PROSUMUT – Terlalu kecil alokasi gaji guru honorer sekolah negeri, kepala sekolah (kepsek) diminta menyiasatinya.
Ketua Komisi B DPRD Medan Bahrumsyah mengatakan, kepala sekolah memiliki kewenangan penuh dan sebetulnya bisa mencari solusi. Misalnya, di sekolah ada koperasi yang bisa dimanfaatkan. Selain itu, ada keuntungan sedikit dari pihak ketiga terhadap penjualan buku maka bisa disisihkan untuk gaji mereka.
“Memang sangat miris gaji guru honorer jika diberikan berdasarkan aturan Dana BOS sebesar 15 persen. Makanya, mau tidak mau harus diikuti. Sebab, kalau tidak akan menjadi temuan,” kata Bahrumsyah Sabtu 30 Maret 2019.
Untuk itu, sebut dia, Komisi B telah mengalokasi bantuan dana dari APBD untuk gaji guru honorer. Yaitu, bantuan kesejahteraan guru non-PNS dan nonsertifikasi untuk sekolah negeri dan swasta dengan total Rp25 miliar lebih. Perbulannya setiap guru honorer mendapatkan bantuan Rp250 ribu.
“Tak hanya itu, dialokasikan juga dari APBD Rp15 miliar mulai 2019 ini untuk satu tahun. Besaran yang akan diterima terbilang lumayan sebesar Rp600 ribu perbulan untuk 1.962 guru,” tuturnya.
Anggota Komisi B, Surianto meminta Pemko Medan dapat mengatasi persoalan hak guru honorer dengan membuat kebijakan. “Buatlah kebijakan dan berikan gaji yang manusiawi kepada mereka. Sebab, mereka juga butuh biaya untuk kehidupan sehari-harinya,” ujarnya.
Diutarakan Surianto, penghasilan guru honor sekolah negeri jika dibandingkan dengan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (P3SU) yang dibentuk Pemko Medan berbanding terbalik. Padahal, guru itu tugasnya mencerdaskan anak bangsa. “Harusnya guru honorer yang lebih diperhatikan,” ucapnya.
Dia berharap, Kota Medan dapat meniru dengan Kota Depok. Pada APBD-nya telah menyepakati kalau guru honor sekolah negeri yang masa kerjanya 0-4 tahun akan menerima gaji Rp1 juta per bulan dan 4-20 tahun menerima gaji Rp4 juta per bulan.
“Kota Depok yang memiliki APBD Rp2,802 triliun saja mau memperjuangkan hak guru honorer sekolah negeri, dengan mendapatkan penghasilan Rp1 juta sampai Rp4 juta per bulan. Kenapa Kota Medan yang notabenenya kota terbesar ketiga dan APBD-nya Rp6 triliun lebih tidak mampu memperjuangkan itu? Hal ini tentunya perlu disikapi,” tandasnya. (*)