PROSUMUT – Baru-baru ini muncul kabar dari sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyatakan, bahwa akan memberikan sanksi kepada China terkait dengan virus corona yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian warga AS karena Covid-19.
Di sisi lainnya, Presiden AS juga menyatakan bahwa tidak mau menegosiasikan ulang kesepakatan dagang dengan China.
“Inilah yang menjadi kekhawatiran terkait dengan ekspektasi buramnya masa depan ekonomi nasional. Bayangkan, dengan perang dagang saja, sejak pertengahan tahun 2018 kita sudah merasakan dampaknya yang sangat besar khususnya yang terlihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga menyeret perlambatan pada pertumbuhan ekonomi nasional,” kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, Rabu 13 Mei 2020.
Konon, jika perang dagang ini berlanjut dengan tensi yang semakin parah. Ditambah lagi dengan penyebaran Covid-19, tidak terbayang apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi global tanpa terkecuali ekonomi nasional. Sejumlah negara besar telah merealisasikan pertumbuhan negatif, baik di belahan benua Eropa, Amerika hingga menjalar ke Asia.
Disisi lainnya, terjadi potensi gelombang kedua penyebaran corona yang lagi-lagi memicu terjadinya ketakutan besar akan kondisi ekonomi ke depan.
“Corona telah membuat pertumbuhan ekonomi nasional hanya tumbuh 2,9% di kuartal I dan akan kembali tertekan di kuartal II. Jika perang dagang memburuk dan gelombang kedua penyebaran virus terjadi, maka semakin besar tekanan ini akan berlanjut untuk waktu yang tidak bisa ditentukan,” kata Gunawan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi minus, gelombang PHK, peningkatan pengangguran, hingga masalah kemiskinan akan menghantui gambaran ekonomi ke depan.
“Saya bisa saja salah dalam memberikan gambaran seperti ini. Terlebih, jika nantinya ada sejumlah faktor tak terduga seperti membaiknya hubungan AS dengan China, atau gelombang kedua penyebaran virus yang terhenti,” ucapnya.
Akan tetapi, sambung Gunawan, faktor tersebut sejatinya bukanlah data angka-angka atau numerik yang sifatnya bisa diterjemahkan dalam model ekonomi. Tidak ada yang bisa memastikan dengan tepat bagaimana nantinya hubungan dagang serta pengendalian virus ini benar-benar bisa berakhir baik.
Kalaupun berakhir baik, untuk waktu berapa lama lagi harus menunggunya? Dan kalau memburuk kondisi keduanya, maka kesimpulannya adalah chaos.
“Tugas pengendalian ekonomi ke depan akan kian sulit. Pemerintah harus mulai memikirkan bagaimana formulasi kebijakan fiskal maupun moneter untuk meminimalisirnya. Semuanya harus dengan skenario terburuk. Seperti bagaimana kalau pertumbuhan yang tertekan bukan hanya di kuartal II saja, tetapi tertekan hingga akhir tahun,” pungkasnya. (*)
Editor : Iqbal Hrp
Foto :