Prosumut
Kuliner

Mau Tahu Asal-Usul Bakcang? Baca Jejak Penganan Khas Tionghoa Ini

PROSUMUT.COM – Setiap tanggal 5 bulan 5 menurut penanggalan Imlek, masyarakat Tionghoa mengadakan perayaan Pe Cun.

Dalam festival ini, masyarakat akan mendirikan telur, mengadakan lomba perahu naga, melakukan ritual mandi tengah hari, dan yang paling istimewa tentunya membuat dan menyantap sajian Bakcang.

Bakcang merupakan makanan khas yang terbuat dari ketan atau beras serta berisi daging atau isian lainnya demikian dikutip dari buku “Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara” karangan Aji ‘Chen’ Bromokusumo.

Penganan tersebut kemudian dibungkus menyerupai piramida dengan daun bambu, lalu direbus sampai matang. Kata Bakcang sendiri berasal dari dialek Hokkian. Bak artinya daging sementara cang berarti berisi daging.

Sejarah Bakcang erat kaitannya dengan perayaan hari raya Pe Cun atau yang juga disebut dengan Duan Wu Jie.

Menurut catatan buku sejarah Shi Ji yang ditulis sejarawan Shima Qian, acara Peh Cun dilangsungkan untuk mengenang Qu Yuan, menteri dari negara Chu yang terkenal karena bakat dan kesetiaannya.

Qu Yuan banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu salah satunya dengan berhasil menyatukan beberapa negara tetangga untuk menumbangkan negara Qin.

Sayangnya, hal ini menimbulkan rasa tidak senang dari keluarga kerajaan. Menteri-menteri korup berupaya agar Qu Yuan dibuang dan diusir dari kerajaan.

Pasca pengusirannya itu, Qu Yuan menyepi dan mengasingkan diri. Di tengah pengasingannya, ia mendengar bahwa negara yang dicintainya diserang oleh negara Qin.

Merasa sedih dan gagal memajukan negaranya, Qu Yuan kemudian bunuh diri dengan melompat ke sungai Yu Luo pada tanggal 5 bulan 5.

Menurut legenda, rakyat yang merasa sedih memutuskan untuk mencari jenazah sang menteri. Lalu mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai agar ikan dan udang tidak menggangu jenazah Qu Yuan.

Supaya tidak dimakan naga yang berdiam di sungai itu, rakyat membungkus makanan yang dilemparkan dengan bumbung bambu.

Tetapi karena bumbung bambu sulit didapatkan, maka akhirnya sekarang dibungkus dengan daun bambu atau daun teratai seperti Bakcang yang kita kenal saat ini.

Pada zaman Dinasti Ming akhir bentuk Bakcang yang terkenal adalah bulat gepeng.

Isinya juga bukan hanya daging, melainkan sayur-sayuran. Ada pula Bakcang yang dibuat dengan ukuran kecil tanpa isian yang dimakan bersama serikaya.

Bentuk Bakcang
Bentuk Bakcang pun juga bermacam-macam. Bakcang yang sering kita lihat saat ini hanyalah satu dari banyak bentuk dan jenis lainnya.

Bakcang memiliki varian lain yang disebut sebagai Kicang, Kuecang atau Kwecang.

Bedanya, jika Bakcang berisi daging dengan lauk lainnya, Kicang terbuat dari beras ketan tanpa penambahan apapun.

Selain itu, Kicang berwarna kekuningan, mengilap, dan kenyal ketika digigit.

Biasanya daun pembungkus Bakcang berwarna lebih gelap karena ditambahkan kecap. Sementara pembungkus Kicang memiliki warna lebih muda.

Namun keduanya sama-sama dibungkus daun bambu dan direbus selama beberapa jam.

Sebenarnya tradisi makan Bakcang ini sudah jadi kegiatan resmi dalam festival Duan Wu sejak zaman Dinasti Jin. Sejak saat itu, Bakcang selalu jadi santapan simbolik dalam festival tersebut.

Pe cun di Indonesia
Istilah Pe Cun berasal dari dialek Hokkian pa long chuan yang berarti mendayung atau mengemudikan perahu naga.

Tradisi perahu naga ini berasal dari cerita para nelayan yang mencari jenazah Qu Yuan di sungai Yu Luo dengan menaiki perahu.

Lomba mendayung secara beregu itu sudah ada sejak jaman Negara Berperang (475 SM-221 SM) hingga saat ini.

Biasanya diselenggarakan di ‘Mainland’ (Hunan), Hongkong, Taiwan, maupun Amerika setiap tahunnya.

Walaupun di Indonesia perlombaan perahu naga ini sudah tidak umum, namun istilah Pe Cun masih tetap melekat untuk menyebut festival tersebut.

Sementara untuk tradisi menegakkan telur di perayaan Pe Cun masih sering dilakukan. Biasanya telur akan ditegakkan tepat pukul 12 siang di lapangan luas.

Selain telur, jarum juga dipercaya dapat berdiri pada waktu-waktu ini. Konon, masyarakat Tionghoa percaya ada kekuatan magis yang muncul tepat pukul 12 pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan lunar.

Konon kabarnya orang-orang yang tengah berduka dilarang memakan bakcang atau makanan yang menggunakan pembungkus daun. Kabarnya dapat mendatangkan kemalangan. (*)

Sumber : MerahPutih
Editor : Val Vasco Venedict
Foto : Liputan6

Konten Terkait

Ini Dia Deretan Kuliner yang Disematkan Warisan Budaya Dunia

Editor prosumut.com

Ada-ada Saja… Di Negeri ini Daging Tikus Jadi Menu Favorit Warganya

Val Vasco Venedict

Festival Kuliner Kota Medan 2019: Belajar Lezat Tanpa Penyedap

Pro Sumut

Salad Buah, Menu Berbuka Agar Tubuh Langsing Selama Puasa

Editor prosumut.com

TAHU GORENG MEDAN

Val Vasco Venedict

Warnai Kuliner Medan, Malaysian Street Food Lok-Lok Hadir di Sakti Lubis

admin2@prosumut
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara