PROSUMUT – Rencana Pemprov Sumut mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Kota Medan menjadi ruang terbuka hijau (RTH), mendapat tentangan dari Pemko Medan.
Sekda Kota Medan Wiriya Al Rahman mengatakan, pihaknya masih terikat kontrak dengan pihak ketiga untuk pemanfaatan Lapangan Merdeka hingga beberapa waktu ke depan.
“Kita masih terikat perjanjian terkait hal itu (pengalihfungsian Merdeka Walk menjadi RTH). Perjanjian tersebut tentu tidak bisa dilanggar. Jika ada pembatalan sepihak, tentu bakal ada efeknya,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan pihaknya sedang memproses usulan berbagai pihak yang menginginkan Lapangan Merdeka kembali menjadi RTH.
“Mari kita mendukung bersama-sama mengembalikan fitrahnya, Lapangan Merdeka adalah milik rakyat. Tempat orang berolahraga. Tempat orang bersama keluarga. Di Lapangan Merdeka itu,” kata dia, Selasa 12 Februari 2019.
Saat ini, Lapangan Merdeka memang masih belum steril. Tepat di dekat titik nol Kota Medan, berjejer gerai kuliner dengan bangunan permanen.
Pohon-pohon Trembesi yang ditanam pada zaman Belanda, banyak dibabat karena pembangunan.
Baca juga : Melihat Benda Pusaka Peninggalan Nabi Muhammad di Medan
Meski demikian, Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan mengatakan, kontrak atau MoU yang dilakukan bersama pihak ketiga masih berjalan dan jangka waktunya juga masih sangat lama.
“Untuk kontrak, setahu kita masih berjalan. Masih lama itu. Itu untuk 25 tahun MoU nya, sampai 2031,” ujarnya.
Hanya kebijakan Wali Kota Medan yang bisa mengatur hal tersebut. Merujuk pada otonomi daerah yang berlaku.
“Kita kan ada juga MoU dengan pihak-pihak lain terkait Merdeka Walk. Kan tidak bisa sembarangan dan serta-merta. Ini kan bukan komando seperti di militer. Jadi enggak bisa secara perintah seperti itu. Kita punya Perda yang mengatur dan kita punya kebijakan wali kota yang bisa mengatur sesuatu apabila ketentuan ketentuan tidak dilanggar,” tuturnya
Pada zaman Belanda, nama Lapangan Merdeka adalah de Esplanade. Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di sana. Termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada 22 November 1924.
Pada 1942, nama Esplanade berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna “lapangan di tengah kota”. Fungsinya tetap sama, sebagai lokasi upacara resmi pemerintahan.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido yang menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia.
Nama Fukuraido berubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan Wali Kota Medan Luat Siregar
Hingga sekitar tahun 1950, di Lapangan Merdeka juga terdapat Monumen Tamiang yang didirikan pemerintah Belanda.
Monumen itu dibangun untuk memperingati tentara Belanda yang menjadi korban dalam Perang Tamiang (1874-1896).
Di sebelahnya terdapat sebuah geriten (jambur Karo) yang kini juga telah tidak ada. (*)