PROSUMUT – Pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang membawa implikasi pada pembiayaan. Pasalnya, banyak penambahan biaya yang dibutuhkan akibat melaksanakan Pilkada saat pandemi.
Pengamat kebijakan publik sekaligus anggaran, Elfenda Ananda mengatakan, protokol keselamatan penyelenggara Pilkada tentu diutamakan. Perlengkapan untuk protokol itu harus dipersiapkan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.
“Dalam hal pembiayaan menjadi tantangan buat daerah yang fiskalnya terbatas. Apalagi, pembahasan anggaran Pilkada itu alot,” ujarnya, Minggu 7 Juni 2020.
Menurut dia, dinamika pembiayaan anggaran Pilkada berbeda-beda setiap daerah khususnya di Sumut. Belum lagi, daerah yang fiskalnya rendah, sehingga akan menyulitkan penyelenggara dan pemerintah daerah.
“Pada P-APBN tahun 2020, hampir separuh pendapatan dan belanja dipangkas yang memiliki implikasi dipotongnya penerimaan hingga 50%. Tentunya, hal itu tidak mudah buat daerah yang melaksanakan Pilkada mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus),” katanya.
Karena itu, lanjutnya, dikhawatirkan ini akan berimplikasi pada anggaran pelaksanaan Pilkada. Sederhananya, penerimaan berkurang sementara belanja meningkat.
“Darimana pemerintah daerah menanggulanginya? Penyelenggaraan Pilkada ini akan memeras otak dalam merencanakan pembiayaan, dan pemerintah daerah menjadi beban berat,” sebut Elfenda.
Namun demikian, sambung dia, Pilkada harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan keselamatan penyelenggara dan pemilih. Oleh sebab itu, pemerintah pusat harus mencari solusi pembiayaan agar apa yang diputuskan yakni tetap menyelenggarakan Pilkada pada situasi pandemi.
“Jangan sampai rakyat harus berkorban anggarannya dipangkas lagi untuk pembiayaan Pilkada. Misalnya, beberapa anggaran untuk rakyat seperti program kesehatan, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Cukuplah sudah tahun ini rakyat harus bersabar karena anggaran infrastruktur dipangkas,” tukasnya. (*)
Reporter : Rayyan Tarigan
Editor : Iqbal Hrp
Foto :