkan adanya dugaan sogok menyogok untuk bisa masuk dan bekerja di KEK Sei Mangkei, bahkan mencapai Rp5 juta sampai Rp10 juta.
“Kehadiran kami dalam aksi ini adalah sebagai bentuk dukungan dan support kami terhadap nasib pemuda di Simalungun yang sulit untuk bekerja di KEK Sei Mangkei.
Kawasan KEK Sei Mangkei berdiri diatas tanah nenek moyang orang Simalungun, maka sudah sepantasnya putra putri asli daerah Simalungun, mestinya mendapatkan kuota khusus dan menjadi prioritas untuk dapat bekerja di KEK Sei Mangkei ini.
Alangkah sedihnya kita, bila ternyata putra putri Simalungun malah merantau ke kota lain untuk mendapatkan pekerjaan, sementara di KEK Sei Mangkei yang merupakan daerah Simalungun, terdapat banyak pabrik-pabrik raksasa berdiri,” ujarnya.
Pantauan di lapangan, sempat terjadi aksi dorong karena ada penolakan pihak keamanan untuk bisa menggelar aksi di bagian dalam KEK Sei Mangkei. Meskipun koordinator aksi menjamin demo tersebut berjalan damai.
Setelah rangkaian aksi, perwakilan para pemuda diterima oleh pihak pengelola KEK Sei Mangkei, PT Kinra, diwakili Miswarindra, Widoyoko dan lainnya.
Mereka menanggapi dengan akan memberikan imbauan kepada pelaku usaha (perusahaan) agar bisa memenuhi kuota pekerja lokal sebesar 70 persen. Serta mencantumkan ornamen/ragam Simalungun pada setiap bangunan milik perusahaan di KEK Sei Mangkei. (*)
Editor: M Idris