PROSUMUT – Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto angkat bicara soal Direktur PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM), Musa Idishah alias Dodi Shah yang menjadi tersangka alih fungsi hutan di Langkat.
Dia memastikan, status tersangka tidak ada hubungannya dengan politik.
“Kami akan menindak kasus itu sesuai hukum yang berlaku, saat ini Polda Sumut terus melakukan pendalaman,” kata Agus, Minggu 3 Februari 2019.
Ditanya apakah dirinya mengenal dan sudah pernah bertemu dengan tersangka, Agus menggeleng.
“Sampai saat ini saya tidak pernah bertemu dengan yang namanya Dodi. Memang ada beberapa kali minta waktu untuk ketemu, tapi saya tidak tanggapi. Ada keluarganya juga yang ingin ketemu, tidak saya tanggapi. Ini murni perbuatan melawan hukum,” katanya lagi.
Agus juga membantah isu yang berkembang bahwa tersangka dikriminalisasi.
“Kriminalisasi itu, misalnya rekan-rekan tidak punya masalah kemudian diciptakan masalah itu baru kriminalisasi. Saya minta Dodi mematuhi proses hukum yang berlaku. Selain dia, kami juga tengah memburu pelaku pembuat dan penyebar video dugaan intimidasi kepada anggota polisi yang berjaga saat penggeledahan,” pungkas Agus.
Di lokasi berbeda, kepada wartawan, Dodi juga menegaskan kasusnya tidak berkaitan dengan politik.
Dia juga mengaku tidak mengetahui siapa pembuat video penggeledahan di rumahnya.
Soal barang bukti pistol dan amunisi, dirinya bilang sudah punya izin. Apalagi dia adalah Ketua Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin) Sumut.
“Saya penembak, pemburu, penembak sasaran. Saya juga penembak reaksi, bisa saya jabarkan. Kalau penembak, enggak mungkin saya enggak punya senjata, artinya senjata legal,” ucap dia.
Terkait penjemputan paksa karena Ditreskrimsus Polda Sumut sudah melayangkan surat panggilan kepadanya untuk dimintai keterangan sesuai kapasitasnya sebagai direktur PT ALAM namun sampai dua kali pemanggilan tetap mangkir, Dodi beralasan hanya miskomunikasi.
“Mungkin ada miskomunikasi sampai Polda merasa harus melakukan itu,” katanya.
Penasihat hukum Dodi, Abdul Hakim Siagian menyebutkan, soal alih fungsi hutan yang disangkakan kepada kliennya harusnya diperjelas Dinas Kehutanan Sumatera Utara dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai otoritas yang berwenang.
“Kami tak bermaksud menutup diri, pihak kementerian kehutanan punya otoritas memberikan izin, mengawasi, dan punya penyidik PNS,” ucap Abdul.
Seperti diberitakan, Polda Sumut menerima laporan dan informasi dari masyarakat pada akhir 2018 lalu bahwa PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM) diduga telah merubah fungsi kawasan hutan dari hutan lindung menjadi perkebunan sawit seluas 366 hektar di Sei Lepan, Brandan Barat, dan Besitang, semuanya di Langkat.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Ditreskrimsus Polda Sumut melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk dimintai keterangannya sesuai kapasitasnya sebagai direktur PT ALAM.
Namun, sampai dua kali pemanggilan, tersangka tetap mangkir.
Pada Selasa 29 Januari 2019 malam, tersangka dipanggil paksa dari rumahnya. Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Rabu 30 Januari 2019, statusnya ditetapkan menjadi tersangka.
Penyidik menilai tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ancaman hukumannya delapan tahun penjara. Namun tersangka tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor. (*)