PROSUMUT – Polda Sumut melakukan penyelidikan atas adanya dugaan korupsi kontribusi Pendapatan Asal Daerah (PAD) ke Provinsi Sumut oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana yang dikonfirmasi, membenarkan pihaknya tengah melakukan upaya pengusutan tersebut.
“Iya benar, saat ini sedang penyelidikan,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa 3 Maret 2020.
Selain itu, Rony juga mengaku jika pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan (saksi). Namun ia tidak menjelaskan secara spesifik siapa dan sudah berapa orang yang diperiksa oleh penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut ini.
“Pemeriksaan ada, dan sekarang masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang diperoleh, dalam kasus ini Ditreskrimsus Polda Sumut diketahui baru melakukan pemanggilan terhadap mantan Kepala Direksi Keuangan PDAM Arif Haryadian.
Ditemui usai keluar dari ruang penyidik, Arif mengakui bahwa dirinya dipanggil sebagai saksi atas adanya dugaan korupsi tersebut.
Arif menjelaskan, penyelidikan yang dilakukan kepolisian berkaitan dengan kontribusi PAD PDAM.
Dimana, sesuai Perda nomor 3 tahun 2018 dalam pasal 50 disebutkan, bahwasanya apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprovsu sebesar 55 persen dari keuntungan.
“Namun sewaktu saya masih menjabat hingga pertengahan tahun 2019, saya ada menyetorkan cicilan pertama sebesar Rp 20 miliar. Kenapa menyetorkan segitu, karena saat itu hasil audit belum keluar, jadi masih berdasarkan estimasi keuntungan,” jelasnya.
Tetapi ternyata, lanjut dia, berdasarkan hasil audit kinerja 2018 yang diumumkan 2019 beberapa waktu lalu, ternyata keuntungan perusahaan mencapai Rp 74 miliar dan cakupan wilayah pelayanan sudah 82 persen.
Namun berdasarkan pernyataan penyidik, sebut dia, diduga Direksi Keuangan yang saat ini menjabat tidak pernah memberikan PAD ke Pemprov Sumut.
“Berarti masih ada sisa yang harus dibayar sekitar lebih dari Rp 10 miliar. Saya dipanggil untuk diminta keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi PAD ke Pemprov Sumut,” ucapnya.
Arif mengaku, dirinya sudah tidak menjabat lagi sejak Mei 2019. Karenanya, ia sudah tidak mengetahui kenapa kekurangan setoran kontribusi PAD tersebut belum dibayarkan.
Sebelumnya, tambah dia, pada 2018, karena Pemprov Sumut membutuhkan dana, Arif mengaku juga pernah menyetorkan sebesar Rp10,6 M. Padahal, cakupan saat itu belum 80 persen.
“Pada tanggal bulan 5 tahun 2019 masa jabatan saya berakhir, sehingga tidak tahu kelanjutannya sampai saya di panggil ke Polda Sumut untuk mempertanyakan itu,” tandasnya. (*)