Prosumut
Opini

Bisnis Beraroma Korupsi

Oleh: Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini melakukan aksi yang berbeda dari operasi pemberantasan korupsi seperti biasanya.

Bila biasanya melakukan strategi Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan umumnya fokus kepada perkara suap menyuap, kali ini KPK melakukan aksi dengan strategi operasi yang berbeda pada saat menyidik transaksi bisnis jual beli tanah di Kelurahan Rorotan Cilincing Jakarta Utara.

Transaksi yang terjadi antara PT Totalindo Eka Persada (TEP) sebagai penjual tanah dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) sebagai salah satu BUMD DKI Jakarta yang berbisnis untuk menyediakan Bank Tanah untuk keperluan BUMD itu, berakhir dengan tiga orang direksi PT Totalindo Eka Persada (TEP) dan dua orang direksi Perumda Pembangunan Sarana Jaya harus merasakan dingin nya sel tahanan KPK karena disangkakan melakukan bisnis yang beraroma korupsi yang merugikan keuangan negara.

Dalam rilis yang dilakukan oleh KPK di gedung merah putih KPK tanggal 18 September 2024, PT TEP dan PPSJ dianggap melakukan transaksi bisnis yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 228,8 miliar, yang dihitung dari nilai transaksi jual beli tanah Rorotan sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi Rp 147,7 miliar yaitu harga perolehan tanah PT TEP dari pemilik awal setelah diperhitungkan pajak dan handling cost nya oleh KPK.

KPK menilai transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) itu mengabaikan SOP dan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta sehingga penyidik sampai pada kesimpulan sebagai bisnis mark up beraroma korupsi yang merugikan keuangan daerah/ Negara.

Tentu saja pembuktian kerugian keuangan Negara yang disangkakan oleh penyidik KPK ini untuk sampai pada dakwaan korupsi akan melalui jalan yang lebih panjang dibandingkan bila KPK melakukan operasi tangkap tangan yang lebih mudah untuk masuk ke pasal suap menyuap di Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) Nomor 31 tahun 1999.

Dengan masuk ke ranah pasal 2 dan 3 UU PTPK dalam strategi operasi ini, berarti penyidik KPK wajib membuktikan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan kerugian negara yang nilainya harus riil dan pasti sesuai ketentuan perundang undangan.

Itu akan mengundang perdebatan panjang mengingat bahwa dalam perkara pidana, hal menetapkan kerugian negara bukanlah wewenang penyidik KPK melainkan kewenangan majelis hakim yang dalam proses pembuktian di persidangan tindak pidana korupsi tentu saja terlebih dahulu akan meminta penjelasan atau keterangan dari ahli berkaitan dengan kerugian (keuangan) negara yang terjadi dalam sebuah bisnis.

Sebagai tersangka, pebisnis Donald Sihombing yang di tahun 2019 dinobatkan sebagai orang terkaya Indonesia di urutan 14 versi Majalah Vorbes mungkin tidak pernah memperkirakan dirinya akan masuk dalam jeratan hukum atas transaksi yang dilakukannya.

Sebagai pebisnis, Donald mungkin saja tidak paham soal SOP atau peraturan apa saja yang wajib dipatuhi oleh PPSJ sebagai mitra bisnis nya dalam transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh perseroan miliknya, tetapi menjadi terkena getah karena KPK menganggap itu sebagai transaksi berindikasi fraud/ kecurangan.

Sebenarnya, dalam dunia bisnis perseroan dikenal doktrin hukum Business Judgement Law yang bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti sehingga doktrin hukum ini beranggapan bahwa aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan kerugian yang diakibatkannya bukanlah perbuatan pidana.

Intinya, doktrin ini beranggapan bahwa aparat penegak hukum tidaklah lebih piawai dalam menakar risiko bisnis dalam sebuah transaksi dibanding para manejer yang membuat keputusan bisnis.

Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung atas perkara pidana korupsi atas nama terdakwa Karen Agustiawan dalam perkara tindak pidana korupsi kegiatan di salah satu transaksi investasi Pertamina yang lalu, mantan direktur utama Pertamina ini divonis bebas dari tuntutan dan harus dilepas dari tahanan.

Hakim kasasi secara bulat dan tidak ada dissenting opinion berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Karin dalam putusan bisnisnya masuk dalam ranah business judgement rule, bukan tindakan pidana.

Dalam operasi KPK atas transaksi bisnis jual beli tanah Rorotan antara PT Totalindo Eka Persada dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya kali ini, penyidik KPK akan diuji kepiawaian dan profesionalitas nya dalam pembuktian pidana yang disangkakan.

Tentu tidak mudah, mengingat selama ini KPK lebih fokus pada strategi operasi tangkap tangan (OTT) yang relatif lebih mudah pembuktian pidana korupsi nya.

Di lain pihak, pebisnis akan lebih berhati hati bertransaksi dengan korporasi yang terkait dengan keuangan negara, mengingat jeratan hukum yang mengintai di belakang hari.

Walau begitu, di negara ini bisnis dan kegiatan ekonomi harus tetap berjalan dan tidak boleh stagnasi, jangan sampai menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara juga. (*)

Editor: M. Idris

Konten Terkait

Surat kepada Anies…

Val Vasco Venedict

Dilema Rokok dan Tembakau

Editor prosumut.com

Debut Maarten Paez dan Kagetnya Arab Saudi

Editor prosumut.com

Langkat dan Empat Destinasi Andalan

admin2@prosumut

Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Institusi Polri, Indonesia Maju, dan Persatuan Nasional

Editor Prosumut.com

Catatan Persoalan Moral dan Etika Masyarakat Kota Medan

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara