Prosumut
Ekonomi

Pasar Modal Optimis di Tengah Pandemi

JAKARTA, 23/4 - LUNCURKAN IDX30. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito (kanan), dan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nurhaida (kiri), memperhatikan layar saat peluncuran IDX30 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (23/4). Bursa Efek Indonesia meluncurkan indeks baru bernama IDX30 yang terdiri dari 30 saham unggulan dan merupakan konstituen dari Indeks LQ45. FOTO ANTARA/Ismar Patrizki/ama/12.

PROSUMUT – Memasuki era New Normal di pertengahan 2020 Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) masih menjadi tema utama perbincangan di berbagai sektor.

Di pasar modal Indonesia, peristiwa ini turut direspons para investor dalam menentukan keputusan arah investasi. Bahkan, saat ini hampir seluruh kinerja indeks Bursa Global mengalami penurunan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sebesar 21,13 persen di level 4.905 pada 30 Juni 2020, dibanding akhir tahun 2019. Pada umumnya, seluruh indeks sektoral mengalami penurunan secara year to date.

Sektor yang mengalami penurunan paling dalam selama tahun 2020 adalah sektor property dan real estate sebesar -36,09 persen. Di sisi lain, sektor consumer goods menunjukkan kinerja indeks yang relatif baik dibandingkan indeks acuannya (IHSG dan LQ45). Bahkan, sektor consumer goods mampu mencatatkan kinerja positif sejak adanya pengumuman kasus COVID-19 pertama di Indonesia.

“Namun, positifnya, aktivitas perdagangan justru terus meningkat. Rata-rata frekuensi perdagangan meningkat 9,64 persen menjadi 514 ribu kali per hari dengan rata-rata total nilai transaksi dan volume transaksi masing-masing sebesar Rp 7,67 triliun per hari dan 7,63 miliar lembar per hari. Sejak Maret 2020, aktivitas transaksi terus mengalami peningkatan seiring diterbitkannya rangkaian kebijakan Pemerintah dan otoritas sektor keuangan dalam melakukan stabilisasi kondisi perekonomian dalam negeri,” kata Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Pintor Nasution, Minggu 5 Juli 2020.

BACA JUGA:  Pasar Akik Direvitalisasi

Lanjutnya, meski aktivitas ekonomi nasional dibayangi Pandemi Covid-19, hal ini tidak menyurutkan minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal. Sementara perkembangan Initial Public Offering (IPO), terdapat 29 perusahaan tercatat baru di BEI sampai dengan 1 Juli 2020 dan terdapat 22 pipeline pencatatan efek saham baru. Pencapaian Perusahaan Tercatat Baru di BEI ini merupakan jumlah tertinggi di antara bursa efek di kawasan ASEAN.

Hingga 17 Juni 2020, terdapat 296 perusahaan tercatat atau 43,3 persen dari total perusahaan tercatat di BEI telah menyampaikan Laporan Keuangan Kuartal 1-2020. Total agregat laba bersih dari 296 Perusahaan Tersebut pada Kuartal 1 (Q1) 2020 mencapai Rp 63,4 triliun atau mengalami penurunan sebesar 19,71% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

“Nilai perhitungan kinerja keuangan Perusahaan Tercatat ini akan terus bergerak, karena  batas waktu penyampaian Laporan Keuangan Q1-2020 Perusahaan Tercatat direlaksasi sampai akhir 30 Juni 2020.Adapun komposisi persentase penyampaian Laporan Keuangan Perusahaan Tercatat Q1-2020 di Indonesia yang sebanyak 43,3 persen tersebut sejalan dengan tren di kawasan regional ASEAN, meliputi Singapura dan Malaysia masing-masing 34 persen dan 66 persen dari total Perusahaan Tercatat yang ada di kedua bursa di negara tersebut,” sebutnya.

Sementara itu, dari sisi investor pasar modal, sampai dengan Mei 2020, terdapat pertumbuhan jumlah investor sebesar 13 persen menjadi 2,81 juta investor, yang terdiri dari investor saham, reksa dana, dan obligasi, dibandingkan akhir tahun lalu. Investor saham mengalami kenaikan sebesar 8 persen dari tahun 2019 atau mencapai 1,19 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID) per Mei 2020.

BACA JUGA:  Manfaat Jadi Mitra UMKM Binaan Bank Indonesia, Omzet Meningkat 100 Persen hingga Promosi Gratis

“Jika dilihat dari klasifikasi usia investor, Pasar Modal Indonesia mulai didominasi oleh investor muda dan milenial, tercermin dari tren pertumbuhan investor saham yang berada pada usia 18-30 tahun dalam 4 tahun terakhir. Pertumbuhan aktivitas investor ritel dalam tiga bulan terakhir juga melonjak yang secara rata-rata naik lebih dari 50 persen (periode April -Juni 2020) dibandingkan di periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dari sisi jumlah produk berbasis Local Index, pertumbuhan Exchange Traded Fund (ETF) yang eksponensial, membuat Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN, seiring dengan pertumbuhannya yang signifikan sejak 2018,” paparnya.

Pada Juni 2020, sambung Pintor telah dicatatkan 2 produk ETF baru di BEI, sehingga sampai dengan saat ini, telah terdapat 45 ETF tercatat, 22 Manajer Investasi Penerbit ETF, dan 7 Dealer Partisipan ETF di Pasar Modal Indonesia.

Nilai transaksi ETF secara keseluruhan juga terus menunjukkan peningkatan yang signifikan pada beberapa tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 55 persen sejak 2016 sampai dengan 2019.

Sebagai upaya dukungan terhadap program pemerintah dalam memitigasi dampak COVID-19 terhadap aktivitas perekonomian nasional, Self-Regulatory Organisation (SRO) melalui koordinasi bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menetapkan serangkaian stimulus yang akan diberikan kepada stakeholders pasar modal.

BACA JUGA:  Mitra Binaan Pertamina Ekspor Perdana 2,5 Ton Kerupuk Kulit Ikan Patin ke Malaysia

Diantaranya, pertama, dukungan BEI dalam penyediaan infrastruktur teknologi informasi (TI) kepada Anggota Bursa (AB) selama work from home (WFH) dengan menggunakan internet dan cloud.

“Kedua, pemotongan biaya pencatatan saham tambahan sebesar 50 persen dari perhitungan nilai masing-masing biaya bagi perusahaan tercatat. Ketiga, penerapan relaksasi atas Dana Jaminan dengan memberikan keringanan atas kutipan setoran Dana Jaminan kepada Anggota Kliring yang sebelumnya sebesar 0,01 perse  menjadi 0,005 persen dari nilai setiap Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas,” jelasnya.

Keempat, penerapan relaksasi keringanan biaya kepada penerbit efek berupa pembebasan biaya penggunaan e-Proxy, pembebasan biaya Pendaftaran Efek Awal atas Efek yang diterbitkan melalui Equity Crowdfunding (ECF), dan pengurangan Biaya Pendaftaran Efek Tahunan sebesar 50% atas Efek yang diterbitkan melalui ECF.

“Kelima, pemberian alternatif jaringan koneksi menggunakan Virtual Private Network (VPN), penyesuaian biaya penyimpanan (safekeeping fees) sebesar 10 persen dari sebelumnya 0,005 persen per tahun menjadi 0,0045 persen per tahun. Keenam, dukungan kepada industri reksa dana berupa pemberian alternatif jaringan koneksi menggunakan VPN, penyesuaian biaya bulanan produk investasi untuk produk investasi yang terdaftar, dan pembebasan biaya pendaftaran Produk Investasi yang didaftarkan,” pungkasnya. (*)

 

Reporter : Nastasia
Editor        : Iqbal Hrp
Foto            : 

Konten Terkait

Disebut Bisnis “Bakar Duit”, Lippo Lepas 2/3 Saham OVO

valdesz

FEB UI: Gojek Sumbang Rp7 Triliun untuk Perekonomian di Medan

Editor Prosumut.com

Mei 2019, Wisatawan Sumut Capai 16 Ribu Kunjungan

Editor prosumut.com