Prosumut
Ekonomi

Sumut Diprediksi Deflasi, Skema Normal Baru Gagal?

PROSUMUT – Kinerja sejumlah harga kebutuhan pokok belakangan ini mengalami penurunan. Di bulan Juni, terdapat beberapa komoditas yang turun diantaranya, bawang merah, bawang putih, gula pasir, dan daging ayam.

Selain itu, sejumlah harga ikan laut juga mengalami penurunan. Tren penurunan ini berpeluang menggiring deflasi di wilayah Sumut.

“Sejauh ini, dinilai perkembangan harga yang turun tersebut berpeluang menggiring deflasi Sumut setidaknya mencapai 0,5 persen. Namun, kondisi harga bisa saja berubah nantinya, tergantung dari perkembangan harga hingga akhir Juni,” ujar pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, Kamis 18 Juni 2020.

Menurut dia, tren deflasi ini sudah begitu terasa, terlebih cabai yang kerap menjadi penyumbang inflasi harganya juga tidak mengalami kenaikan. Harganya, bergerak stabil meskipun dengan rata-rata kenaikan yang tipis.

BACA JUGA:  Jelang Nataru, Pertamina Sumbagut Sidak Lembaga Penyalur BBM dan LPG di Sumut

“Kinerja harga cabai tersebut jika bertahan sampai akhir Juni, maka deflasi bisa dipastikan terjadi. Tinggal lebih kurang sepekan lagi, nanti akan kita perbaharui berapa perkiraan besaran deflasi di akhir bulan,” ungkap Gunawan.

Namun, deflasi di tengah transisi normal baru ini bisa saja diartikan sebagai kegagalan dimana daya beli masyarakat tetap bermasalah. Atau, deflasi dipandang sebagai pertanda buruk bagi perekonomian.

Cara menilainya, dari harga sejumlah kebutuhan pokok yang tak kunjung membaik seperti cabai yang menjadi komoditasnya. Di samping itu, banyak pedagang yang masih saja mengeluhkan omset penjualan yang tak kunjung berbalik misalnya saat sebelum pandemi corona.

BACA JUGA:  Indomobil Group dan PLN Icon Plus Kolaborasi Strategis dalam Electricity Connect 2024

Akan tetapi, deflasi saat ini lebih dikarenakan oleh kondisi barang yang terlanjur mahal yang diakibatkan gangguan persediaan selama pandemi berlangung. Khususnya, sejak bulan Maret hingga Mei lalu dimana terjadi ketidakseimbangan pasar yang diakibatkan banyak faktor. Namun, faktor utama adalah corona yang memicu aktivitas masyarakat melambat.

“Jadi deflasi bulan ini nantinya tidak semuanya merupakan kabar buruk, tetapi sebagian besar lebih dipengaruhi oleh tren keseimbangan harga yang baru, yang terlanjur mahal saat aktivitas masyarakat dibatasi. Nah, kita tunggu di bulan Juli, jika nanti di bulan tersebut pemerintah berani membuka seluas-luasnya aktivitas masyarakat,” paparnya.

BACA JUGA:  Sektor Keuangan Sumut Tumbuh Positif: Kredit Naik 8,35 Persen, Fintech Melejit 46,45 Persen

Maka dari itu, kesimpulan dari efektifitas normal baru dan pengaruhnya terhadap ekonomi masyarakat baru akan dirasakan.

Meski demikian, tetap berpendirian bahwa sampai akhir tahun ini daya beli masyarakat belum akan mampu menggerakan ekonomi kembali seperti tahun 2019. Terlebih, pengaruhnya terhadap harga komoditas.

“Harga pangan yang berlaku akan lebih banyak dipengaruhi oleh sisi persediaan. Sebab, ekonomi belum akan pulih dalam waktu dekat terlebih jika berbicara akhir tahun,” tandasnya. (*)

 

Reporter : Rayyan Tarigan
Editor        : Iqbal Hrp
Foto            : 

Konten Terkait

DFSK Perkenalkan Glory 560 di Medan, Mobil SUV Dibanderol Mulai Rp195 jutaan

Editor prosumut.com

Sambut Nataru 2023/2024, Telkomsel Hadirkan Pelayanan Maksimal di Area Sumatera

Editor prosumut.com

Erupsi Sinabung Belum Berdampak Pada Harga Pangan Masyarakat

admin2@prosumut

Inacraft 2022, Mendag: Tetaplah Tangguh di Tengah  Pandemi

Editor prosumut.com

Pelaku UMKM Diberi Latihan Pemasaran Digital

admin2@prosumut

Telkomsel dan Gojek Perkuat Sinergi untuk Pemberdayaan Mitra UMKM

Editor Prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara