Prosumut
Opini

Sepakbola Asia yang Terbelah

Oleh: Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)

PROSUMUT – Ketidakpuasan terakumulasi dari beberapa negara anggota konfederasi sepakbola Asia di bawah naungan organisasi Asia Football Confederation (AFC) berujung keretakan di organisasi yang menaungi sepakbola di benua Asia ini.

Negara Jepang yang diikuti oleh negara negara anggota AFC lain nya seperti Korea Selatan, China, Australia, Indonesia, Thailand dan Vietnam berencana hengkang dari induk organisasi sepakbola Asia (AFC) ini dan akan membentuk konfederasi sepakbola Asia tandingan yang wilayahnya melingkupi Asia Timur dan Oceania.

Inilah tsunami besar yang melanda AFC akibat dari perlakuan sewenang wenang dan pengabaian terhadap fair play dari organisasi AFC sendiri selama ini terhadap anggotanya yang dirasakan oleh negara negara di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Australia yang bergabung di AFC.

Organisasi AFC yang menaungi kegiatan sepakbola di benua Asia ini didirikan di Manila Filipina pada 7 Mei 1954 dan bermarkas di Kuala Lumpur, namun secara de facto organisasi ini dikendalikan oleh para sheikh negara Timur Tengah dengan ketua AFC sekarang ini adalah Sheikh Salman Al Khalifa yang merupakan kerabat keluarga penguasa negara Bahrain.

Itulah sebabnya, walaupun AFC bermarkas di Kuala Lumpur, namun jarang sekali Sheikh Salman Al Khalifa bekerja di markas AFC Kuala Lumpur, karenanya orang beranggapan markas besar AFC secara de facto berada di Manama Bahrain.

Sepak terjang AFC yang menuai ketidakpuasan para negara anggota, disebabkan orientasi organisasi sepakbola Asia AFC selama ini dianggap terlalu pro terhadap kepentingan negara negara Arab di Timur Tengah.

Mulai dari pengaturan penyelengaraan even even besar sepakbola yang terpusat di negara Arab seperti Arab Saudi dan Qatar, pengaturan jadwal pertandingan, pengaturan wasit, sponsorship dan manajemen keuangan yang tidak akuntabel sampai kepada perlakuan tidak adil terhadap suporter dari negara tamu yang datang ke negara Timur Tengah.

Meskipun negara negara anggota AFC di Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan lebih gemilang dalam unjuk prestasi sepakbola Asia dibanding Timur Tengah namun money talks, uang lah yang lebih banyak berbicara dalam memutuskan berjalannya organisasi dan operasional AFC, dimana negara negara kaya minyak lebih mendominasi keputusan keputusan penting sepakbola di Asia.

Kenyataan nya bukan lagi soal siapa yang terbaik dan berprestasi dalam sepakbola, tetapi siapa yang paling banyak duitnya.

Ketidakpuasan terhadap AFC yang dialami oleh Indonesia sendiri cukup sering dan beberapa surat protes yang dilayangkan oleh PSSI terhadap kesewenangan dan perlakuan tidak adil sama sekali tidak digubris dan dianggap angin lalu, mungkin anggapan sebagai negara kaya raya para pengurus AFC membuat mereka menjadi pongah dan memandang sebelah mata.

Itulah sebabnya AFC tidak menggubris protes Indonesia saat Arab Saudi dan Qatar dijadikan tuan rumah pada kualifikasi piala dunia babak keempat yang pada awalnya ditetapkan di negara netral.

Timnas Indonesia juga mengalami kenyataan pahit disaat melawan Bahrain dimana wasit yang berasal dari Oman menunjukkan kesewenang wenangan yang merugikan Indonesia disaat Indonesia unggul di 90 menit pertandingan, namun wasit memperpanjang durasi pertandingan hampir 10 menit agar Bahrain dapat menyamakan kedudukan.

Termasuk perlakuan Arab Saudi yang tidak mengijinkan supporter timnas Indonesia yang telah memiliki tiket untuk masuk stadion dan mendukung timnas Indonesia bertanding di Jeddah.

Bukan hanya Indonesia, bahkan Jepang dan negara negara maju persepakbolaan di Asia lainnya pun tak urung merasa mendapatkan perlakuan tidak adil.

Apa pula kurang nya Jepang, Korea Selatan atau Australia dan negara maju sepakbola Asia lainnya sehingga even even besar seperti penyelenggaraan piala dunia, piala Asia, piala Championship Asia dan even besar lainnya harus diselenggarakan di Qatar atau Arab Saudi.

Bahkan Qatar dan Arab Saudi sudah membooking even penting jangka panjang untuk mendapatkan slot sebagai tuan rumah, pengaturan sponsor dan keuntungan yang tentu saja sangat menguntungkan mereka dari segi bisnis di industri sepakbola dan teknis pertandingan.

Politisasi organisasi AFC inilah yang mengakumulasi ketidak puasan para anggota nya sehingga terbelahnya sepakbola Asia tidak dapat dihindarkan.

Di satu fihak pengurus AFC yang didominasi oleh negara Arab kaya raya merasa uang lebih berkuasa, dilain fihak negara Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia yang diprakarsai oleh Jepang berprinsip bahwa olah raga mesti didasarkan kepada sportivitas dan rasa saling menghormati.

Kini, berpulang pada FIFA induk organisasi dunia untuk menyikapi perpecahan ditubuh organisasi AFC ini apakah mendukung terbentuknya konfederasi sepakbola batu atau tidak.

Bila mengamati sikap sepakbola Asia dan dunia, faktanya banyak negara Asia dan dunia memberikan respons positif terhadap berdirinya konfederasi baru untuk lebih mengedepankan sportivitas dan integritas sepakbola.

Bahkan beberapa negara memberikan sinyal akan bergabung dengan konfederasi baru bila terbentuk.

Bahkan Irak yang masih satu zona wilayah dengan negara arab di Timur Tengah malah mendukung dan berencana pula bergabung dengan konfederasi Asia Timur dan Oceania. Hal yang membuat AFC semakin pusing tujuh keliling.

Bayangkan bila semua negara Asia Timur, Asia Tengah, Asia Tenggara dan beberapa negara Timur Tengah bergabung dengan bentukan konfederasi baru, tentu tinggallah Arab, Qatar, Bahrain dan beberapa negara Arab yang tentu saja akan memupus pamor AFC menjadi semacam konfederasi sepakbola kecil yang setara bahkan lebih kecil dari peserta Kejuaraan sepakbola Teluk yang selama ini bergulir di wilayah itu.

Bila kenyataannya bentukan konfederasi sepakbola Asia dan Oceania baru yang terbentuk mendapatkan respons positif dari dunia sepakbola, maka tidak ada jalan lain bagi FIFA untuk menghalangi terbentuknya organisasi baru ini.

FIFA tentunya memiliki sikap dan pandangan yang sama terhadap industri sepakbola yang lebih bermartabat yang justru lebih bermanfaat untuk menaikkan marwah FIFA sebagai wadah sepakbola dunia.

Dengan demikian kepesertaan negara yang akan bertarung di kualifikasi piala dunia pun akan semakin kompetitif dan fair.

Itulah pentingnya sportivitas, integritas dan saling menghormati dalam sepakbola, karena tidak selamanya uang yang berbicara dan mengatur.

Selamat datang konfederasi sepakbola Asia dan Oceania yang baru dan lebih bermartabat. (*)

Editor: M Idris

BACA JUGA:  Sengkarut Dana Pemda yang Mengendap di Bank

Konten Terkait

Peta Sosiologi Kepemimpinan Polri dan Agenda Membangun Indonesia Maju

Editor Prosumut.com

Dilema Rokok dan Tembakau

Editor prosumut.com

Ken Dedes

Editor prosumut.com

Posisi Penting dan Potensi Strategis Sumut Memaknai Pembangunan Indonesia Maju

Editor prosumut.com

Peran Agama-Agama dan Kepercayaan Membangun Keadilan & Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi

Editor prosumut.com

Abolisi untuk Tom

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara