Prosumut
Umum

Shohibul Anshor: Masalah Tanah Sangat Klasik, Beda dengan Bagi-bagi Sertifikat Lahan

PROSUMUT – Aksi unjuk rasa ratusan massa yang tergabung dalam Komite Rakyat Bersatu untuk Agraria (KRBA) di kantor Gubernur Sumatera Utara Jalan Diponegoro, Medan, Rabu 6 Februari 2019 siang, berisikan tuntutan penuntasan sertifikasi lahan yang tersebar di berbagai daerah, seperti Medan Helvetia, Deli Serdang dan Binjai. Aksi ini juga dihadiri beberapa calon legislatif seperti Syamsul Hilal dan juga Unggul Tampubolon yang juga berperan sebagai koordinator aksi.

Akademisi Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan, kasus itu memang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut). Namun, secara politis Provinsi Sumut harusnya juga didukung oleh kekuatan lain, seperti Wakil Rakyat. Dalam hal ini, Shohibul menjelaskan, hendaknya para legislator ikut mendukung kinerja Pemprov Sumut guna melayani rakyat, terkhusus di bidang pertanahan.

“Selain pemerintah Sumatera Utara, seluruh kekuatan politik di daerah, termasuk 30 legislator asal Sumut dan 4 anggota DPD harus memiliki suara yang sama untuk perjuangan penyelesaian masalah pertanahan di Sumatera Utara,” jelas Shohibul di Garuda Plaza Hotel, Jalan Sisingamangaraja Medan.

Sambungnya, dukungan para calon legislatif itu terkesan seperti terkesan hanya untuk kepentingan politik mereka.

“Ini sudah sangat lama dan tak mungkin terselesaikan dengan cara-cara sporadis dan mendadak sontak. Diperlukan pemahaman yang lebih mendasar,” katanya.

Penyelesaian sengketa tanah, saat ini menjadi agenda penting pemerintahan Jokowi dengan cara membagikan sertifikat beberapa waktu lalu. Namun permasalahan di Sumut berbeda, agenda presiden tersebut juga tidak memberikan efek terhadap para petani yang mengadukan aspirasi mereka di Kantor Gubsu. Menurut Shohibul, dari data yang ia terima, sekitar 74 persen warga istimewa menikmati lahan di Indonesia, dan warga biasa hanya mendapat 0,2 persen saja.

“Masalah eks HGU PTPN sudah sangat klasik yang seyogyanya menjadi agenda pemerintahan Joko Widodo. Itu sangat berbeda dengan urgensi bagi-bagi sertifikat lahan yang menjadi prioritas selama ini. Sebagai negara agraris, Indonesia mengalami masalah besar karena distribusi lahan yang senjang. Menurut data, hanya 0,2 persen warga biasa yang menguasai tanah, sementara warga istimewa menguasai hampir 74 persen lahan di Indonesia. Itu sangat tidak mungkin untuk membuat Indonesia tampil sebagai negara yang berkecukupan pangan, apalagi menjadi penentu politik pangan dunia. Sangatlah ironis negara agraris sekaya Indonesia tak henti-henti impor bahan pangan yang justru meresahkan para petani,” sebut Shohibul.

Di akhir wawancara denganprosumut.com, Shohibul memesankan, kasus eks HGU/HGU PTPN di Sumut tidak akan kunjung rampung apabila tak mendapat perhatian intensif pemerintah pusat.

“Masalah eks HGU PTPN rasanya tidak mungkin terselesaikan bila pemerintah pusat tidak ikut campur tangan. Karena itu, mendemo gubernur sesering mungkin harus diimbangi dengan penyampaian protes yang lebih keras kepada pemerintah pusat agar solusi terbaik diperoleh,” tandasnya. (*)

Konten Terkait

Danyon A Sat Brimob Turun ke Jalan, Ikatkan Masker ke Pengendara

admin2@prosumut

Kontra “Serangan” di Jateng, Menantu Jokowi Dijadikan “Vote Getter”

Val Vasco Venedict

Terpergok Mabuk, Menteri Cantik Ini Pilih Mundur

Editor prosumut.com

Paviliun Sergai Unggulkan Berbagai Macam Produk UMKM

Ridwan Syamsuri

Kementerian PPPA, XL Axiata, dan IWAPI Sepakat Pemberdayakan Perempuan

Editor prosumut.com

Gubernur Edy Soroti Air Bersih di Pengungsian Sinabung

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara