Prosumut
Tokoh/Obituari

Olo : Sang “Godfather” & Pendiri IPK yang Filantropis

PROSUMUT – Pecahnya “perang” antar Organisasi Kekaryaan Pemuda (OKP) dalam tiga hari terakhir, membuncahkan kembali ingatan akan tersohornya konflik abadi diantara dua OKP: Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK).

Padahal tadinya mereka adalah satu kelompok dalam payung besar PP, organisasi pemuda bentukan Jenderal AH Nasution untuk mengganyang PKI dan antek-anteknya di Sumut.

Karena satu dan lain hal, salah satu tokoh PP itu memutuskan keluar dan membentuk organisasinya sendiri. Dia mengajak sejumlah kader dan anak buahnya yang militan membesarkan OKP yang baru tersebut.

Olo Panggabean. Nama ini begitu kesohor pada masa Orde Baru. Dunia kekerasan begitu identik dengan dirinya. Namun sifat filantropisnya justru dikagumi banyak orang.

Meski hidupnya berjibaku dengan dunia hitam, tapi kharisma dan kebaikan pemilik nama asli Sahara Oloan Panggabean tak kalah bersinar dengan pamornya.

Semasa hidup, ia adalah salah satu orang paling berpengaruh di Medan. Olo Panggabean memang hanyalah masyarakat biasa, wajahnya juga tak seterkenal artis apalagi pejabat-pejabat.

Tapi jika menyebut namanya saja, pikiran seseorang pasti menuju ke bos preman. Ketua Besar, begitu dia biasa disebut.

Kuat dugaan, ia menjalankan bisnis judi dengan skala besar. Uniknya, meskipun sering disebut si raja judi dan bos preman, namun Olo Panggabean memiliki sisi lain yang bisa dikatakan kontradiktif tapi luar biasa.

Ia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan. Bila memberikan sumbangan, benar-benar tak tahu aturan alias banyak sekali.

Di sisi lain, ia juga disebut preman bengis yang punya pengaruh besar. Rata-rata anak-anak jalanan dipeliharanya, diberikan kebutuhan secukupnya.

Saat judi dibuka dan diputarnya di kawasan Medan Fair (kala itu), semua anak-anak pasti mendapatkan uang.

Olo merupakan tokoh pemuda yang dermawan dan memiliki kepedulian tinggi terhadap sosial masyarakat.

Olo juga sering memberikan bantuan kepada mereka yang putus sekolah. Tak heran bila namanya begitu melegenda di Sumut.

Menurut rumor, saat berusia muda Olo Panggabean sudah terjun ke dunia preman dan punya nama yang ditakuti.

Olo muda pernah menjadi penagih hutang bengis. Medan Petisah adalah daerah di mana Olo berkuasa.

Bagi Olo, ‘urusan perut’ anggota adalah yang utama. Tak heran bila pengawalnya rata-rata bertubuh besar, berkumis tebal, dan memiliki kepalan besar-besar.

Keterlibatan Olo dalam kepemudaan, telah dirintisnya sejak ia menjadi anggota Pemuda Pancasila (PP) di bawah kepemimpinan HMY Effendi Nasution alias Pendi Keling, tahun 60-an.

Saat itu, Olo memulai karier sebagai debt collector. Perlahan namanya dikenal banyak orang dan mulai dijadikan sandaran bagi kalangan pengusaha sebagai backup terhadap gangguan kekerasan.

Pada 28 Agustus 1969 bersama beberapa sahabatnya, salah satunya Samsul Samah, Olo Panggabean membentuk Ikatan Pemuda Karya dan kelak tersohor sebagai IPK.

Wilayah kekuasannya kawasan bisnis di Petisah. Sementara organisasi yang didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentra Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila), di bawah naungan dari Koordinasi Ikatan – Ikatan Pancasila (KODI) dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari).

Melalui IPK, Olo kemudian membangun ‘kerajaannya’ yang sempat malang melintang di berbagai aspek kehidupan di Sumut dan menghantarkannya dengan julukan ”Ketua.”
Masa itu, Olo kerap juga disebut “Kepala Preman”.

