PROSUMUT – OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia telah mengurangi produksi minyak sejak 2017 untuk mencegah penurunan harga di tengah produksi dari Amerika Serikat, yang telah mengambil alih posisi Rusia dan Arab Saudi sebagai produsen top dunia.
Kekhawatiran tentang permintaan global sebagai akibat dari perang dagang AS-Cina telah menambah tantangan yang dihadapi oleh 14 negara anggota OPEC, walaupun saat ini keduanya sudah bersalaman.
Gary Ross dari Black Gold Investors mengatakan Arab Saudi telah melakukan yang terbaik pada harga US$70 per barel terlepas dari apa yang diinginkan Trump. Tetapi mereka belum berhasil, bahkan ekspor minyak Iran dan Venezuela sudah menurun. Dan alasannya adalah lemahnya permintaan dan pertumbuhan shale (minyak AS).
“Amerika Serikat, meskipun bukan anggota OPEC, juga tidak berpartisipasi dalam pakta pasokan, namun merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Lonjakan harga minyak mungkin mengarah ke bensin yang lebih mahal, ini menjadi masalah utama bagi Trump jika ia ingin terpilih kembali tahun depan,”katanya,Rabu (3/7).
Brent awalnya naik sebanyak US$2 pada hari Senin menuju US$67 per barel karena para pedagang mengutip tekad OPEC untuk membatasi output. Tapi setelah aksi ambil untung, harga menurun ke US$65.
Pertemuan OPEC pada hari Senin kemarin, akan diikuti oleh pembicaraan dengan Rusia dan sekutu lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC +, pada hari Selasa.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, bahwa ia telah setuju dengan Arab Saudi untuk memperpanjang pengurangan produksi global sebesar 1,2 juta barel per hari, atau 1,2% dari permintaan dunia, hingga Desember 2019 atau Maret 2020.(*)