Oleh: Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)
Oleh: Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)
PROSUMUT – Pada saat peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jati Gede Sumedang pada 20 Januari 2025 yang lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) Bahlil Lahadalia melaporkan kepada Presiden Prabowo tentang rencana penghentian atau pengurangan ekspor gas Indonesia ke luar negeri.
Produksi gas akan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri yang semakin meningkat, terutama kebutuhan untuk industri dalam rangka program pemerintah hilirisasi dan kebutuhan rumah tangga dalam negeri.
Sebenarnya, di saat pemerintahan yang lalu pun, omon omon seperti itu sudah sering didengungkan untuk menutupi kebutuhan energi gas di dalam negeri dan prioritas kebutuhan rumah tangga rakyat Indonesia.
Faktanya, kebutuhan gas untuk industri dan rumah tangga tetap saja masih belum tercukupi, maklum perkembangan industri dan hilirisasi yang semakin tinggi dan kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat menjadikan energi gas sebagai alternatif industri dan kebutuhan rumah tangga yang paling memungkinkan untuk mengatasi pertumbuhan industri dan konsumsi rumah tangga bersandar kepada energi gas yang banyak sumber alam nya di Indonesia.
Karenanya, banyak pula yang menjadi skeptis terhadap janji prioritas pemenuhan kebutuhan energi gas pemerintah yang pro rakyat semacam itu.
Terakhir, kelangkaan gas LPG yang berujung antrian panjang rakyat yang memancing amuk masyarakat rumah tangga atas kelangkaan distribusi gas LPG.
Ini akibat kebijakan distribusi LPG bersubsidi yang dilakukan Kementerian ESDM sendiri yang justru seakan menjadi fakta, yang bertentangan antara jargon energi pro rakyat dengan kenyataan di masyarakat bawah.
Singapura adalah salah satu negara tujuan ekspor gas Indonesia melalui pengiriman gas melalui pipa pipa gas bumi dari ladang ladang gas bumi di Natuna dan Sumatera.
Dengan pernyataan Menteri ESDM dan janji rencana prioritas energi gas untuk kebutuhan dalam negeri atas produksi gas Indonesia tentu suka atau tidak suka akan menghentikan atau mengurangi ekspor dan pengiriman gas bumi dari ladang ladang gas Indonesia ke Singapura yang selama ini menjadi sumber utama energi industri dan rumah tangga di negeri Singa itu.
Di tahun 2023 yang lalu, dengan pertimbangan produksi gas bumi yg menurun dibandingkan dengan kebutuhan gas dalam negeri yang semakin meningkat, maka disaat berakhirnya kontrak pengiriman gas dari Indonesia ke Singapura sudah diwacanakan akan menghentikan kontrak pengiriman gas tersebut.
Namun, faktanya melalui pembicaraan yang intensif antara Singapura dan Indonesia kontrak pengiriman gas ke Singapura itu tetap saja diperpanjang hingga tahun 2028.
Tentang alasan perpanjangan kontrak pengiriman gas ke Singapura saat di tahun 2023 itu, Arifin Tasrif sebagai Menteri ESDM saat itu berkilah bahwa Singapura yang membutuhkan gas dari Indonesia perlu dibantu, pokoknya saling membantu lah, kira kira begitu alasannya.
Tentu bukan pebisnis Singapura namanya bila tidak lebih piawai dalam bernegosiasi dagang dengan para pejabat di Indonesia, terutama dengan kebutuhan gas yang menjadi tumpuan utama sumber energi mereka.
Singapura memang sangat membutuhkan gas sebagai sumber utama energi mereka, dimana sebanyak 60 persen kebutuhan mereka dipenuhi dari pengiriman lewat pipa pipa gas dari ladang ladang gas bumi Natuna dan Sumatera.
Maklum, hampir seluruhnya kebutuhan listrik di Singapura menggunakan pembangkit listrik tenaga gas yang sebagian besar berasal dari ladang gas di Indonesia.
