PROSUMUT – Sejalan dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat, sistem pembayaran non-tunai pun makin dilirik.
Kehadiran financial technology (fintech) memudahkan seseorang dalam melakukan proses pembayaran tanpa harus membawa uang lembaran atau koin seperti biasannya.
Cukup dengan sekali pemindaian (scan), barang yang ingin dibeli sudah bisa terbayar secara praktis tanpa harus menghitung uang kembalian.
Saat ini Indonesia sendiri sudah mengenal beragam macam aplikan fintech, salah satunya adalah Go-Pay. Aplikasi ini berbarengan dengan aplikasi transportasi berbasis online, Go-Jek.
Mereka sengaja membuat pembaruannya sendiri demi menunjang sistem pembayaran yang lebih mudah untuk penumpang dan pengemudi. Namun kini, pengguna Go-Pay sudah bisa bertransaksi di berbagai gerai.
Bahkan, mereka juga bisa memanfaatkan fitur transfer saldo dan penarikan tunai seperti layanan e-money lainnya.
Tak mau kalah dengan pihak swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun sekarang mulai mengikuti jejak para pengusaha fintech di Tanah Air.
Bahkan kini telah hadir sebuah aplikasi bernama LinkAja, sebuah bentuk perubahan darI Tcash milik Telkomsel.
Direktur Finarya Danu Wicaksana menjelaskan, perubahan itu untuk menghadirkan layanan keuangan elektronik yang lebih baik, mudah, dan lengkap bagi masyarakat Indonesia.
“Terlebih lagi, kami akan mengembangkan berbagai fitur baru untuk LinkAja dari waktu ke waktu,” ujar Wicaksana pada Jumat 22 Februari 2019.
Dengan perubahan tersebut maka aplikasi TCASH akan otomatis terkonversi menjadi LinkAja, sedangkan pelanggan yang masih menggunakan USSD perlu memberikan persetujuan melalui menu akses *800#.
Bagi pelanggan TCASH tak perlu risau, sebab, kata Wicaksana, semua layanan dan fitur yang sebelumnya sudah tersedia di layanan TCASH tetap dapat diakses dan dinikmati di layanan LinkAja.
Wicaksana menegaskan kembali tentang program inklusi keuangan yang selama ini jadi komitmen TCASH.
Menurutnya, hadirnya layanan keuangan yang menyeluruh dari LinkAja diharapkan dapat semakin mengakselerasi inklusi keuangan dan mempercepat terbentuknya cashless society.
Ia juga tak menampik bahwa perubahan itu menjadi satu bukti program dari pemerintah yang ingin menggalakkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT).
“Ini seturut program pemerintah melalui GNNT. Selain itu, Linkaja bertujuan untuk melengkapi ekosistem pembayaran digital di Indonesia,” pungkas Danu.
Bantah Saingi Go-Pay dan OVO
Aplikasi LinkAja memang hasil dari kerja sama dengan beberapa perusahaan berserta BUMN, di antaranya Bank Mandiri (e-cash), Bank BNI (Unikqu) Bank BRI (Tbank), Telkom Group (TCASH dan T-money).
Namun Kementerian BUMN menyatakan bahwa pembuatan LinkAja bukan untuk menyaingi OVO dan Gopay.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan kehadiran LinkAja hanya ingin meramaikan industri fintech semata.
“Kita meramaikan saja, bukan pesaing. Customer base mereka kan juga belum banyak,” ujar Gatot di Kementerian BUMN, Selasa, 12 Februari 2019.
Gatot menjelaskan, masing-masing bank BUMN saat ini sebenarnya sudah memiliki sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code. Contohnya, Bank BRI yang memiliki My QR dan Bank BNI yang mempunyai aplikasi Yap!.
Dengan menyatukan pembayaran berbasis QR Code ini, lanjut Gatot, maka customer base-nya minimal berasal dari bank-bank BUMN tersebut.
Kehadiran LinkAja pun, kata Gatot, akan membuat pengelolaannya menjadi lebih efesien. Apalagi promosi produk fintech BUMN, LinkAja, akan dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, lanjut Gatot, tidak akan terjadi duplikasi.
“Jadi promosi bareng-bareng, tidak duplikasi. Lebih efisien dari [sisi] infrastruktur,” imbuhnya.
LinkAja nantinya, kata Gatot, akan berada di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Finarya merupakan anak usaha milik PT Telekomunikasi Tbk (TLKM) yang selama ini mengelola produk dompet digital T-Cash, milik Telkomsel.
Saham terbesar pun akan dipegang oleh Telkomsel sebesar 25 persen. Sementara, tiga bank yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI akan memegang saham masing-masing 20 persen.
Sementara, BTN dan Pertamina memegang masing-masing 7 persen dan Jiwasraya akan memegang 1 persen saham.
Meski begitu, Bank Indonesia (BI) sendiri kini masih meneliti untuk pemberian izin sebagai penerbit uang elektronik. Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) pun telah mengajukan perizinan sejak Kamis, 21 Februari 2019.
Hal ini diungkapkan oleh Asisen Deputi Direktur Eksekutif Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia Susiati Dewi.
“Mereka [Himbara] posisi hari ini sudah mengajukan proses izin. Karena bagaimanapun sebuah perubahan yang cukup signifikan, misalnya terkait produk dan nantinya kelembagaan itu harus dilakukan proses untuk kita berikan license baru,” kata Susiati Dewi, di Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019. (*)