PROSUMUT – Sumber daya manusia (SDM) masih menjadi problem daerah-daerah hasil pemekaran. Alhasil, potensi yang ada tidak mampu digarap maksimal untuk meningkatkan pendapatan daerah. Ditambah lagi kurangnya inovasi pemda. Alhasil, opsi moratorium pun tidak bisa terelakkan.
Sejumlah bupati di kabupaten hasil pemekaran sepakat dengan satu hal, bahwa SDM memang menjadi bagian yang perlu mendapat pembenahan.
Sejumlah daerah didapati yang mengalami pemekaran juga mengalami masalah serupa. Misalnya di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Juga Daerah Otonomi Baru (DOB) lainnya yang diperkirakan jumlahnya sudah lebih dari 225.
Berdasarkan catatan Kemendagri, saat ini masih ada 314 pengajuan pemekaran daerah yang menumpuk di meja Dirjen Otonomi Daerah. Baik pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota.
Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, dari 314 pengajuan itu, tidak sedikit yang meminta secara paksa melalui DPR maupun DPD. ’’Papua minta dipecah tiga provinsi, kepulauan Buton minta jadi provinsi,’’ terangnya. Belum lagi ratusan kabupaten/kota yang mengantre.
Memang, pemekaran adalah hak konstitusional masyarakat di daerah. Sepanjang untuk mempercepat kesejahteraan dan pemerataan pembangunan, tentu boleh.
’’Tapi kalau mendadak harus 314 bagaimana,’’ lanjut Menteri kelahiran Surakarta itu. Pemerintah juga tidak mungkin menyicil dalam mengabulkan permintaan pemekaran itu, karena bisa menimbulkan rasa cemburu.
Akhirnya, lanjut Tjahjo, pihaknya melapor ke Presiden bahwa pemekaran distop. Pengajuan yang ada untuk sementara tidak diproses. ’’Dengan percepatan pembangunan insfrastruktur di pusat dan daerah yang sedang dibangun, mudah-mudahan tidak (perlu pemekaran),’’ ucap menteri yang akan berulang tahun ke-61 pada 1 Desember mendatang itu.
Tjahjo mengingatkan, membangun DOB atau daerah hasil pemekaran bukan sesuatu yang mudah. Di Maybrat, Papua barat misalnya. Selama 12 tahun berdiri, penentuan ibu kota kabupaten tidak kunjung selesai. Setelah Kemendagri memaksa menggunakan cara adat, akhirnya persoalan bisa selesai.
Belum lagi persoalan sebaran SDM. Tidak hanya ASN, namun juga hukum, keamanan hingga pertahanan. Ada Dandim dan Kapolres yang memimpin beberapa kabupaten sekaligus. Ada pula yang kejaksaan negerinya memliki staf yang minim, bahkan bisa dihitung jari.
Tjahjo menjelaskan, persiapan membuat DOB butuh waktu tiga tahun setelah dinyatakan disetujui. Dalam setahun, butuh setidaknya Rp 300 miliar. Anggaran itu untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk memulai roda pemerintahan yang baru.
’’Apa mau kabupaten induk menyisihkan anggaran segitu, kan nggak mau juga,’’ ujar Tjahjo. Belum lagi seabrek syarat teknis yang harus dipenuhi oleh calon DOB.
Menurut dia, ketimbang memaksakan pemekaran, lebih baik mengoptimalkan kondisi yang ada saat ini. Salah satunya, lewat percepatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Maju tidaknya DOB, tutrnya, tidak bergantung pada melimpahnya sumber daya alam. SDM juga penting.
’’Yang penting kepala daerah berani melakukan inovasi, membagun sinergi, dan fokus programnya,’’ tambahnya.
Misalnya DOB memiliki potensi besar di pariwisata, maka lebih baik pemda yang baru fokus di sektor tersebut. Begitu pula bila DOB hanya punya kekayaan tambang. Maka pemda bisa memaksimalkan potensi yang ada lewat SDM yang mumpuni.
Inovasi itulah yang menurut Tjahjo belum tampak di kebanyakan DOB. Sebagai gambaran, ketika ada penghargaan untuk daerah, juaranya selalu daerah yang itu-itu saja. Seharusnya, setiap daerah termasuk DOB punya minimal satu inovasi. Karena itulah dalam membuat program harus fokus.
Yang jelas, kemendagri tidak bisa memastikan kapan moratorium pemekaran daerah dicabut sehingga bisa muncul lagi DOB. ’’Tidak ada pemekaran sampai pilpres selesai,’’ timpal Dirjen Otda Sonny Sumarsono. Setelah pemilu mendatang, barulah Kemendagri akan memikirkan lagi perlu tidaknya pengajuan pemekaran disetujui. (ed)