Prosumut
Anggota Komisi X DPR RI, dr Sofyan Tan, saat acara Bimtek Pencegahan dan Pemulihan Stunting yang digelar BRIN di Medan.
Kesehatan

Sofyan Tan: Cegah Stunting dari Ibu Hamil, Bukan Anak Sekolah

PROSUMUT – Anggota Komisi X DPR RI, dr Sofyan Tan, menegaskan bahwa upaya pencegahan stunting harus dimulai sejak masa kehamilan ibu, bukan ketika anak sudah memasuki usia sekolah.

Hal ini disampaikannya dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek)Pencegahan dan Pemulihan Stunting yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Komisi X DPR RI di Hotel Grand Dhika, Jalan dr. Mansyur, Medan, Jumat 10 Oktober 2025.

“Pencegahan stunting tidak cukup hanya dengan memberi makan gratis kepada anak sekolah. Otak anak berkembang pesat sejak tiga bulan pertama kehamilan ibu.

Karena itu, ibu hamil harus menjadi fokus utama intervensi gizi,” ujarnya.

Dia menekankan, bahwa generasi emas yang sehat dan cerdas hanya bisa dicapai bila masalah stunting ditangani dari akar.

Stunting, menurutnya, bukan sekadar persoalan tinggi badan, tapi juga menyangkut tumbuh kembang otak dan perilaku anak.

Lebih lanjut Sofyan Tan menyampaikan, gejala stunting pada anak usia 0-2 tahun. Antara lain, tinggi badan lebih pendek dari rata-rata seusianya.

Kemudian, berat badan lebih rendah seperti misalnya saat bayi lahir 3 kg, maka saat usia 1 tahun beratnya seharusnya sekitar 9 kg.

Selanjutnya gejala lain ialah lingkar kepala yang kecil, yang mempengaruhi perkembangan otak, daya ingat lambat, sulit menangkap apa yang disampaikan orang.

Lalu, imunitas tubuh rendah, sering jatuh sakit, kulit dan kuku kering, tidak sehat, wajah terlihat muda dari usia rata-rata balita, perilaku berbeda dari anak normal, dan terakhir pertumbuhan gigi terlambat.

“Ini semua 9 gejala anak yang stunting yang harusnya bisa dicegah sejak dalam kandungan, jika gizi ibu hamil terpenuhi,” terangnya.

Sofyan Tan mengingatkan seorang anak bisa pintar bukan karena makanannya yang mewah dan mahal. Namun yang terpenting adalah kecukupan protein dan zat besi sejak dalam kandungan ibu.

Beberapa sumber makanan yang murah dan mudah didapat namun kaya kandungan gizi antara lain ayam kampung, tempe, tahu, dan daun ubi tumbuk yang kaya zat besi.

“Daun ubi itu kaya klorofil, kalau ditumbuk zat besinya keluar. Ini contoh makanan murah, mudah didapat, tapi tinggi gizi. Makanya orang Mandailing itu banyak yang cerdas karena sering dimasakin daun ubi tumbuk bukan karena pelit, tapi karena kaya gizi,” ungkap Sofyan Tan disambut tawa peserta.

Sementara itu, Peneliti Ahli Muda BRIN, Budi Setyawati SP MPH, menyampaikan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang yang dapat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan dan produktivitas anak.

“Gejala awal bisa terlihat dari tubuh yang pendek, tapi tidak semua anak pendek itu stunting.

Dampak jangka panjangnya bisa menyebabkan gangguan reproduksi, penurunan produktivitas, penyakit kronis, hingga gangguan mental,” jelas Budi.

Ia juga menyebutkan bahwa hasil riset BRIN menunjukkan anak-anak yang awalnya tidak menunjukkan gejala stunting bisa mulai bergejala setelah usia dua tahun jika tidak ditangani secara tepat.

“Pada tahun 2013, prevalensi stunting pada anak usia dini mencapai 33,3 persen. Namun berkat intervensi program pemerintah, angka ini kini turun menjadi sekitar 20 persen,” ungkapnya. (*)

Editor: M Idris

Konten Terkait

Terpapar Covid-19 dari Soekirman? Ini Kata Anggota DPRD Sumut

Editor Prosumut.com

Masker dan Gel Sanitizer Langka di Medan

Editor prosumut.com

Terkini Covid-19 di Kabupaten Labuhanbatu, Ini Penjelasan Kadis Kesehatan

admin2@prosumut

Pemko Tebingtinggi, USU dan ANTEB Gelar Rapid Test Massal

admin2@prosumut

Data Covid-19 di Sumut Masih Bertambah

Editor Prosumut.com

Ganjar Milenial Berbagi Vitamin dan Pengobatan Gratis di Langkat

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara