PROSUMUT – Sekurangnya ada Rp 1.300 triliun aset Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang belum dilaporkan dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) maupun Surat Pemberitahuan (SPT).
Otoritas pajak mengetahui angka itu berdasarkan hasil pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang mulai dilaksanakan pada 2018.
Pada tahun lalu, Indonesia telah mengirimkan informasi keuangan pada 54 negara dan menerima informasi keuangan dari 66 negara.
Ke-66 negara tersebut di antaranya, Australia, Belanda, Bermuda, British Virgin Island, Cayman Islands, Hong Kong, Inggris, Jepang, Luksemburg, Panama, China, dan Singapura.
Apakah data Rp 1.300 triliun tersebut termasuk potensi aset keuangan WNI di luar negeri senilai Rp 11.000 triliun yang diucapkan Bambang Brodjonegoro saat menjadi Menteri Keuangan pada 2015?
Data mengenai aset WNI di luar negeri memiliki sejumlah referensi saat itu. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan juga sudah mencatat dokumennya. Demikian dilansir Kumparan.
McKinsey mengestimasi senilai USD 250 miliar atau Rp 3.250 triliun, Credit Suisse Global Wealth Report dan Alianz Global Wealth Report senilai Rp 11.125 triliun, dan data primer Kemenkeu Rp 11.000 triliun.
Saat itu, Bambang mengatakan dalam kurun waktu 1995-2014, lebih dari Rp 11.000 triliun aset warga Indonesia ditempatkan di rekening perbankan di luar negeri, utamanya di British Virgin Island, Cook Island, dan Singapura.
Aset tersebut merupakan akumulasi kekayaan para pengusaha minyak, kayu, batu bara, CPO, dan tambang sejak era commodity boom di 1970 dan jumlahnya semakin meningkat seiring depresiasi rupiah.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani memegang pedoman aset WNI di luar negeri dari studi McKinsey, senilai USD 250 miliar. Bahkan Sri Mulyani menyebut USD 200 miliar di antaranya disimpan di Singapura.
Kasubdit Pertukaran Informasi Direktorat Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Leli Listianawati, menuturkan saat merancang Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, yang menjadi rujukan jumlah aset WNI di luar negeri saat itu adalah riset dari McKinsey.