Prosumut
Umum

Ada TNI Aktif Nyaleg di Simalungun

PROSUMUT – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut tengah memproses laporan tentang adanya personel TNI aktif yang lolos Daftar Calon Tetap (DCT) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Simalungun.

“Ini menjadi temuan dari Bawaslu Simalungun. Sesuai aturan, masalah ini diproses lembaga satu tingkat diatasnya. Kasus ini masih dalam tahap pengumpulan barang bukti,” kata Anggota Bawaslu Sumut, Suhadi Sukendar Situmorang, di Medan, sebagaimana dilansir dari gatra.com. 

Suhadi meyayangkan adanya seorang TNI yang bisa lolos menjadi calon anggota legislatif (Caleg). Pasalnya, berdasarkan UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum, TNI/Polri maupun ASN yang ingin berpolitik harus terlebih dahulu mengundurkan diri.

Temuan Bawaslu Simalungun tentang adanya TNI aktif masuk ke dalam DCT sudah disampaikan kepada KPU Simalungun. Namun, tidak ditindaklanjuti dengan dalih saat mendaftar identitas orang yang dimaksud tidak menyebut jika pekerjaannya adalah TNI melainkan karyawan swasta.

Karena alasan itu pula, KPU tidak melakukan klarifikasi. Padahal, seharusnya temuan tersebut bisa diklarifikasi ke instransi TNI.

“Ini yang sangat disesalkan. Untuk saat ini identitas caleg dan asal partainya belum bisa disampaikan, karena masih dalam penanganan. Kalau pada akhirnya kasus ini terbukti, caleg dimaksud bisa terkena diskualifikasi,” tegas Koordinator Divisi Pengawasan itu.

Suhadi juga mengungkapkan bahwa pihaknya baru menerima surat edaran dari Bawaslu RI. Di mana, seluruh jajaran Bawaslu diminta untuk mengawasi pelaksanaan reses anggota DPRD kabupaten/kota, DPR Provinsi, dan DPR RI.

Pasalnya, tidak jarang kegiatan yang dibiayai oleh negara itu berubah jadi ajang kampanye.

“Mayoritas anggota dewan incumbent (petahana) kembali maju atau ikut Pemilu 2019. Jadi jangan sampai kegiatan yang difasilitasi negara, berubah jadi ajang kampanye. Surat edaran Bawaslu RI itu keluar 14 Desember 2018,” urainya.

Jika anggota dewan ditemukan dan terbukti menggunakan fasilitas negara untuk kampanye bisa terkena sanksi diskualifikasi.

Terlarang Berpolitik
Direktur Imparsial Al Araf, menyebutkan secara  historis, keterlibatan militer dan polisi secara langsung di dalam kehidupan politik praktis pernah terjadi pada masa rezim pemerintahan Orde Baru.

Di masa itu, rezim otoritarian Soeharto melakukan politisasi militer dan polisi yang dulu berada dalam satu atap bernama ABRI untuk  menjaga dan mempertahankan kekuasaannya.

Alhasil, peran dan fungsi ABRI di masa Orde Baru lebih banyak terlihat kiprahnya pada kehidupan politik praktis.

ABRI menduduki jabatan-jabatan strategis, seperti menteri, gubernur, bupati, serta berada di dalam parlemen. ABRI juga melakukan kontrol terhadap proses politik pergantian kekuasaan melalui pemilihan umum (pemilu). Dalam setiap proses pemilu, ABRI terjun langsung mengawasi dan mengintervensi proses  pemilu.

Upaya untuk mengeluarkan ABRI dalam kehidupan politik praktis bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh waktu 32 tahun bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk mengembalikan militer dan polisi (dulu ABRI) pada peran dan fungsi yang semestinya.

“Para mahasiswa di era Orde Baru menyuarakan dan mendesak militer agar kembali ke barak dan tidak lagi berpolitik,” demikian Al Araf dalam artikel ilmiahnya yang diterbitkan Imparsial. (editor)

Konten Terkait

Listrik di Medan Sempat Padam Beberapa Jam, Ini Sebabnya

Editor Prosumut.com

‘Sidak’ Warkop Jurnalis, Kapolda Sumut Buka Bersama Wartawan

Ridwan Syamsuri

Sakit Hati Dihardik, Keponakan Bantai Paman Hingga Tewas

Ridwan Syamsuri

Korban Gempa dan Tsunami Sulteng di Asrama Haji Makassar Terserang penyakit

Editor prosumut.com

Kematian Mahasiswa Asal Medan di China Masih dalam Penyelidikan

Editor prosumut.com

Sepasang Lembu Tewas Diterkam Harimau Sumatera

Editor Prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara