Prosumut
Peneliti YLKI, Rafika Zulfa.
Ekonomi

Tingkat Konsumsi Minuman Berpemanis di Medan Disebut Tinggi, YLKI Dorong Terapkan Cukai

PROSUMUT – Tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan di Kota Medan disebut tinggi.

Hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait konsumsi berbagai minuman berpemanis kemasan di 10 kota pada tahun 2023, Medan berada dalam urutan kedua untuk konsumsi minuman kopi kemasan (96,3 persen).

Sedangkan untuk konsumsi minuman teh kemasan, Medan berada pada posisi kelima (77,5 persen).

Untuk konsumsi minuman sari buah kemasan, Medan masuk pada urutan sembilan (51,3 persen).

Sementara konsumsi minuman soda, Medan di urutan tujuh (53,8 persen).

Selanjutnya, konsumsi minuman elektrolit (peringkat tujuh, 46,3 persen), minuman energi (peringkat tiga, 47,5 persen), dan minuman susu (peringkat tujuh, 67,5 persen).

Peneliti YLKI, Rafika Zulfa menyatakan bahwa tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan di Kota Medan terbilang tinggi.

“Medan termasuk yang tinggi (tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan) dari hasil survei, tapi saya lupa angka pastinya,” kata saat diwawancarai pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan jurnalis yang digelar Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) di Medan, Selasa 11 Februari 2025. Turut hadir, Ketua LAPK, Padian Adi S Siregar.

Meski terbilang tinggi, namun masyarakat Medan enggan melakukan pemeriksaan kesehatan.

“Medan tinggi tetapi masyarakatnya enggan skrining (periksa kesehatan). Bahkan, pemeriksaan skrining gratis di Puskesmas sepi peminat,” sebut Rafika.

Karenanya, YLKI mendorong agar segera diterapkan kebijakan fiskal. Kebijakan tersebut yaitu penerapan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan.

“Kebijakan non fiskal sudah cukup banyak diterapkan, seperti pemeriksaan kesehatan gratis tetapi sepi peminat.

Sudah ada edukasi edukasi, tetapi ternyata memang belum cukup untuk bisa mengubah (perilaku masyarakat).

Masyarakat cenderung akan berubah perilakunya apabila dipaksa, sebagai contoh penerapan pembayaran non tunai pada jalan tol.

Jadi, harus ada kebijakan fiskal yang memaksa sehingga diharapkan bisa mengubah itu,” ungkap Rafika.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua LAPK, Padian Adi S Siregar menyampaikan bahwa isu minuman manis dalam kemasan merupakan isu yang luput dari perhatian selama ini sehingga perlu didalami karena memiliki dampak jangka panjang.

“Tadi, kami telah mengundang pemerintah daerah (Kota Medan) untuk ikut FGD, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan. Sebelumnya, kami telah melakukan FGD dengan Bea Cukai,” ujarnya.

Untuk diketahui, 10 kota yang dilakukan survei oleh YLKI yakni Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Balikpapan, Makassar dan Kupang.

Responden dalam survei ini adalah orang dengan usia 17 tahun ke atas yang pernah mengonsumsi minuman manis kemasan dalam sebulan terakhir.

Latar belakang survei karena tingginya konsumsi gula penduduk Indonesia, tertinggi nomor 3 di ASEAN pada tahun 2022 di mana 5,5 persen penduduk mengonsumsi lebih dari 50 gr per hari.

Di sisi lain, tahun 2019 Kemenkeu dan Kemenkes mengkaji aturan cukai minuman berpemanis dalam kemasan untuk menekan laju konsumsi gula berlebih yang dapat menyebabkan diabetes dan prevalensi penyakit menular yang mematikan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis survei tersebut, YLKI merekomendasi pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai minuman manis dalam kemasan.

Penerapan cukai pada produk minuman manis dalam kemasan lebih tinggi dari 25 persen, berdasarkan kandungan gula, tanpa pengecualian, secara komprehensif.

Tak hanya itu, pemerintah harus membuat peraturan dan kebijakan yang mengatur pembatasan minuman manis dalam kemasan kepada anak anak dan remaja yang dapat membantu mengurangi dampak pemasaran agresif, termasuk informasi label yang tidak menyesatkan.

Dengan penerapan cukai minuman manis dalam kemasan, maka akan dapat mengurangi beban pembiayaan pemerintah terhadap penanganan penyakit tidak menular yang ditimbulkan seperti diabetes dan lain lain.

Pasalnya, tarif cukai yang terlalu rendah tidak akan menimbulkan dampak yang diinginkan, sehingga tarif cukai harus menimbulkan dampak yang signifikan terhadap pola konsumsi.

Pendapatan cukai minuman manis dalam kemasan itu bisa dialokasikan untuk meringankan beban BPJS Kesehatan.

Kemudian, upaya pencegahan dan sosialisasi untuk mengurangi ketergantungan pada minuman manis dalam kemasan.

Perlu ada regulasi yang mengatur penggunaan pemanis buatan pada industri, untuk dapat memonitor beralihnya industri pada pemanis buatan. (*)

Editor: M Idris

BACA JUGA:  Irigasi Gapoktan Wampu Disegerakan, Petani Dituntut Manfaatkan Teknologi

Konten Terkait

Ciptakan UMKM Unggul Perempuan Melalui PFpreneur

Editor Prosumut.com

Produk UMKM Binaan LPEI Tarik Perhatian Delegasi G20

Editor prosumut.com

Harga Kebutuhan Pokok di Medan Diklaim Relatif Stabil

Ridwan Syamsuri

Kepala BI Sumut: Perusahaan dengan Fitur Dompet Digital Diharapkan Lapor Aset

Editor prosumut.com

Modena Perkenalkan Dua Produk Terbaru

Editor prosumut.com

OJK dan LPS Perbarui Kerjasama Optimalkan Penanganan Bank 

Editor Prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara