Prosumut
BudayaTraveling

Wisata Halal Danau Toba : Penting atau Tak Penting?

BEBERAPA hari ini, berembus berita tentang wacana Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, yang ingin menyulap Danau Toba jadi wisata halal atau wisata syariah.

Sontak warga dan pemerintah kabupaten yang berada di sekitarnya bereaksi menolak keras.

Demikian juga warganet Batak, terutama Batak yang bukan muslim yang berdomisili di seluruh Indonesia pun mancanegara.

Emang kenapa kalau diberi label halal atau syariah?

Aku, sebagai orang Kristen, mau berbicara dari hati ke hati dengan saudara-saudara muslim. Aku tahu ini sangat-sangat sensitif, tapi aku harus bicara.

Tahukah kalian bahwa dengan kondisi seperti sekarang ini, di mana semangat beragama mayoritas umat muslim di negeri ini sangat menggebu-gebu, itu menimbulkan kekhawatiran bagi kami yang nonmuslim?

Kami tidak akan khawatir bila teman-teman muslim makin taat beragama, tapi tidak berdampak pada umat lain.

Sayangnya, sering kali makin taat menjalankan agama, tanpa disadari, akan menyenggol umat nonmuslim.

Misalnya, imbauan sekolah, walaupun sekolah negeri, agar murid perempuan memakai jilbab ke sekolah telah menarik garis tegas yang membedakan mana murid muslim dan mana yang tidak.

Apakah ke depannya akan ada perbedaan kantin untuk siswa muslim dan nonmuslim?

Salah-tidaknya aturan sekolah masih dapat diperdebatkan, tapi dampaknya kepada pergaulan siswa sangat luar biasa.

Banyak anak yang tidak berjilbab dibully, dikatai akan masuk neraka. Apalagi bukan muslim, maka sebutan kafir sering dilontarkan pada mereka.

Bahkan anak SD yang belum paham makna sesungguhnya dari kata kafir.

Malah ada sekolah negeri yang mengharuskan semua siswinya berjilbab walaupun nonmuslim. Aku sadar akan banyak yang bereaksi pada tulisan ini dengan meminta bukti di mana kejadiannya.

Silakan gunakan waktu Anda untuk mencari beritanya di mesin pencari.

Anda pernah dengar kasus Asia Bibi di Pakistan? Asia Bibi adalah perempuan Pakistan yang beragama Kristen. Suatu hari dia bertengkar dengan tetangganya kemudian dia dijebloskan ke dalam penjara atas pasal penistaan agama.

Setelah delapan tahun dipenjara, turun fatwa hukuman pancung atas dirinya.

Bila saja pemimpin Indonesia saat ini bukan kaum nasionalis, aku yakin Indonesia beralih ke sistem pemerintahan berbasis agama.

Dan kasus seperti Asia Bibi akan banyak terjadi di Indonesia.

Anda bilang nonmuslim terlalu parno? Ahok yang sudah menjadi bukti.

Bagi nonmuslim, daerah-daerah yang bukan mayoritas muslim seperti Bali, kawasan sekitar Danau Toba, Nias, Manado, Papua, dan lain-lain menjadi pertahanan terakhir.

Nonmuslim ingin daerah-daerah ini bebas dari jargon-jargon Islam seperti halal atau syariah.

Kondisi psikologi nonmuslim yang sering menjadi warga negara kelas dua di daerah mayoritas muslim menjadi ketar-ketir.

Warga Danau Toba dan sekitarnya cukup terbuka terhadap pendatang yang beragama Islam. Masjid pun ada berdiri di sana.

Bila berkunjung ke Danau Toba, silakan menjalankan agama masing-masing, tapi jangan sematkan label islami pada daerah tersebut karena istilah itu dianggap seperti upaya menggerogoti budaya setempat dan mengancam jati diri suku Batak.

Itulah sebabnya banyak yang keberatan dan menganggap hal ini adalah upaya islamisasi.

Anda mungkin berkata kaum nonmuslim hanya terlalu khawatir saja. Tapi melihat kondisi Indonesia yang makin agamais, baik masyarakatnya maupun pemerintah daerahnya, wajarlah kami ketakutan.

Kaum muslim mungkin berkata, “Yaelahh, maksudnya nggak sampai begitu juga kali. Cuma mau difasilitasi tempat ibadah, rumah makan halal, dan dihilangkan babi-babi dan bekas babi di jalanan yang kami lalui.”

Begini kata Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Maruap Siahaan, tentang babi di Tapanuli Utara, saat menjawab medanbisnisdaily.com:

“Konsep wisata Kawasan Danau Toba (KDT) adalah wisata berbasis budaya Batak dan babi itu sebagai simbol adat bagi orang Batak. Justru ciri khas ini mesti dipertahankan bahkan dipromosikan sebagai kekayaan kuliner setempat.

Harmony dan hospitality di KDT tidak lepas dari babi sebagai objek penting acara adat Batak.”

Mungkin penjelasan Maraup Siahaan ini terlalu vulgar dan tidak bersahabat terhadap muslim. Tapi seperti itulah kondisi orang Batak kebanyakan saat ini, dan mereka takut budaya itu terganti dengan budaya tambahan yang melarang kebebasan mereka melaksanakan adat yang selalu melibatkan babi.

Di mana langit dijunjung, di situ tanah dipijak. Toraja yang jauh dari islami karena pesta adatnya juga selalu menggunakan makanan berbahan babi tetap mendapat kunjungan turis yang sangat besar.

Bila Danau Toba parawisatanya masih tertinggal, sebagian besar mungkin karena mental penduduknya yang kurang sadar wisata.

Sebaiknya Pemda Sumut meluangkan waktu untuk memberi pelatihan kepariwisataan bagi semua orang yang terlibat.

Ajarkan pada mereka bagaimana cara menghadapi tamu, tata krama nasional atau internasional, senyum lebih diperbanyak walaupun wajah orang Batak keras.

Nada suara diperhalus supaya tamu tidak ketakutan karena dianggap sedang marah. Kebersihan ditingkatkan di semua tempat, jangan ada sampah bertebaran di mana-mana.

Hal itu yang lebih penting diperhatikan Pemda Sumut daripada tiba-tiba mengusulkan label yang tidak nyaman bagi penduduk lokal. Horas! (*)

Konten Terkait

Pemko Tebingtinggi Serahkan Bantuan Sembako ke Panti Sosial

admin2@prosumut

YPI-CSR, Bentuk Kelompok Simpan Pinjam di 6 Desa Terdampak Bencana

admin2@prosumut

Peduli Covid-19, Rotary Club’ Medan Deli Berbagi Sembako ke Jurnalis

admin2@prosumut

Medan Tourism Vlog and Video Contest Berhadiah Jutaan Rupiah Digelar, Yuk Buruan Ikutan!

Ridwan Syamsuri

Dinkes Sumut Sembelih 10 Hewan Qurban

admin2@prosumut

BPODT Salurkan Dana Kerohiman Lahan Zona Otorita

admin2@prosumut
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara