PROSUMUT – Pasca tragedi ledakan di SMA Negeri (SMAN) 72 Jakarta Utara, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, dr Sofyan Tan mengatakan harus dilakukan pendampingan terhadap korban secara pikologis dan pendalaman terhadap motif pelaku peledakan.
Dia berharap jangan ada vonis yang terlalu cepat dan gegabah terhadap pelaku yang dikabarkan adalah siswa sekolah tersebut.
Sebab, semua yang terjadi tentu punya penyebab dan ada akar masalah yang harus diselesaikan bersama.
“Penting dilakukan segera adalah pendampingan korban secara psikologis dan pendalaman motif.
Kita tentu sangat mengecam aksi tersebut, tapi jangan terlalu cepat memvonis, semua ada penyebabnya,” ujar Sofyan Tan kepada wartawan, Sabtu 8 November 2025.
Sofyan Tan menyayangkan jika sekolah masih menjadi tempat yang tidak aman bagi siswa dan guru.
Untuk itu, polisi diharapkan dapat segera mengungkap motif pelaku agar ke depan menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam melakukan langkah preventif.
Jika benar ternyata motif atau akar masalah dari tindakan pelaku adalah akibat dari bullying, maka sesungguhnya hal tersebut menjadi tanggung jawab banyak pihak.
Bukan hanya guru dan satuan pendidikan di sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama stakeholder termasuk orangtua siswa.
“Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru saja, orang tua juga semua ikut tanggung jawab,” ujarnya.
Dia menegaskan jika tidak ingin terjadi lagi kejadian serupa berulang di lingkungan pendidikan, maka hubungan antara guru dan orangtua harus intens berkomunikasi.
Pihak sekolah harus bisa mengidentifikasi potensi masalah yang dialami siswa dan membangun komunikasi aktif terhadap orangtua.
Menurut Sofyan Tan, jika benar permasalahan awal dipicu oleh kasus bullying, maka sesungguhnya hal tersebut sudah diketahui oleh banyak pihak.
Terbukti dari pengakuan para saksi di media mulai dari siswa bahkan hingga penjaga kantin mengutarakan dugaan-dugaan tersebut.
Hal itu artinya mereka mengetahui ada persoalan yang sedang dihadapi seorang siswa, dan ada potensi masalah yang terabaikan karena wadah penyelesaiannya tidak ada dan komunikasi tidak terbangun sehingga langkah preventif juga tidak dapat dilakukan.
Bisa saja itu semua terjadi karena mulai ada kekhawatiran dari guru untuk ikut campur terlalu dalam terhadap persoalan etika dan moral siswa di sekolah dan komunikasi yang berjarak antara pihak sekolah dengan orangtua siswa.
Tentu ini menjadi pelajaran penting bagi banyak pihak untuk membenahi sistem pendidikan
Terutama, dalam memberikan kepastian rasa aman bagi siswa dan guru di sekolah serta jaminan perlindungan hukum bagi stakeholder pendidikan yang punya kewajiban dalam menjaga moral dan etika siswa.
Sofyan Tan mengingatkan kepada semua pihak, bahwa arus deras digitalisasi dan pengaruh media sosial sudah mulai tak terbendung. Setiap anak bisa belajar apa saja dari media sosial.
Jika guru dan orangtua siswa tidak memposisikan diri sebagai fasilitator, sahabat sekaligus pendamping yang baik bagi anak, maka mereka hanya bisa mendapatkan efek negatif dari derasnya arus informasi di era digitalisasi.
“Ini jadi PR kita bersama, dan kejadian ini harus menjadi pelecut bagi kita untuk segera menyelesaikan RUU Sisdiknas yang di dalamnya memberikan kepastian perlindungan hukum bagi stakeholder pendidikan serta kepastian dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa di sekolah,” pungkasnya.
Diketahui, tragadi ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat siang 7 November 2025. Insiden itu terjadi saat khotbah Jumat tengah berlangsung.
Ratusan siswa dan guru saat itu sedang mengikuti khotbah Jumat di aula sekolah.
“Ketika khotbah Jumat sedang berlangsung, tiba-tiba terdengar suara ledakan cukup keras dari arah belakang aula,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta, Mohamad Yohan berdasar keterangan salah satu guru.
Setelah ledakan terjadi, jemaah langsung menghubungi ambulans dan aparat penegak hukum. Tak lama, ambulans tiba di lokasi.
Akibat peristiwa itu, puluhan orang mengalami luka-luka. Mereka langsung dibawa ke Rumah Sakit Islam Cempaka Putih. (*)
Editor: M Idris

