PROSUMUT – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal larangan bagi mantan narapidana korupsi mengikuti Pilkada 2020.
Dukungan tersebut diberikan untuk meningkatkan integritas kepala daerah.
“Ya pasti (mendukung) ya. Kita nanti kan tunggu pembahasan, yang jelas kita tingkatkan integritas pasti,” kata Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo di Lapangan Banteng, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat 2 Agustus 2019.
Hadi mengatakan, saat ini memang tidak ada larangan bagi napi koruptor untuk turut serta maju sebagai calon kepala daerah.
Namun, usulan pelarangan mantan napi koruptor sangat penting dipertimbangkan mengingat banyaknya kepala daerah yang belakangan terjerat kasus korupsi.
“Kalau di dalam undang-undang tetap memperbolehkan. Nah kita lihat perkembangan nantinya, kan semua pastinya disikapi secara arif, bijaksana dan para pembuat aturan itu pun akan melihat situasi yang terjadi saat ini,” ujar Hadi.
Berkenaan dengan hal itu, Hadi menegaskan pihaknya siap terlibat langsung dalam pembahasan usulan napi koruptor dilarang menjadi calon kepala daerah.
Meskipun, kata dia, keputusan terkait aturan tersebut nantinya bukan wewenang pihaknya.
“Kemendagri hanya melaksanakan. Sehingga kita nanti juga kan ikut di dalam pembahasan,” tutupnya.
Wacana pelarangan mantan napi korupsi ikut Pilkada kembali mencuat setelah KPK menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil karena kasus suap jual beli jabatan.
Tamzil adalah mantan napi korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008. Dia kembali terpilih dalam Pilkada Kabupaten Kudus 2018.
Belum satu tahun menjabat, Tamzil terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK lantaran diduga menerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kabupaten Kudus.
Tamzil ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yakni, Staf Khusus (Stafsus) Tamzil, Agus Soeranto dan Plt Sekdis DPPKAD Kudus, Akhmad Sofyan.
Akhmad Sofyan diduga telah menyuap Tamzil untuk mendapatkan jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.
Akhmad memberikan suap sebesar Rp250 juta untuk mendapatkan jabatan kepada Tamzil melalui Uka Wisnu Sejati yang merupakan Ajudan Bupati Kudus dan Agus Soeranto.
Uka Wisnu kemudian mengambil Rp25 juta yang dianggap sebagai jatah perantara. Sisa uang Rp 250 juta diberikan Uka Wisnu kepada Agus.
Agus kemudian menyerahkan sisa uang kepada ajudan bupati lainnya untuk membayarkan pembelian mobil Bupati Kudus. (*)