PROSUMUT – Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan Sumatera Utara dr Poaradda Nababan mengapresiasi hasil survei Gugah Nurani Indonesia (GNI).
Hasil survei yang diumumkan pada Minggu, 21 Maret 2021 itu, menemukan hampir 50 persen pelajar tidak mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama 14 hari setiap bulannya.
GNI menemukan bahwa kepemilikan hp android dan kuota internet tidak menjadi jaminan siswa mengikuti PJJ setiap hari.
Dua survei GNI pada September 2020 dan Februari 2021 menunjukkan tren penurunan partisipasi belajar yang tajam.
Pada survei September 2020, dari 125 siswa yang memiliki hp android dan kuota internet, hanya 29,60 persen yang aktif belajar setiap hari. Angka itu berkurang drastis menjadi 13 persen pada survei Februari 2021.
”Data-data seperti inilah yang kita butuhkan untuk membuat kebijakan pendidikan yang tepat pada masa pandemi ini. Seharusnya Pemprov Sumut dan Pemda bisa melakukan pemetaan sejenis dengan skala yang lebih luas,” terang dr Poaradda Nababan di kantor DPRD Sumatera Utara, Medan 22 Maret 2021.
Poaradda mengatakan, setelah satu tahun sekolah ditutup, tidak banyak informasi yang diketahui publik tentang partisipasi belajar selama pandemi.
Jika merujuk data pokok pendidikan, ada 3,3 juta pelajar dari tingkat PAUD/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang harus belajar dalam kondisi darurat di Sumut.
Dari jumlah itu, masyarakat tidak pernah mengetahui berapa persen siswa yang setiap hari belajar, kadang-kadang belajar, dan tidak belajar sama sekali.
Bahkan belum ada data yang pernah dipublikasikan soal berapa banyak siswa yang bisa belajar daring, luring, dan campuran.
”Jadi urusan pengelolaan pembelajaran di masa pandemi ini bukan cuma membuka dan menutup sekolah saja,” terangnya.
Poaradda mengatakan ancaman hilangnya kemampuan belajar (learning loss) sudah di depan mata.
Sekalipun learning loss adalah masalah global, namun keberhasilan penanganannya sangat tergantung kepada kebijakan kepala daerah.
Semakin berkualitas kebijakan kepada daerah, semakin baik pula mitigasi yang dilakukan. Penanganan learning loss tidak bisa dilakukan secara asal-asalan, apalagi tanpa menggunakan data.
”Masa depan anak-anak kita yang saat ini berada di bangku sekolah, sangat tergantung kepada keberhasilan kita memitigasi, mengelola, dan mengurangi potensi learning loss,” tambahnya.
Poaradda mengatakan masalah learning loss tidak selesai hanya dengan membuka sekolah kembali.
Ia sendiri mendukung rencana pembukaan sekolah seiring meningkatnya jumlah orang yang divaksin.
Survei ini dilakukan pada Februari 2021 dengan melibatkan 200 anak sponsor GNI di Medan dan Deliserdang.
Sebagaimana disebutkan bahwa learning loss adalah hilangnya minat belajar pada pelajar, karena berkurangnya intensitas interaksi dengan guru saat proses pembelajaran. (*)
Foto :