Prosumut
EkonomiPolitik

Harga Makanan; Antara Fakta & Isu Pilpres

SEJUMLAH isu ekonomi, terutama pelemahan rupiah dan pergerakan harga sejumlah bahan makanan, menjadi sorotan para politisi. Kalangan oposisi menilai dua hal ini sebagai kelemahan pemerintahan Joko Widodo. Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebaliknya menampik hal itu.

Justru klaimnya adalah pemerintah berhasil mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok. Meski terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, namun September kemarin malah terjadi deflasi.

BACA JUGA:  Cek Fakta Kondisi BBM di Medan, Sejumlah SPBU Kehabisan Stok

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia deflasi 0,18 persen. Deflasi terjadi kepada dua kelompok pengeluaran. Pertama, kelompok bahan makanan sebesar 1,62 persen dengan andil 0,35 persen. Kedua, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,05 persen dengan sumbangan 0,01 persen.

Dalam kacamata ini, kalay ada gejolak rupiah, mestinya bermplikasi terhadap harga-harga kebutuhan pokok. Deflasi tersebut menandakan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia sudah tepat dalam mengatasi pelemahan rupiah. Salah satu kebijakan tersebut dengan memberdayakan kerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

BACA JUGA:  Klaim Pertamina Terkait Stok BBM Aman di Medan Jangan hanya Omong Saja

Program infrastruktur yang dikerjakan pemerintah saat ini juga mendorong inflasi rendah dan tak terimbas pelemahan rupiah. Menurut Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu, pembangunan infrastruktur membuat proses logistik lebih mudah yang berimbas pada penurunan harga kebutuhan pokok.

Pembangunan infrastruktur pun diklaim berefek positif bagi para petani karena lebih mudah mengakses pasar. Terlebih, program dana desa difokuskan untuk membangun infrastruktur penghubung.

BACA JUGA:  Pertamina Patra Niaga Sumbagut Perkuat Upaya Pemulihan Sibolga dengan Dukungan Energi

Selain itu, pemerintah mampu menahan gejolak pelemahan rupiah lantaran turut mendorong proses transformasi pendidikan dengan mengubah program wajib belajar sembilan tahun menjadi 12 tahun. Proses transformasi juga dilakukan dengan menerapkan vokasi untuk menciptakan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan industri. Ini memang tidak simsalabim. Tapi tentunya membutuhkan proses yang tirai pendek. (vla)

Konten Terkait

BRIsyariah Lampaui Pertumbuhan Industri Perbankan Nasional

Editor Prosumut.com

Sequis Berbagi Tips Kelola THR, Belanja atau Bayar Utang?

Editor prosumut.com

Skema Khusus Pembayaran Pinjaman Terhadap Pelaku Usaha Pariwisata

Editor Prosumut.com

Mendag Tak Keluarkan Izin Impor Bawang Putih, KPPU: Ini Bagus

Editor prosumut.com

BSI Siap Satukan Operasional di Wilayah Sumut, Riau dan Kepri

Editor prosumut.com

Darma Wijaya Canangkan 1 Desa 1 Center Internet Gratis

Editor Prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara