Prosumut
Pendidikan

Rakor Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah di Sumut, Implementasi Perda Nomor 8/2017

PROSUMUT – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara mengajak pemangku kepentingan dan seluruh elemen masyarakat di Provinsi Sumatera Utara untuk menerapkan kebijakan Merdeka Belajar episode ke-17 ‘Revitalisasi Bahasa Daerah’.

Hal itu disampaikan Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, Hidayat Widyanto dalam Rapat Koordinasi (Rakor) dalam Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah di Sumut, yang digelar di Medan, Jumat 17 Maret 2023.

Hadir pada Rakor tersebut, Prof Amrin Saragih PhD, perwakilan dari Kemendikbudristek dan Pemprovsu, serta sejumlah kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Selain itu, turut hadir akademisi yang memahami situasi kebahasaan dan kesastraan di Sumatera Utara.

Hidayat mengatakan, Pemprovsu telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelestarian Bahasa dan Sastra Daerah sebagai peraturan kebahasaan dan kesastraan di Sumatera Utara.

Pemerintah daerah telah memberikan perhatian yang kuat terhadap pelestarian bahasa daerah. Namun, implementasi pelestarian bahasa daerah perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, akademisi, dan lainnya.

“Rapat koordinasi ini dilaksanakan untuk melaksanakan implementasi peraturan daerah tersebut,” ujarnya.

Hidayat menuturkan, pada tahun 2023 ini revitalisasi bahasa daerah masih akan berfokus pada bahasa Melayu dan bahasa Batak.

Revitalisasi bahasa daerah yang dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara masuk pada kategori model B. Dalam revitalisasi yang dikembangkan Kemendikbudristek terdapat tiga model pelindungan bahasa.

Model A adalah provinsi yang hanya memiliki satu bahasa yang benar-benar dominan. Daya hidup bahasa masih aman, jumlah penutur masih banyak, masih digunakan sebagai bahasa yang dominan dalam masyarakat tuturnya. Karena itu, pendekatan yang dilakukan berbasis sekolah. Bisa melalui muatan lokal atau juga kegiatan ekstrakurikuler. Contohnya, bahasa Sunda, Jawa, dan Bali.

Model B adalah provinsi yang tidak memiliki bahasa yang penuturnya dominan, tetapi memiliki kurang lebih penutur setara atau sama. Daya hidup bahasa tergolong rentan meskipun jumlah penutur relatif banyak. Bahasa yang digunakan bersaing penggunaannya antarsesama bahasa daerah lain di daerah tersebut.

Karenanya, pendekatan yang dilakukan berbasis sekolah jika wilayah tutur bahasa itu memadai dan pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas. Contohnya, adalah bahasa-bahasa yang ada di Provinsi Sumatera Utara, NTB, dan Sulawesi Selatan.

Model C, yaitu provinsi yang memiliki banyak bahasa-bahasa kecil dan penuturnya sedikit. Daya hidup bahasanya termasuk pada kategori yang mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis. Jumlah penutur juga sedikit dengan jumlah sebaran yang sangat terbatas.

Untuk itu, diterapkan pendekatan pada model ini berupa pewarisan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas.

“Pembelajaran juga dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat. Contohnya, bahasa-bahasa yang ada di Provinsi NTT, Maluku, Maluku Utara, dan Papua,” jelas Hidayat.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk meningkatkan minat anak dalam memproduksi bahasa daerah, setidaknya ada tujuh jenis materi yang dapat dikembangkan oleh anak-anak.

Antara lain, membaca dan menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak). Kemudian, mendongeng, pidato, menyanyi atau tembang tradisi, dan komedi tunggal (stand up comedy).

“Anak-anak dapat mengembangkan bahasa daerah melalui materi yang dia sukai. Tujuh materi itu yang akan difestivalkan pada akhir pembelajaran.

Pengalaman 2022 menunjukkan, bahwa anak-anak sangat senang dan bahagia dalam menunjukkan kebolehan mereka berbahasa daerah melalui festival yang berjenjang dari tingkat sekolah sampai pada tingkat nasional,” ungkapnya.

Setelah rapat koordinasi, Hidayat menambahkan, dilakukan diskusi kelompok terpumpun para maestro atau pakar bahasa daerah, pelatihan guru utama, pengimbasan kepada para guru dan kolega, pembelajaran para guru kepada anak atau komunitas, festival tunas bahasa ibu yang berjenjang sampai pada tahap kabupaten/kota, festival tunas bahasa ibu tingkat provinsi dan nasional.

“Diharapkan rakor ini akan menghasilkan kesepakatan dan komitmen untuk bersama-sama mendukung program revitalisasi bahasa daerah sesuai dengan rencana program yang telah disusun.

Setiap pemangku kepentingan dapat mengambil peran dan berkontribusi dengan komitmen yang tinggi sehingga ikhtiar bersama untuk melindungi bahasa daerah dengan jalinan dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik,” imbuhnya. (*)

Editor: M Idris

BACA JUGA:  Menuju Indonesia Emas Jangan Bikin Cemas

Konten Terkait

Kunjungi SMAN 2 Balige, Gubsu Singgung Bau Pesing Kamar Mandi

Val Vasco Venedict

2548 Orang Lulus Unimed Jalur SBMPTN 2019

Editor prosumut.com

TEFLiN Digelar di Medan, Ajang Akselerasi Pengajar Bahasa Inggris

Editor prosumut.com