Julukan itu sempat dikaitkan dengan seri plat kendaraan milik keluarga Olo yang berujung “KP”.

Seri plat “KP” juga kerap dikaitkan dengan “Keluarga Panggabean”. Olo Panggabean pernah beberapa kali terlibat masalah dengan kepolisian.

Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, sosok Olo Panggabean dikenal banyak masyarakat sebagai tokoh yang sangat dermawan.

Ia kerap ”menabur” uang di berbagai kegiatan yang dihadirinya. Sehingga jangan heran jika masyarakat berbondong-bondong hadir untuk dekat dengannya.

Tidak itu saja, Sang Ketua juga tidak sungkan-sungkan memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Salah satu contoh, operasi kembar siam Anggi-Anjeli, bayi kembar siam asal Desa Serbelawan Kec Dolok Batu Nanggar, Simalungun, yang dibiayainya untuk operasi ke Singapura.

Bayi kembar siam dari pasangan Subari dan Neng Harmaini, kesulitan membiayai dana operasi pemisahan di Singapura pada 2004.

Ibu sang bayi, Neng Harmaini, melahirkan di RS Vita Insani, Pematang Siantar, Rabu, 11 Februari 2004 pukul 08.00 WIB, melalui operasi caesar.

Kembar siam ini lahir dengan organ jantung, hati dan paru-paru yang saling berdiri sendiri. Bayi kembar siam ini harus diselamatkan dengan operasi caesar, tapi orangtuanya tidak mampu.

Di tengah pejabat Pemprovsu dan Pemko Siantar masih saling lempar wacana untuk membantu biaya operasi, Olo Panggabean bertindak cepat menanggung semua biaya yang diperlukan.

Bahkan saat bayi bernasib malang itu tiba di Bandara Polonia Medan dengan pesawat Garuda Indonesia Nomor GIA 839 pada Senin 18 Juli 2004 sekitar pukul 11.30 WIB, Olo menyempatkan diri menyambut dan menggendongnya.

Persoalan dengan Sutanto
Olo tinggal di kediamannya di Jalan Sekip, Medan, yang terkenal dengan sebutan “Gedung Putih”.

Ketika Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumatera Utara pada tahun 1999, Olo pernah mendapat tudingan sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan.

Organisasi IPK pun diminta untuk menghentikan kegiatan judinya.

Moses Tambunan (anak buah Olo) kontan berang. Ia sampai menantang Sutiono untuk membuktikannya.

Masalah tersebut pun diduga jadi pemicu terjadinya sebuah insiden di kawasan Petisah.

Saat itu, ada anggota Brigade Mobil (Brimob) yang terluka akibat dianiaya sekelompok orang. Korban kemudian melaporkan kejadian itu ke rekan-rekannya.

Akibatnya, sekelompok oknum kemudian memberondong kediaman Olo dengan senjata api.

Praktik perjudian yang dilakukan Olo kemudian mengalami banyak penurunan saat Sutanto menjabat sebagai Kapolri pada tahun 2005.

Bisnis Olo benar-benar dihabisi. Karena hal itu, Olo kemudian dikabarkan memilih melakukan bisnis yang legal.

Konon kabarnya, ia lalu berbisnis di Perusahaan Otobus (PO), POM Bensin, dan sebagainya.

Tak banyak orang yang biaa bertatap muka langsung dengan Olo Panggabean.

Saat mencari foto atau gambar Olo Panggabean di internet, mungkin kita hanya bisa menemukan satu atau dua foto saja.

Wajah Olo sendiri jarang diabadikan kamera wartawan. Hal tersebut karena tidak banyak orang yang pernah berkesempatan bertemu langsung dengannya.

Bahkan kisah dan sepak terjangnya tersebar lebih karena info dan cerita dari mulut ke mulut.

Meski begitu, diyakini bahwa karisma seorang Olo Panggabean di Sumut bisa melebihi pejabat. Kediamannya di Jalan Sekip, Medan juga ramai jadi buah bibir.

Setiap kali Olo berulang tahun atau tiba perayaan Natal dan tahun baru, jajaran papan bunga ucapan selamat memenuhi ruas jalan di sekitar kediamannya.

