PROSUMUT – Pemko Medan didorong untuk menyelesaikan persoalan banjir yang hingga kini masih terjadi.
Selain memanfaatkan proyek Medan Urban Development Project (MUDP) atau pembangunan gorong-gorong yang tidak lagi berjalan, didorong memanfaatkan kanal yang dibangun di kawasan Titi Kuning.
Anggota Komisi D DPRD Medan, Hendra DS menyayangkan, fungsi kanal yang dibangun sekitar tahun 2008 lalu ternyata tak efisien. Padahal, tujuan dibangunnya kanal dengan nilai proyek sekitar Rp240 miliar itu untuk mengantisipasi banjir. Namun, ternyata tidak berfungsi secara maksimal.
“Sangat disayangkan kanal yang dibangun dengan dana ratusan miliar, malah menjadi proyek sia-sia. Padahal, kanal dibangun untuk mencegah banjir di Kota Medan. Tapi, ternyata air yang tergenang tidak mengalir ke kanal. Makanya, kita jadi tak mengerti bagaimana studi bandingnya dulu sebelum dibangun,” ujar Hendra DS kepada wartawan belum lama ini.
Maka dari itu, sebut dia, Pemko Medan didorong memanfaatkan kanal tersebut. Untuk itu, pendekatan harus dilakukan kepada Pemprovsu dan Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II.
“Kita mengapresiasi keterlibatan Gubsu (Edy Rahmayadi) yang ikut andil mengatasi banjir di Medan, dengan mengerahkan timnya mengorek sungai. Oleh sebab itu, banjir di Medan ini menjadi tanggung jawab bersama. Namun, banjir di Medan ini sudah menjadi penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Makanya, banyak hal yang perlu dilakukan dan pengobatannya tidak bisa tahap-bertahap tapi harus dilakukan menyeluruh,” ungkap Hendra.
Politisi Partai Hanura ini menyebutkan, persoalan banjir di Medan tidak bisa diatasi hanya dengan mengorek drainase saja. Melainkan, harus dicari permasalahannya, kemana pembuangan airnya. Seperti banjir yang terjadi akibat guyuran hujan deras di Jalan Pelajar Ujung dan Jalan Anugerah Mataram, Kelurahan Binjai, Medan Denai, beberapa waktu lalu. Belasan kenderaan bermotor mogok, lantaran air di parit besar meluap dan ketinggiannya mencapai satu meter lebih.
“Untuk di kawasan Denai itu, pembuangannya kan ke Sungai Amplas. Tapi, Sungai Amplas mungkin sudah tak mampu menampung air sehingga meluap. Hal ini berarti Sungai Amplas itu harus dikorek atau diperdalam lagi agar mampu menampung pembuangan air,” sebutnya.
Kata dia, persoalan banjir di Medan juga disebabkan perilaku masyarakat yang suka membuang sampah sembarangan. Seringkali, sampah dibuang ke saluran drainase hingga tersumbat. “Perilaku masyarakat juga harus dirubah, jangan sembarangan buang sampah. Jadi, Pemko harus menegakkan Perda Sampah yang tidak berjalan karena tak konsisten lantaran sudah disahkan, tapi cuma jadi hiasan belaka,” ucapnya.
Menurut Hendra, apabila Perda Sampah berjalan atau diterapkan dengan tegas maka diyakini bisa mengurangi 70 persen masyarakat yang membuang sampah sembarangan baik ke drainase maupun sungai. “Di perda sudah ada sanksi hukuman penjara bagi yang sembarangan membuang sampah. Kalau ini ditegakkan, maka kesadaran masyarakat tentu semakin meningkat dan tentunya berdampak terhadap banjir,” tandasnya.
Sementara, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengakui keberadaan kanal di Titi Kuning saat ini belum efektif. Dia juga menyakini, kanal tersebut merupakan salah satu alternatif mengatasi banjir di Kota Medan.
Menurut Eldin, dari hasil rapat bersama Gubsu Edy Rahmayadi dan lintas instansi memang ada untuk dialirkan ke kanal Marindal. Bahkan, pengakuan dari BWSS II sudah dialirkan ke sana. “Memang itu salah satu kajian yang dibahas untuk mengalirkan air ke kanal. Akan tetapi, karena kondisi tehnis kemungkinan belum maksimal,” ujar Eldin beberapa waktu lalu.
Dikatakan Eldin, kanal merupakan kewenangan BWSS II. Sedangkan Pemko Medan lebih kepada drainase dan parit. “Ada saran agar saluran menuju ke pintu kanal diturunkan (dibuat lebih rendah),” katanya. (*)