Prosumut
HukumKriminalOpini

Berjuang Mencari Keadilan

Oleh: Pran Hasibuan

PROSUMUT – Pekan lalu, saya disapa pengacara muda, Alansyah Putra Pulungan. Dia mengabarkan bahwa kasus yang tengah ditanganinya sampai kini tak menemui titik terang. Melalui pesan Whatsapp itu, Alan mengurai latar belakang kasus kliennya.

Kasus pokoknya penganiayaan, terjadi di 2021. Secara garis besar, Alan dan timnya telah melakukan berbagai ikhtiar. Mulai dari internal Polri sendiri hingga institusi eksternal maupun pihak-pihak terkait lainnya. Alhamdulillah, belum direspon sedikit pun oleh lembaga-lembaga terhormat itu.

“Kasusnya, Candra yang korban pengeroyokan jadi tersangka sampai sekarang gak selesai, Bang. Korban masih jadi tersangka.

Tersangka yang harusnya 5 berubah jadi 4, keempatnya tidak ditahan, udah pernah dipanggil Pak Tatan (Dirkrimum Poldasu) untuk berhentikan berita di media dengan komitmen kasus akan diselesaikan setelah libur Lebaran tahun 2022, tapi sampai sekarang gak selesai.

Sudah bersurat ke Kapolri, Bareskrim, Propam dan hampir semua pengawas internal dan eksternal Polri, namun gak berdampak apa-apa,” urai Alan memulai pembicaraan.

Alan lantas meminta tolong agar pemberitaan soal kasus dimaksud kembali di-blow-up. Saya pun menyanggupi. Sebab berulang kali pun diberitakan, saya ingat betul di tahun lalu, kasus ini seperti jalan di tempat.

Alan juga meminta tolong saya mengawal kasus tersebut, sembari dia dan tim terus berjuang mendapat keadilan untuk kliennya. Saya kira sudah ada progres dalam setahun ini, eh ternyata mandek alias jalan di tempat. Makanya saya berpikir, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan.

Sebelum saya bercerita sedikit tentang sosok Alan, ada baiknya saya muat pernyataan pengacara muda ini secara utuh mengenai kasus yang sampai kini ditanganinya itu:

Tanggal 1 Agustus 2021, klien Alan, Candra melaporkan peristiwa penganiayaan secara bersama-sama sebagaimana pasal 170 KUHP berdasarkan surat tanda laporan polisi nomor LP/457/VIII/2021/SU/Polrestabes Medan/Sek Patumbak yang dilakukan oleh 5 orang dengan nama (Kardi Nainggolan, Tara Siregar, Echo Putra Nainggolan, Ivan Samuel Nainggoan dan Ricardo Silitonga) terhadap dirinya dan adik perempuannya di pekarangan rumahnya yang beralamat di Jalan Swadaya, Gang Tower Horas, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal yang sama, Candra juga dilaporkan oleh Kardi Nainggolan dengan dugaan Pasal 351 KUHP.

Persoalan ini bermula tanggal 30 Juli 2021, klien Alan bicara dengan keluarganya di dalam rumah, bahwa keluarga dari tetangganya yang bernama Kardi Nainggolan diisukan terpapar Covid-19 sehingga harus menjaga jarak dan jangan dekatnya (setelah dikonfirmasi ternyata benar anggota keluarga dari Kardi Nainggolan terpapar Covid-19).

Ternyata perkataan klien Alan terdengar oleh salah satu keluarga dari Kardi Nainggolan, yang pada saat itu duduk di depan rumah kliennya. Kemudian, tanggal 1 Agustus 2021, Kardi Nainggolan membawa belasan orang ke rumah kliennya dan melakukan penganiayaan secara bersama-sama.

Saat penganiayaan terjadi, adik perempuan kliennya yang bernama Marliana datang memeluk abangnya agar terhindar dari pukulan para pelaku. Namun malahan Marliana juga ikut dipukul para pelaku. Saat para pelaku memukul Marliana, kliennya berhasil merayap keluar dan seketika memukul salah satu pelaku yang bernama Kardi Nainggolan dengan batu bata yang berada di dekatnya.

Untuk menghentikan penganiayaan kepada adiknya dan membela dirinya, seketika itu juga penganiayaan secara bersama-sama itu berhenti dan kliennya bersama adiknya langsung pergi ke Polsek Patumbak untuk melapor. Ternyata Kardi Nainggolan juga membuat laporan terhadap kliennya di Polsek Patumbak.

Saat ini, berdasarkan hasil gelar perkara Polsek Patumbak, kliennya ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan laporan polisi kliennya sudah dilimpahkan ke Resmob Polrestabes Medan.

Namun sangat disayangkan, penyidik Resmob Polrestabes Medan dengan nama penyidik pembantu, Agung Tarigan, hanya memanggil 4 orang, dengan menghilangkan nama Tara Siregar sebagai salah satu pelaku, dengan alasan gelar penetapan tersangka dilakukan oleh Polsek Patumbak. Padahal penyidik pembantu Resmob Polrestabes Medan sudah memeriksa korban dan saksi yang mana dalam keterangannya, pelaku berjumlah 5 orang. Akan tetapi, penyidik tetap tidak menetapkan status tersangka terhadap Tara Siregar.

Para tersangka yang sejak awal mengolok-olok dan memprovokasi korban dan keluarganya dengan mengatakan mereka tidak akan dapat dihukum karena memiliki backing di Polda Sumut, nampaknya bukan sekadar omong kosong. Sebab setelah satu tahun lebih perkara ini berjalan, hanya menghasilkan 1 pelaku yang lolos secara ajaib dari status tersangka, 4 tersangka yang tidak ditahan (harusnya patut untuk ditahan, sebagai perbandingan: pelaku yang mengeplak sopir Transjakarta dengan dugaan pasal 352 dan datang menyerahkan diri, ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka), karenanya semakin berani mengolok-olok dan memprovokasi korban, dan penyidikan terhadap korban yang menjadi tersangka yang tak kunjung dihentikan. Bahkan saat laporan polisi kliennya dilimpahkan ke Resmob Polrestabes Medan sampai dengan sekarang, penyidik tidak pernah memberikan SP2HP.

Sejak awal sampai dengan sekarang, penanganan perkara ini tidak akuntabel, tidak transparan, lambat, sarat dihalang-halangi oleh oknum polisi, tidak Presisi dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat. Karena itu, saya sudah melakukan dumas ke Kapolri, Irwasum Polri, Bareskrim Polri, Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut, Divpropam Polri, Bidpropam Polda Sumut, Kompolnas, Komnas HAM, dumas presisi melalui Whatsapp ke Kapolrestabes Medan, Presiden Republik Indonesia, Gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, Komisi III DPR R.I, juga surat mohon rapat dengar pendapat dengan Kapolda Sumut, ke ketua dan wakil ketua DPRD Sumut.

Akan tetapi upaya tersebut tidaklah berguna, tidak membuat penegakan hukum terhadap kasus ini berjalan dengan adil dan Presisi. Nyatanya, kebobrokan institusi Polri dalam melindungi warga negara dan menciptakan penegakan hukum yang adil sangat dirasakan oleh warga negara yang miskin dan kasusnya tidak viral.

“Makin ke mari makin amburadul penegakan hukum di negara kita. Kasihan sekali rakyat yang ingin mendapat keadilan dari aparat penegak hukum,” imbuh Alan, alumnus Fakultas Hukum UMSU 2016.

Saya dan Alan satu rasa. Mungkin banyak advokat lain di republik ini yang juga mengamininya. Bahkan sekelas Kamaruddin Simanjuntak dan kawan-kawan pun, harus melewati jalan terjal dalam mengungkap terang kasus kematian kliennya, Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sampai hari ini, kasusnya bukan makin terang tapi malah terkesan dikaburkan. Berbelit-belit seperti benang layangan yang kusut.

Saya kenal Alan dan rekan-rekan sejawatnya sejak 2019. Saat itu saya masih aktif meliput di lapangan. Di Kota Medan tepatnya. Ia tahu nomor telepon saya dari seorang teman kantor kala itu: Parlindungan Harahap (Ain). Dulu kami pernah sama-sama bekerja di Harian Sumut Pos. Jawa Pos Nasional Network. Grup JPNN di bawah panji Abah Dahlan Iskan.

Alan bersama sejumlah rekannya itu datang kepada saya. Ia menyampaikan permohonan bantuan mengangkat kasus yang tengah mereka tangani. Malah lebih seram dari sekarang ini: pembunuhan. Di Martubung, Kota Medan. Yang dibunuh alias korbannya notebene ‘orang kecil’. Tak punya finansial dan status sosial seperti Brigadir J. Namun pelakunya, bisa dibilang ‘orang besar’. Anak pengurus salah satu organisasi masyarakat top di Sumatera Utara.

Alhamdulillah, kasus tersebut berujung. Pelaku utama pembunuhan dari kalangan pembesar salah satu ormas itu, akhirnya ditangkap dan sudah ditahan.

“Tapi saya kurang tahu berapa tahun hukumannya, cuma sudah vonis hakim dan dia sudah ditahan, Bang,” kata Alan.

Seingat saya, kasus ini juga lebih dari setahun baru kelar. Bahkan sebelum Alan melalui A.P. Pulungan Law Office-nya diberi amanah sebagai kuasa hukum, terkesan ditutup rapat oleh para penegak hukum. Ikhtiar mereka pun sama. Ke berbagai institusi Polri, eksternal dan pihak terkait lainnya. Melaporkan mandeknya kasus. Bedanya saat itu ada ujungnya. Persamaannya: sudah pulbaket. Berarti itu artinya soal kemauan penegak hukum. Jangan sampai publik menganalisis sendiri kasus ini. Antara lain indikasi beking membeking: dugaan upeti, dan lain sebagainya. Terserahlah!

Yang jelas A.P. Pulungan Law Office, sejak lahir sampai kini lebih dominan tangani kasus-kasus ‘berdarah’. Meski masih seumur jagung, Alan cs konsisten perjuangkan rasa keadilan rakyat jelata. Rakyat kere yang untuk makan hari-hari pun susah.

“Benar, Bang,” aku Alan menjawab dominasi kantor pengacara mereka tangani ‘kasus berdarah’.

Semoga Alan dan para rekannya istiqomah dengan jalan perjuangan ini. Sebagai pejuang keadilan bagi mereka yang membutuhkan. Bukan sekadar membela yang bayar! (*)


Editor : Muhammad Idris

Konten Terkait

Dua Napi Lapas Tebingtinggi Ketangkap Basah Pesta Sabu

Editor prosumut.com

RSUP HAM Ganti Ban Mobil Dokter Hilang Dicuri Maling

Editor prosumut.com

Force Down Pesawat Asing Kewenangan Kosekhanudnas

Editor Prosumut.com