PROSUMUT – Rokok elektrik atau yang biasa dikenal dengan sebutan vape, saat ini menjadi tren khususnya di kalangan anak muda.
Lantaran rokok konvesional yang selama ini dikenal masyarakat Indonesia dianggap mengancam kesehatan.
Hal inilah yang membuat banyak yang beralih dari rokok batangan konvensional ke vape karena dinilai lebih aman.
Sebab tidak mengandung asap dan hadir dengan banyak pilihan rasa.
Rokok elektronik (Elecronic Nicotine Delivery Systems atau e-Cigarette) juga tak kunjung henti menimbulkan kontroversi.
Apalagi sejak ratusan warga AS dilaporkan terserang penyakit paru-paru misterius setelah menggunakan rokok elektrik ini.
Meski penyebab pastinya masih terus diselidiki, namun kasus 193 kematian akibat vape pada akhir Agustus 2019 terus bertambah, dimana di awal September 2019 lalu, terdapat 5 orang meninggal dunia diduga ada hubungannya dengan penggunaan rokok elektrik ini.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui rokok elektrik telah menjadi masalah di Amerika Serikat.
“Ada kematian dan banyak masalah lain,” kata dia di Gedung Putih, Rabu 11 September 2019, waktu setempat.
Dikutip dari Reuters.com, kini pejabat kesehatan masyarakat AS sedang menyelidiki 450 kasus penyakit paru-paru terkait vaping potensial di 33 negara bagian dan satu wilayah A.S.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono, Selasa 20 September 2019, mengatakan bahwa rokok elektrik memiliki risiko bahaya yang sama dengan rokok konvensional.
Bahkan menurutnya, dalam beberapa hal vape lebih berbahaya daripada rokok biasa.
Sementara itu, beberapa hasil penelitian lokal maupun internasional menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape disebut sebagai produk yang “less harmfull” atau kurang berbahaya.
Vaping juga dikategorikan sebagai produk “harm reduction” atau pengurangan bahaya sebagai alternatif rokok konvensional.
Sayangnya, konsep “harm reduction” itu justu ditelan mentah-mentah, khususnya oleh para remaja.
Hasil riset yang diadakan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) pada Agustus hingga September 2018 lalu terhadap siswa SMA/SMK menyebutkan ada sebanyak 41,6 persen remaja lebih berani mencoba rokok elektrik daripada rokok konvensional lantaran dianggap lebih aman.
Jumlah responden dari riset ini sebanyak 767 siswa yang mewakili populasi pelajar SMA dan SMK di Jakarta.
Angka sebaran (prevalensi) pengguna rokok elektrik dalam riset tersebut mencapai 11,9 persen atau 1 dari 8 siswa.
Mouhamad Bigwanto, dosen dan peneliti dari Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) UHAMKA, dikutip dari vapemagz.co.id, menjelaskan bahwa remaja sangat mungkin tertipu konsep “harm reduction” hingga lebih berani mencoba rokok elektrik.
Dalam riset yang dilakukannya tersebut hanya 40,6 persen remaja yang masih mau mencoba rokok batangan.
Ditemukan juga sebanyak 22 persen responden remaja setuju rokok elektrik lebih aman. Sementara 3 persen remaja lainnya sangat setuju kalau rokok elektrik lebih baik untuk kesehatan.
Apa itu Rokok Elektrik?
Vape atau rokok elektrik adalah salah satu jenis dari penghantar nikotin elektronik.
Rokok jenis ini dirancang untuk membantu pecandu rokok tembakau mulai berhenti merokok.
Dengan beralih dari rokok tembakau ke rokok elektrik, secara perlahan mereka belajar untuk berhenti merokok.
Peneliti dari Harvard mengungkapkan bahwa pengguna rokok elektrik beresiko mengidap penyakit bronchiolitis obliterans atau lebih akrab disebut sebagai ‘popcorn lung’.
Kandungan kimia di dalam vape secara sistematis menghancurkan saluran udara paru-paru terkecil.
Jangan dianggap enteng, karena satu-satunya cara mengatasi penyakit ini hanyalah dengan melakukan transplantasi paru-paru.
Tak hanya rokok konvensional, namun pengguna rokok elektrik juga bisa kecanduan meskipun pada katrid tertulis “nicotin-free”.
Hal ini ditunjukan dengan hasil tes laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang menemukan bahwa terdapat kandungan nikotin yang besarnya tidak sesuai pada label katrid isi ulang.
Jadi meskipun pada katrid vape tertulis “nicotin-free”, belum tentu benar-benar bebas nikotin, karena kandungan nikotin yang membuat seseorang kecanduan tersebut ada pada katrid isi ulang.
Cairan rokok elektrik juga mengandung zat-zat kimia yang tak hanya berbahaya bagi penggunanya tapi berbahaya juga bagi anak-anak.
Kandungan nikotin cair di dalamnya sangat tinggi. Efek sampingnya bisa membuat otot berkedut, detak jantung meningkat, muntah, dan berkeringat. Bahkan apabila cairan terkena kulit, bisa menyebabkan sensasi terbakar.
Pasalnya dalam sebuah penelitian menemukan bahwa unsur logam seperti timah, nikel, perak, besi, aluminium, silikat, dan kromium ternyata terkandung dalam asap yang dihasilkan rokok elektrik dalam jumlah yang sama, bahkan lebih besar daripada yang ditemukan dalam asap rokok konvensional atau rokok batangan.
Tapi yang lebih mengerikan lagi adalah sebagian besar bahan rokok elektrik juga mengandung formaldehid atau formalin, bahan pengawet di kamar jenazah.
Hal ini ditemukan oleh seorang profesor kimia dan teknik di Portland State University di Oregon dimana hasil penelitian laboratorium menunjukan adanya formaldehid atau formalin dalam cairan rokok elektrik.
Formalin cairan kimia berbahaya
Formaldehid atau formalin adalah bahan pembuatan lem dan alat perekat, pelapis produk kertas dan bahan bangunan, bahkan di dunia kedokteran cairan ini digunakan sebagai bahan pengawet di kamar jenazah dan laboratorium medis.
Risiko terkena penyakit pneumonia lipoid juga bisa dialami pengguna rokok elektrik.
Hal ini dialami oleh seorang wanita berusia 42 tahun yang terkena pneumonia lipoid saat baru saja menjadi pengguna rokok elektrik.
Kasus ini disebabkan oleh reaksi peradangan terhadap keberadaan zat lipid di paru-paru, atau timbunan lemak yang ditemukan di jaringan paru-paru.
Dokter mengatakan bahwa itu semua ada hubungannya dengan minyak berbasis gliserin yang ditemukan dalam vape.
Setelah berhenti menggunakan vape, kondisi pernapasannya membaik.
Menurut Flori Sassano, seorang peneliti utama di Fakultas Kedokteran, University of North Carolina melaporkan bahwa beragam bahan kimia dalam rokok elektrik beracun bagi sel manusia, tapi yang paling beracun adalah perasa yang terkandung di dalam cairan atau liquid vape.
Sebagian besar cairan dalam vape terdiri dari propilena glikol dan gliserin nabati.
Bahan perasa ini aman ketika dikonsumsi atau dicerna dalam tubuh tetapi bahaya ketika dihirup masuk dalam sistem pernapasan.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Frontiers in Physiology melaporkan bahwa liquid rokok elektrik dengan perasa vanili dan kayu manis termasuk perasa yang paling beracun. (*)