Oleh : Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)
PETER Gontha, seorang tokoh publik dan pebisnis yang berjaya pada masa Orde Baru begitu perhatian dan kritis terhadap kondisi tim nasional sepakbola Indonesia yang sebenarnya sedang naik daun, terutama sedang menunjukkan performa positif perkembangan sepakbola nasional.
Peter mengungkapkan rasa galau dan malunya di media sosial soal naturalisasi pemain keturunan diaspora yang menjadi pemain inti timnas sepakbola Indonesia melalui proses alih kewarganegaraaan asing menjadi warga negara Indonesia.
Kebijakan yang dilakukan oleh PSSI di masa Eric Tohir sebagai ketua PSSI dengan program naturalisasi dalam upaya mengangkat prestasi tim nasional sepakbola Indonesia di kancah industri sepakbola dunia memang dominan menjadi faktor sukses perkembangan timnas belakangan ini.
Menurut Peter, pembinaan sepakbola wajib dilakukan melalui pembinaan bibit pemain lokal dari berbagai daerah sejak dini.
Menurutnya, kebanggaan terhadap prestasi timnas Indonesia yang terdongkrak naik di mata dunia melalui pemain naturalisasi baginya adalah sebuah kebanggaan palsu yang membuatnya galau dan malu.
Mungkin seorang Peter Gontha tidak begitu mengikuti perkembangan timnas sepakbola kelompok umur melalui pembinaan sejak usia dini yang juga menorehkan perkembangan positif di timnas U16, U19, U23, dimana terakhir timnas U19 berhasil menjuarai kejuaraan AFF U19.
Atau sikap keukeuh Mathew Baker Sitorus yang menolak panggilan untuk bermain di tim nasional U16 Australia dan memilih untuk bermain di timnas Indonesia, membela merah putih atas panggilan hati nurani nya membela merah putih.
Sebetulnya Peter bukanlah seorang pengamat yang begitu perduli dengan kondisi alih warga asing menjadi warga negara Indonesia.
Buktinya, beliau tidak bersuara di saat banyaknya pengungsi Rohingya berkeliaran di berbagai daerah di Indonesia dan mendapatkan KTP tidak melalui proses pewarganegaraan yang jelas berdasarkan undang undang yang berlaku.
Beliau juga bukan seorang yang selama ini begitu peduli dengan perkembangan sepakbola nasional karena lebih menyukai olah raga golf atau musik Jazz.
Begitulah yang tergambar di media sosial atas aktivitas nya sehari hari.
Oleh karena itu, mengapa pula bersuara keras dan merasa prihatin seolah peduli berat terhadap tim nasional sepakbola yang justru menunjukkan perkembangan positif dan mendapatkan pujian dari fans sepakbola nasional?
Mungkin ini menjadi pertanyaan menggelitik bagi para pencinta sepak bola timnas Indonesia.
Itu pula yang mengusik para netizen sepakbola nasional dan melakukan counter terhadap pernyataan terhadap publik soal sepakbola ini yang menjadi boomerang bagi Peter, what’s wrong with him.
Sebenarnya, kebijakan proses naturalisasi pemain sepakbola yang selama ini diberlakukan oleh PSSI telah mengikuti ketentuan perundang undangan yang mengatur soal alih kewarga negaraan pemain keturunan atau berdarah Indonesia diaspora menjadi warga negara Indonesia.
Tentunya, pemerintah bersama DPR yang memutuskan persetujuan alih warga negara menjadi WNI para pemain ini melakukannya dengan bijaksana dengan mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya bagi bangsa.
Undang undang mengizinkan alih warga negara keturunan Indonesia menjadi WNI dengan pertimbangan tertentu dan mendapatkan dukungan dari para pencinta sepakbola nasional.
Di era globalisasi saat ini, sebenarnya naturalisasi pemain sepakbola adalah hal lumrah dan lazim dilakukan oleh negara negara maju dalam persepakbolaan.
Itulah sebabnya tim nasional Perancis didominasi oleh pemain berkulit hitam saat berlaga di final piala dunia yang lalu.
Bagi mereka, itu bukan barang palsu atau memalukan, justru mendatangkan rasa bangga nasional memiliki warga negara yang piawai dan berprestasi di tingkat dunia dari manapun asal keturunannya.
Masih ingat dengan Simon Tahamata yang menjadi pemain sepakbola legendaris Ajax Amsterdam dan menjadi pemain tim nasional Belanda yang membanggakan mereka?
Simon Tahamata yang asli keturunan dari Maluku bahkan tidak ada darah belanda sama sekali justru menjadi kebanggaan bagi timnas Belanda.
Demikian juga dengan legendaris legendaris keturunan Indonesia lainnya yang mengharumkan Belanda di kancah sepakbola dunia lainnya seperti Geovanni Van Bronckhrost, Nigel De Jong, Virgil Van Dijk, Ian Maatsen atau Tijjani Reijnders yang menunjukkan kepiawaian nya di Piala Euro 2024 lalu.
Kini adik kandung Tijjani Reijnders sendiri, yaitu Eliano Reijnders memilih untuk dapat dinaturalisasi menjadi warga negara Indonesia, agar dapat menjadi bagian dari tim nasional Indonesia.
Itu soal pilihan di era globalisasi yang tidak bertentangan dengan Undang undang dan peraturan FIFA.
Eliano Reijnders mungkin merasa negeri asal ibu nya di Maluku Indonesia adalah negeri yang dirindukannya untuk dibela, sedangkan Tijjani Reijnders yang telah bermain di tim nasional Belanda merasa lebih memilih negeri asal ayahnya yang asli Belanda tidak menjadi soal.
Ini adalah soal pilihan di era globalisasi industri sepakbola. Jadi, naturalisasi lumrah saja, bukanlah barang haram atau barang palsu.
So, is this is fake or fortune? Apakah ini palsu atau justru keberuntungan kita sebagai bangsa besar yang diasporanya menyebar di berbagai belahan dunia .
Bravo timnas Indonesia ! (*)