PROSUMUT – Ekspor kopi dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Filipina hingga kini masih terus terganjal. Presiden Rodrigo Duterte pun tampaknya belum melunak dengan menerapkan kebijakan Special Safeguard (SSG) pada Indonesia. Alhasil ancaman perang dagang masih terus menghantui.
Rencana PT Mayora Indah Tbk (MYOR), produsen makanan dan minuman asal Indonesia, yang akan membangun pabrik di Filipina dengan nilai investasi USD 50-70 juta pada kuartal IV 2019, belum cukup menjadi obat penawar.
Global Marketing Head Mayora Group, Ricky Afrianto, mengatakan jika perang dagang tidak reda juga, maka kondisi tersebut akan berdampak pada nasib belasan ribu karyawan perusahaan.
Selain itu, nasib petani kopi dan singkong yang selama ini menyuplai bahan baku ke pabrik Mayora, juga akan terdampak dari genderang perang dagang Duterte. Adapun singkong digunakan perusahaan sebagai bahan campuran bubuk kopi.
“Hambatan dagang SSG yang diterapkan Filipina mengancam kelangsungan hidup 11.000 karyawan dan 70 ribu petani kopi dan singkong,” kata Ricky, Minggu (24/2).
Karena itu, Ricky menuturkan perang dagang yang terus ditebar Filipina harus segera berakhir. Dia berharap pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini sebelum masa panen kopi agar ada kepastian bagi perusahaan untuk bisa menyerap hasil panen petani.
Adapun nilai ekpsor Mayora ke Filipina tidak hanya kopi, tapi juga berbagai macam produk makanan instan seperti energen, biskuit, dan wafer. Tahun lalu, nilainya mencapai USD 600 juta. Tahun ini, dia berharap nilai ekspor bertambah 10-15 persen.
Ricky mengaku optimistis pemerintah bisa menyelesaikan ancaman perang dagang Filipina. Kata dia, bila hasil negosiasi Indonesia dengan Duterte mengharuskan Mayora membangun pabrik di sana, pihaknya siap melakukannya.
Sebagai bentuk keseriusan Mayora akan bangun pabrik di Filipina, Ricky mengatakan perusahaan saat ini sudah mengirimkan tim ke Filipuna untuk melakukan survei dan design pabrik.
“Kami berterima kasih atas usaha dan perhatian pemerintah, terutama atas perhatian Presiden Jokowi terhadap kasus SSG ini. Bila hasil negosiasi mengharuskan Mayora investasi di sana, kami siap melakukannya tetapi harus dilakukan secara bertahap demi menjaga kelangsungan operasi pabrik di Indonesia. Kami siap sign MoU kapan saja,” jelas Ricky. (*)