PROSUMUT – Kenaikan harga daging babi yang sudah berlangsung sejak bulan November lalu masih bertahan mahal hingga saat ini.
Padahal, sejak wabah flu Afrika menyerang hewan ternak babi di Sumut akhir 2019 lalu, daging babi dijual dengan harga sangat murah karena masyarakat khawatir akan adanya virus yang menular, padahal sudah dipastikan aman dikonsumsi manusia.
Ketua Tim Pemantau Harga Bahan Pokok Sumatera Utara Gunawan Benjamin mengatakan, dari pantauannya di tingkat pedagang, banyak pedagang pengecer yang menjual daging babi dalam rentang harga Rp120 ribu hingga Rp130 ribu per kilogram (kg).
Padahal, sebelum Flu Afrika menyerang, harga daging babi itu dijual dikisaran Rp50 ribu atau Rp60 ribu per kg nya. Dan untuk babi hidup, harga jualnya sebelum flu menyerang sekitar Rp25 ribu hingga Rp35 ribuan per kg.
“Kenaikan harga daging babi pasca Flu afrika yang membuat banyak babi mati sebelumnya, dikarenakan stok babi potong mengalami penurunan drastic, sehingga untuk mencari indukan sangat sulit. Di lain sisi, para pedagang juga tidak mau berlama-lama untuk menahan stok karena tergiur harga yang mahal. Jadi dibutuhkan sekitar 2 tahun lagi (asumsi paling lama) stok babi baru mencukupi dan harganya bisa berbalik turun,” ujar Gunawan Benjamin, Jumat 22 Januari 2021.
Menurut dia, dari pantauannya di kandang babi, juga ditemukan fakta kalau stok di peternak juga masih bermasalah. Jumlah stok babi ada yang hanya 30 persen hingga 50 persen dari stok normal sebelum wabah menyerang. Sudah barang pasti konsumen dirugikan di situ.
“Nah ini jadi momen peternak yang dalam posisi mencari kuntungan, setelah sempat terpuruk di akhir tahun 2019 berlanjut hingga tahun pertengahan tahun 2020,” tambahnya.
Kenaikan harga daging babi ini sebenarnya sudah berlangsung lebih lama dibandingkan kenaikan harga daging ayam maupun sapi.
Namun ketika daging ayam maupun sapi serentak terganggu harganya. Harga daging babi juga melanjutkan tren kenaikan di situ.
Bahkan daging babi ini terbilang mengalami kenaikan yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga daging ayam maupun sapi. Bahkan temuan dari beberapa pagelaran pesta adat di Sumut memaksa sejumlah penyelenggara menggunakan daging ayam.
“Sumut membutuhkan indukan baru agar mampu mempercepat proses penambahan jumlah stok yang bisa mengurai akar masalah kenaikan harga itu sendiri,” tukasnya. (*)
Editor : Iqbal Hrp
Foto :