PROSUMUT – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki perhatian besar terhadap kebijakan pemerintah tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Sehubungan dengan hal tersebut, KPAI membuka posko pengaduan khusus untuk menerima pengaduan masyarakat terkait PPDB 2019. Hal ini dikatakan Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan baru baru ini.
“Tidak hanya itu, KPAI juga membentuk tim pengawasan yang langsung ke lapangan mewawancarai para orangtua pendaftar dan petugas pendaftaran di beberapa sekolah. Sejak dibuka 20 Juni 2019, posko pengaduan KPAI telah menerima pengaduan online sebanyak 94 pengaduan dengan rincian 72 melalui handphone pengaduan dan 22 melalui email pengaduan, serta 1 pengaduan langsung yang berasal dari DKI Jakarta, jadi pengaduan yang diterima KPAI adalah 95,”katanya.
Dikatakannya, jumlah pengaduan ini terhitung hingga Kamis, 4 Juli 2019. Diantaranya pengaduan berdasarkan jenjang sekolah dari SD hingga SMA sederajat. Pengaduan berdasarkan wilayah dari 10 Provinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta, D.I Yogjakarta, NTT, Bali, Riau, dan Kalimantan Barat.
“Macam pengaduan yaitu menolak kebijakan sistem zonasi (9.5%) SMAN minim dan tidak merata penyebarannya (8.5%). Mempermasalahkan kuota zonasi (11.5%). Pengukuran jarak rumah ke sekolah yang tidak tepat sehingga merugikan anak pengadu (23%). Dugaan manipulasi domisili dan perpindahan Kartu Keluarga (11.5%). Dugaan kecurangan dan ketidaktransparan dalam proses PPDB hingga pengumuman (13.5%), pengaduan berasal dari beberapa Kota. Daerah menggunakan nilai UN bukan zonasi,” katanya.
Selain data posko pengaduan, KPAI juga akan menyampaikan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Tim pengawasan PPDB yang dibentuk KPAI, yang sudah melakukan pengawasan langsung dengan mewawancarai pihak sekolah, petugas pendaftaran, orangtua dan calon peserta didik baru.
“Mayoritas pengadu menyayangkan penerapan 90% zonasi murni dalam Permendikbud No. 51/2019, sementara jumlah sekolah negeri belum merata penyebarannya. Yang paling minim jumlah sekolah negeri adalah pada jenjang SMA,”ujarnya.
KPAI mendorong pendirian sekolah-sekolah negeri baru di berbagai daerah dari hasil pemetaan zonasi saat ini, dapat menggunakan APBD dan APBN, mengingat penyebaran sekolah negeri tidak merata. Setelah kebijakan zonasi PPDB diterapkan, banyak daerah baru menyadari bahwa di wilayahnya sekolah negeri tidak menyebar merata dan ada ketimpangan julah sekolah di semua jenjang sekolah. SMP dan SMA negeri yang minim jumlahnya jika dibandingkan SD negeri.
“KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara terus menerus melakukan pemerataan sumber dana dan sumber daya ke seluruh sekolah negeri yang ada, tidak hanya berfokus pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap unggul dulunya,”pungkasnya.(*)