Prosumut
Umum

Internet dalam Pusaran Kekuasaan

PEMERINTAH akhirnya membuka secara bertahap blokir akses layanan internet di Papua dan Papua Barat mulai Rabu 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.

Hingga 8 September 2019, sudah 21 kabupaten di wilayah Provinsi Papua yang telah dibuka blokir atas layanan data internet. Pembukaan blokir juga dilakukan di 10 kabupaten di wilayah Provinsi Papua Barat.

Sedangkan untuk 8 kabupaten di Provinsi Papua yakni Kabupaten Mimika, Paniai, Deiyai, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Numfor, Kota Jayapura, dan Yahukimo masih terus dipantau situasinya.

Begitu juga di wilayah Papua Barat, tiga kabupaten/kota yakni Kota Manokwari, Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, terus dipantau perkembangannya.

Kemenkominfo memblokir layanan data internet di Papua dan Papua Barat sebagai buntut dari kerusuhan di Manokwari yang diduga merupakan bentuk protes terhadap tindakan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di beberapa daerah seperti Malang, Surabaya, dan Semarang pada 19 Agustus 2019.

Kominfo melakukan pemblokiran layanan Data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat mulai Rabu 21 Agustus 2019, setelah pada Senin 19 Agustus 2019 sempat menjalankan throttling atau pelambatan akses/bandwidth untuk akses media sosial (Medsos) di kedua wilayah itu.

BACA JUGA:  Jaga Keandalan Listrik Medan Sekitarnya, PLN Pulihkan SKTT yang Rusak Akibat Pencurian

Pemerintah menyatakan pembukaan blokir setelah mencermati situasi dan kondisi keamanan yang kondusif.

Namun, banyak kalangan menilai aksi pembukaan blokir layanan internet secara bertahap tak bisa juga dilepaskan dari keluarnya pernyataan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB, pada Rabu 4 September 2019 yang mengatakan bahwa blokir internet di Papua bertentangan dengan prinsip HAM, khususnya soal kebebasan berpendapat.

Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet sempat mendesak agar Indonesia segera memulihkan layanan internet di Papua, menyelesaikan masalah dengan cara dialog, serta menghindari penggunaan kekuatan yang berlebihan.

Seperti diketahui, aksi pemblokiran akses internet per wilayah adalah yang pertama kali terjadi sejak media ini ada di Indonesia.

Internet yang dulunya di tahun 80-an dirintis di Indonesia sebagai IPTEKNet untuk komunikasi lokal dan setelah itu tersambung dengan gateway internasional sehingga menjadi jalur ketersambungan yang membuat tak ada lagi batasan wilayah tentunya tak pernah menyangka akan mendapat perhatian seperti ini dari pemerintah.

BACA JUGA:  Jaga Keandalan Listrik Medan Sekitarnya, PLN Pulihkan SKTT yang Rusak Akibat Pencurian

Internet di jaman sekarang berubah tak hanya sebagai media atau sarana untuk transaksi elektronik. Sekarang Indonesia masuk ke dalam era internet broadband sebagai fasilitas publik yang harus bermanfaat, terjangkau dan memberdayakan.

Tak hanya itu, internet sekarang menjadi sarana propaganda yang efektif di era network society.

Di titik inilah pemerintah sepertinya mulai “masuk” lebih dalam ke dunia internet atas nama menjaga kedaulatan negara.

Sayangnya, pemerintah ketika ingin “masuk” seperti melupakan DNA utama dari internet yakni partisipasi yang bersifat bottom-up, mengutamakan stabilitas dan integritas sistem, dan memelihara keterbukaan sumber dari produk teknologi.

Dalam kasus pemblokiran akses internet di Papua, terlihat pemerintah melupakan DNA dari internet tetapi mengedepankan pendekatan keamanan (security) dan ketahanan (resilience).

BACA JUGA:  Jaga Keandalan Listrik Medan Sekitarnya, PLN Pulihkan SKTT yang Rusak Akibat Pencurian

Jika dilihat alasan pemerintah memblokir layanan internet adalah penyebaran hoaks. Ada 555 ribu URL yang digunakan untuk menyebarkan hoaks dimana paling banyak Twitter.

Pertanyaanya, jika Twitter bermasalah, kenapa bukan akses ke media sosial ini yang diblokir? Bukankah Twitter sudah memiliki perwakilan di Indonesia sehingga komunikasi seharusnya lebih mudah?

Padahal, pengaturan trafik internet tidak ubahnya mengelola lalu lintas di jalan raya. Jika ada kecelakaan, tidak seluruh jalan di kota harus diblokir.

Penutupan biasanya dilakukan dalam suatu klaster, zona, atau wilayah. Bisa juga tidak untuk seluruh kendaraan, tetapi selektif untuk jenis tertentu saja.

Demokrasi dalam mengakses media ini yang sepertinya terlupakan kala keputusan blokir internet diambil.

Apakah ini resiko dari internet yang sudah menjadi bagian dari pusaran kekuasaaan sehingga hak azasi manusia agar tidak terisolasi di alam merdeka menjadi terlupakan? (*)

Konten Terkait

Hasil Labfor, Lambung Golfrid Terdapat Alkohol

Editor prosumut.com

Lego 13.000 Unit Mobil, Sales Tersukses di Dunia Meninggal di Usia 90 Tahun

Val Vasco Venedict

Napi Tj Gusta Kendalikan Pengapalan Narkoba dari Malaysia

Val Vasco Venedict

Polisi Sosialisasi Antisipasi Covid-19 di Stabat

admin2@prosumut

Mobil Listrik PLN Jajal Rute Medan-Aceh

Ridwan Syamsuri

Buruh Berencana Demo Saat Jokowi Pidato Kenegaraan 16 Agustus

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara