PROSUMUT – Empat tenaga kesehatan (nakes) pria RSUD Djasamen Saragih, Pematangsiantar, Sumatera Utara yang ditetapkan tersangka kasus dugaan penistaan agama karena memandikan jenazah Covid-19 wanita dinilai bukan perkara pidana. Hal ini disampaikan menurut kacamata pengamat hukum Ranto Sibarani.
Dikatakan dia, tindakan salah memandikan jenazah pasien Covid-19 oleh empat nakes rumah sakit tersebut sama sekali tidak mengindikasikan adanya unsur penistaan agama.
“Salah dalam memandikan jenazah, itu bukan pidana,” ujarnya kepada wartawan, Rabu 24 Februari 2021.
Ia menjelaskan, penistaan agama muncul pada pasal 156a huruf a dan b Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Jika dilihat dari sejarah hukum penistaan di Indonesia, sebenarnya diambil dari pasal 4 UU PNPS nomor 1 tahun 1065 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama.
Pada bagian isinya sendiri yakni pasal 156a menyebutkan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
“Bandingkan saja tindakan-tindakan yang disebut dalam pasal tersebut dengan tindakan memandikan jenazah yang dilakukan oleh nakes tersebut. Saya kira tidak ada unsur terpenuhi untuk menyebut itu penistaan agama,” sebut Ranto Sibarani.
Di samping itu, dia juga menilai, proses memandikan jenazah tersebut dilakukan oleh orang-orang yang pada saat itu sedang menjalankan tugas mereka dalam kondisi pandemi.
Di sisi lain, nakes dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yakni pada pasal 27. Pasal ini berbunyi, tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
“Jadi, pertanyaannya apakah tenaga kesehatan memandikan jenazah bermaksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa? (Jawabannya), tidak karena mereka tidak sedang membicarakan agama, mereka sedang memandikan jenazah,” tandasnya.
Diketahui, Polres Pematangsiantar menetapkan empat nakes RSUD Djasamen Saragih yang memandikan jenazah perempuan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
Sejauh ini, penyidik sudah melimpahkan berkas keempat nakes ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar. Berkas perkara keempat tersangka sudah dinyatakan lengkap dan siap menjalani persidangan.
“Mereka sudah kami ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak kami tahan,” ujar Kapolres Pematangsiantar AKBP Boy Sutan Binanga Siregar, Selasa 23 Februari 2021.
Kata Boy, keempat nakes tidak ditahan lantaran belum ada pengganti di tempat mereka bekerja, sehingga masih tetap bekerja seperti biasa di RSUD Djasamen Saragih.
“Kami belum kami tahan karena belum ada pengganti mereka di tempatnya bekerja. Mereka juga tidak melarikan diri,” katanya.
Menurut Boy, pasal yang dikenakan untuk menjerat tersangka yakni penistaan agama dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Mereka juga dijerat Undang-undang Praktik Kedokteran.
Sebelumnya, kasus jenazah perempuan dimandikan empat petugas RSUD Djasamen Saragih menghebohkan masyarakat. Bahkan, sampai ada unjuk rasa dari ratusan ulama Islam.
Informasinya berawal dari postingan Fauzi Munthe, warga Sarbelawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar yang viral di media sosial.
Dia kecewa lantaran mengetahui istrinya bernama Zakiah yang meninggal dimandikan orang yang bukan muhrim. (*)
Editor : Iqbal Hrp
Foto : Ilustrasi