PROSUMUT – Masyarakat adat di Sumut masih sulit untuk ikut pemilihan umum (pemilu) . Menurut Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), ada beberapa alasan yang membuat masyarakat adat di kedua wilaya itu tak bisa ikut pemilu, salah satunya e-KTP.
“Karena permasalahan utamanya untuk UU Pemilu harus punya KTP elektronik [e-KTP], sedangkan banyak masyarakat adat yang enggak punya e-KTP karena hidup di hutan lindung,” kata salah satu peneliti Perludem, Mahardhika, Jumat (16/11/2018).
Secara hukum, mereka tidak diperbolehkan untuk tinggal di hutan lindung. Persoalan konflik lahan tempat tinggal ini salah satunya dialami Komunitas Masyarakat Adat Rakyat Penunggu di Kampung Menteng, Desa Amplas, Sumatera Utara yang berada dalam kawasan konflik dengan Hak Guna Usaha (HGU) ex-Perkebunan Nusantara (PTPN) II.
Negara tidak mau mengakui domisili masyarakat adat karena berada dalam kawasan HGU ex-PTPN II. Kondisi ini menyebabkan pemerintah Desa Amplas menolak untuk melakukan pendataan penduduk sebab dianggap sebagai penduduk ilegal. Berdasarkan penelitian Perludem, tercatat sebanyak 147 orang masyarakat adat Kampung Menteng tidak terdata sebagai pemilih.
Selain itu, persoalan lain yaitu masyarakat adat sulit untuk mengakses pelayanan administrasi kependudukan yang dilakukan di Kantor Kecamatan maupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
“Akses yang jauh itu bikin masyarakat adat, khususnya orang-orang tua, belum terekam datanya. Ada juga yang sudah merekam, tapi KTP elektroniknya belum selesai karena terhambat di birokrasi, padahal akses ke sananya saja sudah sulit,” kata Mahardhika.
Mahardhika mengatakan, ia belum lama ini menyampaikan temuan-temuan dari penelitian Perludem ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Kami berharap dua sampel ini jadi warning untuk KPU agar bisa mendata lagi permasalahan masyarakat adat di tempat lain,” katanya.
Atas temuan tersebut, komisioner KPU Hasyim Asyari menyampaikan akan berkomunikasi dengan pemerintah daerah setempat. Mereka pun akan mengakomodir masyarakat adat yang sulit mendapatkan akses tersebut.
“Jadi jangan sampai permasalahan data kependudukan menjadi hambatan untuk mengikuti pemilu,” kata Hasyim. (ed)