Prosumut
JAKARTA, 23/4 - LUNCURKAN IDX30. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito (kanan), dan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nurhaida (kiri), memperhatikan layar saat peluncuran IDX30 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (23/4). Bursa Efek Indonesia meluncurkan indeks baru bernama IDX30 yang terdiri dari 30 saham unggulan dan merupakan konstituen dari Indeks LQ45. FOTO ANTARA/Ismar Patrizki/ama/12.
Ekonomi

Investasi Saham Miliki Beberapa Risiko, Simak Yuk!

PROSUMUT – Belakangan ini marak bermunculan  influencer yang menayangkan kesuksesan mereka berinvestasi di saham. Bahkan, tidak sedikit yang menunjukan portofolio saham yang mereka miliki.

Hal tersebut tanpa disadari memberi pengaruh kepada warganet untuk ikut membeli saham seperti yang para selebritas miliki.

Dikatakan Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumut, Pintor Nasution isiko dari investasi saham sendiri dapat dikatakan termasuk dalam kategori tinggi. Secara garis besar, beberapa risiko dalam berinvestasi saham dapat dijelaskan dalam 3 jenis risiko.

Pertama, risiko capital loss, yakni kerugian dari hasil jual/beli saham yang dihitung dari selisih antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham.

Misalnya, seorang investor membeli saham  PT ABC di BEI melalui sistem perdagangan online di salah satu perusahaan sekuritas. Saham PT ABC dibeli pada harga Rp1.000 per lembar saham.

Dengan minimal pembelian saham sebanyak 1 lot yaitu 100 lembar saham, jika investor membeli 10 lot saham, maka modal investasi menjadi sebesar Rp1 juta.

BACA JUGA:  BAIC Ekspansi ke Pulau Sumatera, Buka Dealer Resmi di Medan

“Kemudian, apabila dalam satu tahun kedepan harga saham mengalami penurunan harga menjadi Rp900.per lembar, dengan demikian investor mengalami capital loss atau kerugian sebesar 10%, atau total modalnya berkurang dari Rp1 juta menjadi Rp900 ribu. Sebaliknya, apabila harga saham mengalami kenaikan menjadi Rp1.100 per lembar saham, dengan demikian  investor mengalami capital gain, atau keuntungan dari modal yang diinvestasikan,” sebut Pintor akhir pekan ini.

Maka dari itu, sambung Pintor apabila ada seorang influencer menyebutkan saham yang dibeli harganya naik dan menguntungkan, sebaiknya investor tidak terburu-buru ikut membeli saham tersebut, atau paling tidak cari tahu dulu bagaimana kinerja perusahaan itu di masa depan.

Apakah secara fundamental potensi peningkatan harganya wajar, atau sebaliknya akan ada risiko penurunan harga secara mendadak. Tidak hanya itu, perlu diwaspadai fluktuasi harga saham yang hanya dipengaruhi semata-mata karena faktor permintaan dan penjualan di pasar saham.

BACA JUGA:  Rayakan Perjalanan 11 Tahun, Adelle Jewellery Hadirkan Pameran Perhiasan Imersif Terbesar

“Kedua, risiko Opportunity Loss, yakni kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari investasi, seandainya terjadi penurunan harga dan tidak dibaginya dividen. Dividen merupakan laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham setiap tahun, sesuai porsi kepemilikan masing-masing. Meskipun mencatatkan laba, perusahaan tidak wajib membayar dividen kepada pemegang saham. Keputusan ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan penggunaan laba perusahaan. Bisa saja laba usaha tidak dibagikan kepada pemegang saham, tetapi digunakan untuk membiayai ekspansi usaha,” jelasnya.

Ketiga, kerugian jika perusahaan dilikuidasi. Likuidasi artinya perusahaan dibubarkan atau ditutup. Jika terjadi likuidasi, aset perusahaan akan dijual dan hasilnya dibagikan untuk membayar utang perusahaan.

Baru yang tersisa dibagi kepada pemegang saham. Demikian, jika nilai likuidasi yang dibagikan lebih rendah dari harga beli saham, maka pemegang saham akan mengalami kerugian.

BACA JUGA:  Tahap 3 Bantuan Pangan Beras di Sumut, Baru Tersalurkan 32 Persen

Selain ketiga faktor di atas, ditambahkan Pintor dalam membeli saham, investor harus mencermati risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan yang sahamnya hendak dibeli.

Misalnya, saham perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata, saat pandemi Covid-19 cenderung tertekan dan mengalami risiko penurunan harga, sejalan dengan kondisi perusahaan di sektor tersebut yang sedang kurang baik kinerjanya.

Faktor ekonomi, politik, sosial dan keamanan juga perlu dicermati menjadi pertimbangan dari risiko, selain kinerja keuangan perusahaan masing-masing.

“Kesimpulannya, jangan hanya memilih saham karena sekedar ikut-iikutan membeli, tetapi pelajari dan analisa risikonya terlebih dahulu. Dalam menganalisa risiko, pastikan untuk mencari informasi dari sumber terpercaya, bahkan investor dapat bertanya kepada perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening saham,” pungkasnya. (*)

 

Reporter : Nastasia
Editor        : Iqbal Hrp
Foto            : 

Konten Terkait

“Trade War” AS-China Mereda, Rupiah Berpeluang Menguat

Val Vasco Venedict

Pandemi, BNI Syariah Ajak Nasabah Lebih Bijak Berinvestasi 

admin2@prosumut

Tingkatkan Peluang Ekspor Lada Sambas melalui Program Desa Devisa

Editor prosumut.com

Medan Digifestival 2024, Tingkatkan Instrumen Pembayaran Digital

Editor prosumut.com

AJB Bumiputera 1912 Sosialisasi Manfaat Asuransi

Editor prosumut.com

Pegadaian Kembali Gelar Festival Ramadan, Siapkan Panggung Emas

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara