PROSUMUT – Pemakaian Bulang Sulappei khas adat Simalungun melibatkan 1.024 orang di Open Stage Parapat, Senin 9 Desember 2019, menjadi satu tanda pembukaan Festival Danau Toba (FDT) 2019 yang sekaligus dicatatkan dalam rekor Museum Rekor Indonesia (MURI).
Namun selain Rekor MURI melalui aksi pelajar, hingga kehadiran ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di acara pembukaan saat Gubernur Sumut Edy Rahmayadi hadir, berapa banyak pengunjung yang datang melihat kegiatan berlangsung?
Nama besar Danau Toba pun dinilai tidak diimbangi dengan keseriusan dan kematangan upaya menjadikannya dikenal dan banyak dikunjungi wisatawan baik lokal, nasional hingga mancanegara. Hal ini terlihat dari kondisi di saat acara Pembukaan FDT 2019.
Meskipun diklaim jumlah yang hadir saat acara berlangsung mencapai ribuan orang, namun itu terdiri dari peserta yang mengisi acara, seperti anak sekolah dan ASN.
Tidak begitu dengan pengunjung atau penonton yang diharapkan datang menyaksikan gelaran festival tersebut, hamper dikatakan begitu jauh dari ekspektasi nama besar FDTdan Danau Toba yang mendunia.
Sebagaimana acara yang lebih terlihat seremoial itu, berbagai komentar miring pun bermunculan. Adalah HM Nezar Djoeli, Presidium de Empatbelas yang menyebutkan bahwa FDT menyisakan nilai yang kurang baik.
“Sejatinya acara besar seperti ini menjadi ajang berkumpulnya masyarakat di Sumut dalam sebuah pesta besar yang bernama Festival Danau Toba. Harusnya persiapannya matang sejak awal, sehingga tidak hanya sdihadiri sebagian besar pelajar dan ASN saja,” katanya kepada wartawan, Selasa 10 Desember 2019.
Sejak awal lanjut Nezar, dirinya melihat ada ketidaksiapan Pemprov dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumut menjadikan acara tahunan yang ke-7 itu jadi spektakuler. Indikatornya yakni lelang cepat, kurangnya sosialisasi dan promosi hingga kurangnya pelibatan banyak pihak, khususnya masyarakat serta pelaku wisata.
“Saya jadi bertanya, apakah Kadisbudpar Sumut paham akan pentingnya promosi Danau Toba lewat FDT ini? Atau kegiatan ini hanya sekedar melepaskan tanggung jawab kedinasan saja, sekedar menghabiskan anggaran APBD,” sebutnya.
Dirinya juga mengaku mendapatkan informasi bagaimana kondisi hari pertama pelaksanaan FDT di Parapat. Pertama soal amburadulnya pelaksanaan festival tahunan itu, karena kurangnya sosialisasi dan promosi seperti spanduk.
Bahkan kata Nezar, dirinya menerima kabar pada ajang Lomba 10K, menjelang dimulainya perlombaan, baru spanduk dipasang. Bahkan katanya, tidak ada yang disiapkan saat lomba tersebut berlangsung.
“Lantas selain rekor MURI yang digaungkan di FDT itu, apalagi? Saya rasa tidak ada. Dan ini tidak dalam rangka menjelekkan nama Danau Toba. Karena namanya sudah terkenal, dan harusnya Disbudpar itu tahu diri, jangan asal buat acara yang tak bermakna seperti ini. Justru kalau tidak dikritik, kita yang tak peduli dengan Danau Toba,” sebut Nezar.
Selain itu, Nezar juga melihat bahwa FDT yang seolah gaungnya besar itu, hanya ramai saat kehadiran Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saja. Sebab setelah selesai, lokasi pembukaan acara tersebut pun sepi.
“Kita akui memang ramai, anak sekolah dan ASN. Kalau ada yang nonton, warga setempat, bisa dihitung. Setelah Gubernur pulang, acara pun sepi. Jadi, saya menilai, Kadisbudpar yang bertanggung jawab pada kegiatan ini, telah merusak nama baik Pemprov Sumut sebagaimana visi misi Gubernur menjadikan Sumut Bermartabat. Harus ada evaluasi serius untuk ini,” jelasnya.
Sementara dalam pidato Gubernur saat pembukaan FDT Senin lalu, dinyatakan bahwa ada permintaan evaluasi pelaksanaan agenda tahunan ini. Sebab menurutnya, dari nama besar Danau Toba, festival seperti ini bisa mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman).
“Saya minta lakukan ini (evaluasi) dan menjadikan benar-benar festival. Kita undang seluruh dunia datang melakukan festival di Danau Toba. Kita tak kalah dengan Bali. Hanya kita perlu belajar dari orang-orangnya, kita masih kalah sama orang Bali,” ungkap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.
Sementara Kadisbudpar Sumut Ria Telaumbanua belum menjawab pertanyaa wartawan melalui pesan singkat.
Sementara salah seorang pengunjung yang datang ke Parapat dengan ekspektasi tinggi terhadap FDT, mengaku kecewa karena acara terlihat sepi.
“Susah saya bilangnya. Acaranya tak ramai, sepi. Memang ada wisman, tetapi sepi juga, jumlahnya sedikit. Lomba Solu Bolon, sepi juga. Ya kalau begini acaranya tak mendukung nama besar Danau Toba,” sebut Rohim.
Begitu juga berbagai komentar di media sosial tentang pelaksanaan FDT 2019. Selain terkesan sepi, juga dipertanyakan bagaimana pendanaan untuk acara sebesar itu, yang pada pembukaannya sebagaian besar dihadiri pelajar, ASN dan warga setempat. (*)