PROSUMUT – Pada Kamis 7 Februari 2019, Wakil Gubernur Sumut Musa Rajek Shah atau yang akrab disapa Ijeck mendatangi Mapolda Sumut.
Hampir 11 jam dia menjalani pemeriksaan terkait alih fungsi hutan yang diduga dilakukan tersangka Dodi, adik kandungnya.
Sambil berjalan meninggalkan Polda Sumut, Musa hanya mengatakan kepada wartawan, cukup banyak pertanyaan yang diajukan dan dirinya menjawab berdasarkan apa yang diketahui saja. Disinggung apa saja yang ditanyakan, dia mengelak.
“Tanya ke penyidik saja, Ya,” katanya singkat, Kamis 7 Februari 2019 malam.
Abdul Hakim Siagian, kuasa hukum tersangka Dodi mengatakan, Dinas Kehutanan yang punya otoritas sudah menjelaskan persoalan yang sedang dialami kliennya.
“Dinas Kehutanan sudah menjelaskan bahwa konsesi PT Alam tidak di kawasan lindung, itu di kawasan hutan. Kita juga minta penjelasan fakta di lapangan dan historisnya karena kan tidak ‘sim salabim’ seperti kenyataan sekarang,” kata Hakim, Jumat 8 Februari 2019.
Sebagai informasi, lanjut dia, Pemprov Sumut sebelum kepemimpinan Edy Rahmayadi-Musa Rajek Shah berturut-turut mengalokasikan APBD untuk menyelesaikan permasalahan hutan lindung di Sumut.
Besarannya rata-rata sekitar Rp 500 juta di beberapa tempat. Tujuannya untuk mengembalikan fungsi hutan lindung dan memberdayakan masyarakat sekitar kawasan.
“Terakhir kita dengar itu 2018 di Labuhanbatu. Sekarang kita mau minta penjelasaan karena menyangkut kepastian, persamaan di depan hukum. Sekaligus juga sebagai komitmen dan ketaatan kita kepada hukum,” ucap dia.
Kementerian Kehutanan harusnya menjelaskan kepada publik bahwa berdasarkan SK Nomor 44/Menhut-II/2005 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumut yang berubah menjadi SK Nomor 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumut, bagaimana kenyataan penunjukannya.
Menurut Hakim, ada contoh kasus di daerah lain di Sumut saja. Misalnya Register 40 kawasan Padang Lawas yang jelas merupakan kawasan hutan.
“Apakah sudah tuntas (kasusnya), ini yang harusnya dijelaskan supaya tidak simpangsiur, entah ke mana-mana ditarik. Kita siap merespons dan menghadapi proses hukum, tapi tolong juga kepada kita diberi apresiasi asas praduga tak bersalah. Itulah poinnya,” ujar Hakim.
Ditanya apakah poin-poin ini juga yang disampaikan Ijeck saat dimintai keterangan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut pada Kamis 7 Februari 2019, Hakim mengatakan, Musa dipanggil sebagai pemegang saham yang tidak mengetahui persoalan manajemen PT Alam seperti yang dijelaskannya.
“PT Alam itu dapat ISPO, sertifat internasional yang menjadi syarat bisa melakukan transaksi hasil kebun. Jadi kalau ada masalah, kami perusahaan yang patuh pada hukum, ayo dikomunikasikan, itu dia poinnya,” katanya.
Soal kebenaran bahwa tidak hanya PT Alam saja yang beroperasi di kawasan yang sedang diperkarakan, Hakim mengelak dengan mengatakan Dinas Kehutanan saja yang menjelaskannya.
“Kalau disebut kawasan hutan, bukan kawasan hutan lindung, kira-kira fakta sekarang bagaimana? Apakah masih ada hutan di sana atau tidak?” dia menambahkan.
“Sampai kalau perlu ke TNGL, TNGL itu suaka marga satwa, Ya? Kalau sekarang, pakai GPS atau satelit saja sudah bisa nampak. Pertanyaannya masih ada hutan atau tidak di situ? Hutan dalam pengertian undang-undang kehutanan, ya,” ujar Hakim.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja saat dikonfirmasi Kompas.com menyebutkan, pemeriksaan terhadap Musa sudah selesai.
Namun dia tidak bisa menjelaskan hasil pemeriksaan penyidik.
“Untuk hari ini kosong. Hasil pemeriksaan, itu ranah penyidik, yang pasti berkaitan dengan PT Alam,” kata Tatan melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Jumat 8 Februari 2019. (*)