PROSUMUT – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dr Sofyan Tan mengungkapkan, dari 20 persen anggaran pendidikan di APBN 2025 yakni sebesar Rp 724,2 triliun, hanya sebagian kecil yang dikelola Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Sebagian besar dikelola oleh kementerian dan lembaga lain.
“Dari yang 20 persen itu, Kemendikdasmen hanya kelola Rp 33,5 T atau 4,63 persen dan Kemendiktisaintek Rp 57,7 T atau 7,96 persen.
Jika ditotal, hanya 12,59 persen yang dikelola dari yang 20 persen tadi (Rp 724,2 triliun),” kata Sofyan Tan dalam Workshop Pendidikan dengan tema “Pengentasan ATS Dalam Mendukung Wajib Belajar 13 Tahun di Hotel Grand Mercure, Medan, Jumat 14 Maret 2025.
Sofyan Tan menyayangkan postur anggaran pendidikan di tahun 2025 justru lebih banyak dialokasikan ke anggaran pendidikan di kementerian/lembaga (K/L) lain yakni Rp 104,5 triliun atau 14,42 persen.
Anggaran tersebut biasa digunakan untuk pendidikan kedinasan yang ada di lembaga dan kementerian lain seperti Kementerian Perhubungan dan lainnya.
Dalam paparannya, Sofyan Tan menunjukkan postur anggaran pendidikan 2025. Pada rinciannya, didapat jumlah total APBN Rp 3.621,3 triliun. Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN sebesar Rp 724,2 triliun.
Dari Rp 724,2 triliun anggaran pendidikan tersebut dialokasikan 47,92 persen untuk transfer ke daerah; 14,42 persen Anggaran Pendidikan pada K/L; 9,1 persen anggaran pendidikan di Kementerian Agama; 7,96 persen anggaran di Kemendiktisaintek; 7,59 persen pembiayaan pendidikan; 4,9 persen anggaran pendidikan non K/L; 4,63 persen anggaran Kemendikdasmen; dan 3,45 persen dana abadi pendidikan.
Menurutnya, jika postur anggaran pendidikan masih seperti ini, maka sulit untuk menghasilkan sistem pendidikan yang baik.
Karena itu, dia akan terus berjuang sesuai fungsinya di penganggaran untuk terus menaikkan postur anggaran pendidikan yang dikelola oleh kementerian yang membidanginya.
“Harusnya semua urusan pendidikan diatur oleh kementerian pendidikan dan punya postur anggaran yang lebih besar dari yang lain.
Jika ini sudah terwujud, maka persoalan anak tidak sekolah dan program wajib belajar 13 tahun dapat terealisasi dengan baik,” ungkapnya.
Hadir dalam kegiatan acara, Widyaprada Ahli Utama Direktorat SMA Drs Purwadi Sutanto MSi, Analis Kebijakan Ahli Muda Vidy Binsar Ferdianto MPd, Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan Mujiono, Narasumber Syarifah Ainun Harahap SPd MPdl akademisi dari Universitas Nahdatul Ulama Sumatera Utara dan Rahmenda Christy SKom MPd Praktisi dari Bharlind School Medan serta Esther Meylin Sitanggang SPd sebagai moderator.
Widyaprada Ahli Utama Dit SMA Drs. Purwadi Sutanto MSi menyampaikan apresiasinya terhadap dr Sofyan Tan yang sudah berbuat banyak di bidang pendidikan termasuk dalam memperjuangkan anggaran di kementerian pendidikan.
“Kiprah Pak Sofyan Tan luar biasa selama ini di Komisi X DPR RI. Pemikiran-pemikirannya bertumpu pada kepentingan kemajuan pendidikan di Sumut dan Indonesia,” ungkapnya.
Purwandi mengatakan wajib belajar 13 tahun adalah tambahan wajib belajar 1 tahun pra sekolah seperti TK dan PAUD. Pendidikan ini jadi sangat penting untuk antisipasi anak tidak sekolah.
Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan Mujiono mengatakan meski ada efisiensi namun anggaran di dinasnya tidak ada terpotong.
Untuk itu, melalui acara workshop pendidikan tersebut dia menyampaikan jika masih ada ditemukan anak yang tidak sekolah atau putus sekolah di Medan, segera melaporkannya ke dinas. Pihak sekolah juga dapat mendata siswanya yang putus sekolah karena biaya agar dibantu hingga tamat sekolah.
“Kami perlu data jika ada anak yang tidak sekolah sama sekali itu yang akan kami biayai. Dari sekolah juga bisa melaporkannya ke kami,” ungkapnya. (*)
Editor: M Idris