Berbeda dengan monopoli listrik di Indonesia melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN), di Singapura sendiri kebutuhan energi listrik dilakukan secara liberalisasi.
Artinya, di sana itu siapa pun bisa berjualan listrik atau menjadi pengecer listrik ke rumah tangga sekali pun melalui perusahaan swasta.
Itu lah sebabnya di bulan Juli 2021 yang lalu, di saat terjadi kemacetan pasokan gas dari sumber gas alam Indonesia menjadi krisis energi yang parah di negeri jiran itu.
Akibat macetnya supply gas alam Indonesia di tahun itu, beberapa perusahaan listrik di Singapura menjadi megap megap akibat kekurangan pasokan bahan baku gas dan harga gas yang melonjak, mengurangi produksi listrik yang berpengaruh langsung terhadap industri mereka.
Rakyat Singapura pun terdampak langsung pengurangan jatah listrik di rumah rumah mereka, bergiliran pemadaman aliran listrik.
Termasuk, beberapa perusahaan penjual listrik yang harus tutup usaha seperti yang dialami oleh Singapura Best Electric Supply, Ohm Energy dan iSwitch Energy yang terpaksa gulung tikar atau gulung kabel.
Singapura pun bernegosiasi dengan pihak Indonesia, di samping mengekspor gas ke Singapura agar dapat mengekspor listrik pula dari pembangkit ramah lingkungan dari pembangkit pembangkit listrik di Indonesia, permintaan yang saat ini belum dapat dipenuhi oleh pihak Indonesia.
Bisa dibayangkan ketergantungan Singapura terhadap pasokan gas alam dari Indonesia yang berdampak langsung terhadap aktivitas industri dan kebutuhan listrik rumah tangga di negeri jiran itu.
Sebab itu, rencana Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk menghentikan atau mengurangi pengiriman pasokan gas alam Indonesia ke Singapura cukup mengernyitkan kening, bukan hanya bagi rakyat, pelaku industri dan pebisnis Singapura, tetapi juga bagi rakyat Indonesia.
Apakah rencana penghentian pasokan energi gas ke Singapura itu sekedar wacana politis, testing the water atau memang serius prioritas produksi gas alam untuk kebutuhan dalam negeri menjadi hal yang dinantikan realisasinya.
Menyimak pada omon omon wacana penghentian dan pengurangan pasokan gas ke Singapura di periode pemerintahan yang lalu untuk diprioritaskan bagi kebutuhan industri dan rumah tangga di dalam negeri yang kenyataannya tidak berlanjut, setelah negosiasi para pebisnis Singapura dengan para punggawa Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Pada akhirnya, ternyata berakhir dengan diperpanjangnya kontrak pasokan gas ke Singapura sampai tahun 2028.
Mengindikasikan kelihaian para pebisnis Singapura merayu para pejabat Kementerian ESDM agar tetap memperpanjang kontrak pasokan gas dari ladang ladang gas alam Indonesia ke Singapura.
Ditunggu bagaimana para punggawa ESDM dimasa menteri Bahlil Lahadalia yang kabar nya ahli soal olah mengolah dalam tanda kutip untuk mengolah sumber daya alam gas menjadi energi yang diprioritaskan untuk kepentingan industri dan rumah tangga didalam negeri yang pro rakyat, sehingga menguntungkan Indonesia, bukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Gas alam itu memang menjadi sumber daya yang sedang seksi, dapat diolah menjadi sumber daya untuk kemakmuran rakyat, tetapi menggiurkan pula bagi para pembuat kebijakan yang tidak berintegritas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Itu pula mungkin yang diendus oleh pihak Kejaksaan Agung di bulan Februari 2025 ini sehingga para penyidik menggeledah kantor Kementerian ESDM atas kebijakan dan pengelolaan migas dari tahun 2018 sampai dengan 2023 untuk mendapatkan bukti bukti terjadinya fraud atas pengelolaan minyak mentah dan tata kelola Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang seharusnya prioritas untuk penggunaan industri dalam negeri. (*)