PROSUMUT – Sejumlah kebutuhan pokok yang ada di masyarakat masih dijual dalam rentang harga normal, meski terjadi peningkatan kasus virus corona (Covid-19).
Mulai dari cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan putih, daging ayam dan telur ayam serta sejumlah kebutuhan sayur-sayuran. Namun demikian, masih ada yang menunjukan tren kenaikan, seperti gula pasir atau minyak goreng yang bertahan mahal.
“Kinerja harga kebutuhan pokok tersebut sejauh ini tidak begitu banyak dipengaruhi oleh gangguan penyebaran penyakit corona. Realisasi sejumlah harga kebutuhan pokok tersebut masih dalam on the track,” kata Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut, Gunawan Benjamin, Jumat 20 Maret 2020.
Akan tetapi, sambungnya, perlu mewaspadai penyebaran corona yang bisa saja membuat sejumlah kebutuhan pokok masyarakat bergerak liar.
Ditengah pelemahan mata uang rupiah serta lockdown yang dilakukan sejumlah negara, dinilai apa yang terjadi saat ini adalah kondisi luar biasa. Terlebih, beberapa kebutuhan pokok sebagian atau seluruhnya didatangkan dengan cara impor.
“Katakanlah bawang putih, kacang tanah, kedelai, garam, gula pasir hingga buah-buahan. Dengan pelemahan rupiah saja kebutuhan pokok masyarakat kita bisa mengalami kenaikan. Apalagi harus ditambah bebannya seiring dengan aktifitas lockdown yang dilakukan banyak negara,” terang Gunawan.
Keluar masuk barang menjadi terganggu dan sangat mengganggu harga kebutuhan pangan masyarakat. Pemerintah baik pusat dan daerah harus memiliki sejumlah opsi terkait pengamanan kebutuhan pokok di tengah kondisi rumit seperti sekarang.
“Setidaknya kita harus memikirkan kondisi terburuk dari penyebaran virus corona tersebut. Jika bentuk yang dilakukan pemerintah adalah mengurangi aktifitas dan menjaga jarak individu dengan individu lainnya seperti yang dilakukan saat ini, maka semuanya masih terbilang normal. Harga pangan tidak mengalami gejolak harga,” tuturnya.
Pun begitu, sebut Gunawan, harus punya skenario buruk lainnya. Misalkan, muncul kepanikan sehingga masyarakat membeli kebutuhan pangan dalam angka yang besar.
“Nah, disini mungkin kebijakannya adalah membatasi penjualan serta mengawasi distribusi barang bisa menjadi solusinya,” jelas dia.
Skenario terburuk lainnya, lanjut Gunawan, adalah bagaimana seandainya lockdown yang dilakukan Italia, Filipina, China dan sejumlah negara lainnya juga terjadi di Indonesia, maka pemerintah harus memiliki langkah menjaga agar distribusi barang bisa tepat langsung sampai kepada masyarakat.
Harus punya sistem logistik dan ada anggaran untuk meminimalisir dampak memburuknya penyebaran corona tersebut.
“Siapapun pasti tidak mau kondisi terburuk dari penyebaran corona itu terjadi, tentunya kita berharap demikian. Tetapi, kita harus memiliki opsi nyata yang bisa diimplementasikan menghadapi kemungkinan terburuk nantinya. Bahkan, kalau bisa opsi tersebut disimulasikan secepat mungkin. Hal ini untuk berjaga-jaga dari kemungkinan terburuk nantinya,” tandas dia. (*)