Filantropi Sejati
Seiring berjalan waktu, sifat dermawan Olo yang tidak ingin orang tahu tidak lekang. Ketika menjadi donatur untuk pembangunan tempat ibadah, ia tak mau namanya ikut disebut.

Olo selalu berusaha memberi bantuan dan memberikan yang terbaik pada siapa saja yang membutuhkan dana sumbangan.

Pernah suatu kali dia membantu satuk keluarga yang anaknya tak bisa keluar dari rumah sakit karena “disandera” akibat tak bisa membayar biaya persalinan.

Setelah biaya dilunasi dan dijamin langsung oleh Olo, pihak rumah sakit langsung memperlakukan keluarga itu dengan baik.

Olo Panggabean juga dikabarkan pernah membantu keluarga miskin. Keluarga tersebut harus menerima nasib digusur secara paksa oleh oknum Satpol PP.

Bahkan gerobak yang digunakan untuk berdagang yang jadi sumber penghasilan mereka dihancurkan.

Dengan uluran tangan Olo, keluarga tersebut kemudian memiliki kios permanen sebagai tempat berjualan.

Selain itu, istri pelawak Doyok pernah dibantu sebelum meninggal.

Uniknya, Olo juga mempunyai kebiasaan memberikan uang kepada orang yang sedang bernyanyi di tempat keramaian.

Tapi uniknya kadang orang tidak tahu kalau yang menyawer itu adalah sang “godfather”.

Kalangan artis pun banyak yang kecipratan rejeki dibuatnya, langsung datang bila diundang untuk tampil dalam acara yang dihelatnya.

Olo juga dikenang sebagai sahabat seluruh partai politik. Tak ada memilih-milih.

Meninggal Dunia
Pria kelahiran Tarutung 24 Mei 1941 ini akhirnya terserang komplikasi diabetes. Olo menghembuskan nafas terakhirnya pada 30 April 2009.

Jenazah Olo dikebumikan di Pekuburan Kristen Taman Eden, Tanjung Morawa, Deliserdang.

Olo anak ketujuh dari delapan bersaudara, buah hati pasangan suami istri almarhum Friedolin Panggabean dan Esther Hutabarat.

Ia juga disebut merupakan satu–satunya tokoh yang berhasil merangkul seluruh suku dan agama, sehingga tidak pernah terjadi perpecahan.

Pesan Olo kala itu agar bersama-sama dengan seluruh organisasi kemasyarakatan dan pemuda, tetap menjaga kondusivitas di Sumut. Dia selalu mengingatkan untuk hidup rukun dan damai.

Olo juga memiliki kemurahan hati dalam setiap menolong orang tanpa banyak melakukan pertimbangan.

Sudah banyak jumlah orang yang sudah dibantunya dan berhasil. Ada yang menjadi pejabat pemerintah hingga perwira polisi.

Begitu pula kedekatannya dengan kalangan militer, dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU) maupun Angkatan Laut (AL).

Bahkan sangkin dekatnya, Pangdam I/BB kala itu Mayjen Tri Tamtomo menabalkan marga Panggabean di belakang namanya.

Jadilah perwira tinggi AD yang belakangan disebut-sebut disokongnya sebagai calon gubernur dalam Pilkada Sumut periode 2009-2014 itu bernama lengkap Mayjen Tri Tamtomo Panggabean. (*)

Konten Terkait

Inspirasi, Kasat Narkoba Polres Labuhanbatu Bercocok Tanam Sayur

admin2@prosumut

Zulfansyah Ketua MPC PP Sergai 2019-2023

Ridwan Syamsuri

Wakil Ketua DPRD Medan Tonton Bule Telanjang sedang Melahirkan

Ridwan Syamsuri

Gerebek Judi, Mobil Kompol Trila Dirusak Massa

Ridwan Syamsuri

Sebelum Wafat, Tuan Guru Babussalam Keluhkan Penyakit Urat Kejepit

Editor prosumut.com

SBY Tak Nyaman, Koreksi Pernyataan Prabowo soal Mendiang Istrinya

Val Vasco Venedict
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara