PROSUMUT – Menyusul akan berakhirnya periode keanggotaan Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Utara pada April 2021, pemerintah sedang membentuk tim seleksi (Timsel) untuk menjaring calon anggota Komisi Informasi KI pada periode 2021-2024.
Namun, dalam prosesnya keterlibatan perempuan di dalam timsel dinilai tidak mendapat perhatian pemerintah.
Hal ini mendapat perhatian dari masyarakat khususnya Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI).
“Kami mendesak pemerintah daerah memasukan unsur perempuan yang ada di penjaringan kepanitiaan timsel KI Sumut,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) FJPI, Khairiah Lubis, Kamis 4 Maret 2021.
Menurutnya, persoalan yang ada di KI banyak melibatkan perempuan.
“Karena yang tahu permasalahan perempuan dan pengambilan keputusan itu dibutuhkan perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Divisi Penyelesaian Sengketa Informasi di KI Sumut, Ramdeswati Pohan, membenarkan akan berakhirnya masa kerja komisioner KI Sumut di tahun ini.
Namun, untuk pembentukan timsel, dirinya tidak mengetahui. Tetapi ia sepakat, perempuan harus ada dalam pengambilan kebijakan.
“Perempuan harus dilibatkan dalam pengambilan kebijakan, termasuk dalam proses seleksi penjaringan calon anggota KI,” ungkapnya.
Meski secara pribadi, Ramdeswati Pohan masih bisa mencalonkan diri sebagai komisioner KI Sumut, karena melihat dua kali keterwakilannya di sebagai Pergantian Antar Waktu (PAW).
Namun ia menyatakan, bahwa tidak berkeinginan lagi untuk maju, karena ada hal yang mendesak yang dikerjakan, sebagai Ketua Kelompok Kerja Indeks Keterbukaan Informasi Indonesia di Sumut dan menyelesaikan pendidikannya yang tertunda.
“Sejauh ini, keberadaan unsur perempuan, kalau melihat keanggotaan di periode pertama gak ada perempuan. Namun karena KI dalam perjalanannya ada yang meninggal satu. Kebetulan saya diurutan ke-enam, jadi saya masuk sebagai PAW,” katanya.
“Di periode kedua, ada satu perempuan, dan kemudian dalam perjalanannya ada yang meninggal satu, saya kembali menjadi PAW. Karena kebetulan saya diurutan enam lagi. Berarti sudah melebihi 30 persen. Harapannya ada perempuan yang lolos pada penjaringan keanggotaan maupun timsel nantinya,” jelasnya.
Menurut Ramdeswati, dalam timsel harus mampu menjalankan tugasnya. Mulai dari pejabat, akademisi, pemuka agama hingga pentingnya seorang psikolog masuk dalam tim seleksi.
“Biasanya timsel itu dipilih pemerintah daerah. Tapi selama 3 periode ini, pemerintah daerah tidak membuka pengumuman akan ada pembentukan timsel dan penyeleksian timsel. Kalau begini masyarakat luas tidak tahu, besok-besok timselnya itu lagi, itu lagi,” pungkasnya. (*)
Foto :