Prosumut
Budaya

Pesta Babi di Danau Toba

BEBERAPA hari lalu saya dihubungi Togu Simorangkir, seorang aktivis lingkungan.

Togu bicara tentang idenya untuk mengadakan pesta babi di Danau Toba.

“Wah, pesta babi?” Saya senyum-senyum sendiri.

Saya sendiri seorang muslim dan jelas tidak makan babi. Tapi entah kenapa saya senang mendengar ide itu.

Ide pesta babi itu bagi saya seperti sebuah perlawanan terhadap rencana besar untuk menjadikan Danau Toba sebagai destinasi halal.

Suku Batak yang Kristen memang identik dengan pesta adat Babi.

Samalah dengan yang di Manado, Bali, Toraja, Papua dan lain-lain. Babi dipilih karena lebih murah dibandingkan kerbau dan kuda.

Entah kenapa saya senang mendengar ide itu.

Ide pesta babi itu bagi saya seperti sebuah perlawanan terhadap rencana besar untuk menjadikan Danau Toba sebagai destinasi halal.

Nah, ide destinasi wisata halal untuk Danau Toba jelas menimbulkan ketersinggungan bagi masyarakat Batak Kristen di sana.

Ide itu seperti membenturkan perbedaan agama di sana, padahal konsep wisata yang paling bagus adalah dengan mengenalkan budaya daerah wisata itu.

Jadi wajar, jika seorang Togu Simorangkir mencoba melawan ide itu dengan mengadakan pesta babi, yang rencananya diadakan Oktober ini.

Babi menjadi simbol perlawanan karena di muslim dianggap binatang haram.

Bagi saya, seharusnya penggunaan idiom yang berhubungan dengan agama seperti “halal” seharusnya dihapus saja.

Sudah tidak zamannya sekarang ini. Ganti saja dengan wisata budaya yang lebih enak didengar dan diterima.

Kalaupun mau menunjukkan tempat-tempat yang halal di sebuah destinasi wisata yang mayoritas non muslim, ya tinggal bikin peta atau aplikasi seperti Waze yang menunjukkan mana-mana saja restoran, hotel yang layak bagi yang beragama Islam.

Saya mendukung Togu Simorangkir yang pasti resah dengan ide destinasi halal itu.

Budaya Batak harus dilestarikan, jangan sampai tergerus hanya karena butuh pendapatan dari wisatawan luar.

Tapi mungkin ini saran buat Togu. Supaya nanti pengunjung muslim yang agak fundamental mau menonton pesta babi itu, gimana kalau dipisah tempat menonton pestanya? Ada wilayah pesta babi wanita dan ada yang pria.

Ini ide aja sih, jangan sampe gara-gara ini gua dilempar kopi. Hahahaha…. (*)

Konten Terkait

Superqurban, Solusi Ketahanan Pangan di Masa Pandemi

admin2@prosumut

Rapat Pleno KNPI Sumut Putuskan Soal Caretaker

admin2@prosumut

Sofyan Tan: Jurnalis dan Meja Redaksi Benteng Terakhir Pelestarian Budaya

Editor prosumut.com

Salam Korea Lebih Familiar dari Horas, Sofyan Tan: Ada Masalah dengan Kebudayaan Indonesia

Editor prosumut.com

Jelang Imlek, Penjual Pernak-pernik Mulai Diserbu

Editor prosumut.com

Keluarga Besar Bupati Langkat Salurkan 2 Ton Beras ke Duafa

admin2@prosumut
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara