PROSUMUT – Maraknya kasus judi online dalam beberapa tahun terakhir, perlu menjadi perhatian serius dan berkelanjutan dari instansi terkait seperti aparat penegak hukum dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Sebab hingga kini, penyakit masyarakat itu masih menghantui kehidupan, bahkan merusak tatanan keluarga.
Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Rahim Siregar (ARS) melihat bahwa kasus judi online (judol) sejatinya adalah sama dengan persoalan perjudian dari masa ke masa. Bedanya adalah, perilaku ini menggunakan perangkat digital dan bisa diakses dengan mudah dimanapun, siapapun, bahkan melekat, atau berada di genggaman penggunanya melalui ponsel pintar.
“Faktanya praktek perjudian ini sekarang mudah sekali untu mengakses nya. Tidak melihat tempat dan waktu. Karena langsung dari ponsel pribadi. Dan banyak aplikasi atau sistem keuangan yang mendukung untuk itu. Makanya penyakit masyarakat ini begitu marak, dari semua kalangan masyarakat,” ujar ARS kepada wartawan, Selasa (5/11/2024).
Dari pantauan di lapangan kata ARS, mudahnya akses judi online di masyarakat karena banyak sekali penyedia layanan isi ulang atau istilahnya top up akun, deposit rekening atau dompet digital yang modelnya beragam. Dan itu ada di tengah-tengah masyarakat, dimana kondisi ini seakan tidak dibatasi oleh larangan berjudi di Negara ini.
“Tentunya kita tahu tempat-tempat pengisian dengan istilah top up atau deposit itu banyak bisa kita temui. Jadi kita mengimbau kepada masyarakat agar tidak melayani urusan yang berkaitan dengan judi online, apapun bentuknya. Walaupun ini berdampak bagi pemasukan pemberi layanan atau konter istilahnya, tetapi harus diingat bahwa praktek judi itu melanggar hukum. Jadi ini bukan soal senang atau tidak, tetapi aturan di negara kita. Masih banyak cara lain untuk mendapatkan penghasilan,” sebut Abdul Rahim yang juga Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumut.
Selain itu, dampak yang muncul dari maraknya perjudian ini lanjut Abdul Rahim, sangat banyak hingga menyentuh urusan hubungan berkeluarga. Sebab para penguna (konsumen judi online), terutama yang kondisi ekonominya terbatas, banyak yang bermasalah dalam hubungan keluarga, hingga tak sedikit berujung pada tindakan kriminal.
“Ya kepada aparat hukum, dalam hal ini kepolisian untuk mengambil langkah penertiban, agar tempat-tempat yang diduga melayani pengisian ulang atau top up akun judi online bisa berhenti memberikan layanan. Barangkali caranya dengan sosialisasi dan pengawasan ketat. Intinya aparat harus bertindakk tegas jika ingin masalah ini teratasi maksimal,” sebutnya.
Sedangkan terkait penyedia layanan atau aplikasi judi online, ARS berharap instansi terkait baik Kepolisian dan Kementerian Komdigi, menyasar bandar besar yang kita duga masih terus beroperasi dan muncul dengan bentuk-bentuk yang beragam. Bahkan sempat muncul kabar bahwa admin judi online berada di luar negeri.
“Kita melihat dari segi dampaknya kepada masyarakat terutama yang ekonomi lemah. Intinya penyakit ini harus diberantas oleh seluruh instansi terkait. Serta pengawasan yang ketat dari kepolisian,” pungkas ARS. (*)