PROSUMUT – Data dari China menunjukan bahwa negara tirai bambu tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal I-2020. Angkanya tidak main-main sebesar minus 6,8 persen.
Penurunan pertumbuhan ekonomi di China ini tidak bisa dianggap remeh, dikarenakan akan memberikan dampak negatif sangat signifikan bagi negara lain termasuk Indonesia.
Menurut pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, pada Desember 2019 lalu China menemukan adanya pasien Covid-19, dan melakukan lockdown sejumlah wilayah khususnya Wuhan. Ternyata, kebijakan tersebut memberikan pukulan besar bagi ekonomi China termasuk dunia.
Sebab, China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS). Dan AS pun juga akan mengalami tekanan pertumbuhan ekonominya.
“China ini kan memang sejak awal tahun aktivitas ekonominya mulai terganggu sehingga memicu perlambatan. Namun pada bulan Februari ke Maret, AS dan sejumlah negara Eropa lainnya mulai terganggu secara signifikan aktivitas ekonominya. Disusul Indonesia pada Maret baru mulai menemukan adanya pasien yang mengakibatkan aktivitas ekonomi mulai goyang di April,” ungkap Gunawan, Minggu 19 April 2020.
Karenanya, China lebih menggambarkan bagaimana Covid-19 telah menekan pertumbuhan ekonominya di kuartal pertama sebesar minus 6,8 persen.
Nantinya Eropa dan AS juga akan mengalami penurunan, walaupun angkanya di kuartal pertama masih lebih kecil dari kisaran minus 6 persen.
Untuk Indonesia, karena tiga bulan pertama tidak sepenuhnya terganggu, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di angka 4,6 persen.
Namun, menteri keuangan menyatakan bahwa kemungkinan pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 ini skenario terburuknya adalah pertumbuhan negatif atau minus.
Sedangkan di wilayah Sumut, triwulan I-2020 Sumut masih akan mampu tumbuh positif dalam rentang angka 4,9 persen hingga 5 persen tahun ke tahun atau year on year (yoy). Akan tetapi, pada kuartal kedua ini yang lebih berbahaya bagi Sumut.
“Saya menilai bahwa di kuartal kedua tekanan ekonomi Sumut akan semakin besar dan berpeluang menekan laju pertumbuhan di kisaran 3,05 persen (yoy,)” sambung Gunawan.
Bahkan, lanjut dia, pertumbuhan akan semakin terpuruk jika pemerintah daerah khususnya Pemprovsu memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Atau ada kemungkinan buruk lainnya adalah lockdown.
Sumber pertumbuhan ekonomi seperti kota Medan, Siantar, Sibolga, Tanjung Balai, dan beberapa pusat kota di Sumut. Jika memberlakukan lockdown di kuartal kedua dinilai pertumbuhan ekonomi Sumut akan terhempas kekisaran 2,2 persen hingga 2,5 persen secara yoy.
“Meski demikian, saya menilai potensi Sumut untuk mencetak pertumbuhan negatif belum terlihat sejauh ini. Dari beberapa skenario yang saya buat, Sumut justru masih berpeluang untuk tumbuh positif di atas 1,2 persen di tahun 2020. Bahkan, seandainya lockdown dilakukan di wilayah ini untuk 2 hingga 4 minggu di kuartal kedua. Akan tetapi, itu masih berupa skenario, sangat tergantung dengan kebijakan pemerintah daerah khususnya saat berhadapan dengan Covid-19,” jelas Gunawan.
Ia menambahkan, pada intinya semakin buruk penanganan Covid-19 yang berdampak pada kemungkinan terpuruknya ekonomi, maka asumsi dasarnya nanti akan dirubah dengan perhitungan yang memiliki kecenderungan untuk turun atau mungkin terjun bebas.
“Satu hal lagi, ingat China ini menjadi mitra dagang Sumut yang berpengaruh. Apapun yang terjadi disana bisa memberikan pukulan bagi Sumut,” pungkasnya. (*)
Reporter : Rayyan Tarigan
Editor : Iqbal Hrp