PROSUMUT – Bisnis di era digital memang sangat menjanjikan! Tantangan yang besar di masa datang karena produk-produk kerajinan Indonesia masih bersaing dengan produk asing.
Namun, bagi pemula, tidak perlu takut meski saat ini bisnis online sedang menjamur. Apalagi kue yang ada justru semakin membesar karena adanya tren kenaikan pangsa pasar 15 persen setiap tahunnya.
Kuncinya, jangan mencoba berkompetisi dengan yang sudah ada, jangan coba untuk menyaingi Tokopedia atau Go-Jek karena itu sudah besar sekali. Coba cari celah lain, seperti jual kasur online, atau produk lain yang belum booming. Begitu nasehat bisnis para ahli bisnis digital.
Menurut laporan Huawei dan Oxford Economics yang berjudul Digital Spillover, potensi ekonomi digital dunia pada 2016 mencapai 11,5 triliun dolar AS. Ini sama dengan 15,5 persen dari GDP dunia. Lalu kurang dari satu dekade kemudian angkanya meningkat luar biasa menjadi 25 persen GDP dunia.
Ekonomi digital Indonesia sekarang hampir sama dengan Cina pada tahun 2010, berdasarkan indikator-indikator seperti penetrasi e-retail, GDP per kapita, penetrasi internet, pengeluaran ritel, dan urbanisasi. Pada 2017, nilai perdagangan online Indonesia mencapai 8 miliar dolar AS. Nilai ini meningkat menjadi 55 sampai 65 miliar dolar AS pada tahun 2022.
Sedangkan penetrasi pengguna internet meningkat dari 74 persen penduduk menggunakan internet saat ini menjadi 83 persen pengguna di 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini bahwa potensi demografi penduduk Indonesia yang didominasi dengan generasi tech-savvy menjadi akses perekonomian besar.
Untuk mendukung digital ekonomi, saat ini pemerintah tengah membangun satelit dalam rangka meng-cover konektivitas di seluruh Indonesia.
“Tren bisnis mulai berubah. Banyak perusahaan konvensional itu pindah atau mengembangkan aspek digital,” kata dia.
Perlu dicatat, di Asia Tenggara saat ini sudah ada delapan unicorn dan setengahnya berasal dari Indonesia. Mereka antara lain Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
Dengan pencapaian saat ini saja sudah jelas sangat luar biasa. Mengacu pada laporan McKinsey (2018), perdagangan online memiliki dampak yakni keuntungan dari sisi finansial, karena saat ini Indonesia adalah pasar terbesar untuk e-commerce di Asia Tenggara.
Nilainya saat ini kurang lebih 2,5 miliar dolar AS dan akan menjadi 20 miliar dolar AS di tahun 2022. Nilainya meningkat delapan kali dalam kurun lima tahun.
Kemudian, harga-harga yang lebih murah karena dengan berbelanja online. Konsumen di luar Jawa dapat menghemat 11 sampai 25 persen dibandingkan berbelanja di ritel tradisional.
Selain itu, adanya kesetaraan gender karena faktanya, perempuan menikmati 35 persen ‘kue’ penjualan online dibandingkan dengan 15 persen pada ritel tradisional. Ini artinya kesetaraan gender memungkinkan dicapai melalui ekonomi digital. Begitupun dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan yang semakin dinikmati masyarakat.
Saat ini pemerintah terus berupaya dalam mewujudkan Indonesia menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Salah satunya melalui pembangunan ekosistem yang memadai agar para pemain ekonomi digital Indonesia bisa terus berkembang.
Pertama, pemerintah akan membangun ekosistemnya agar para pemain ekonomi digital ini bisa berkembang dengan baik. Terutama dari segi infrastruktur, dan juga dari peraturannya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mewujudkan pemerataan koneksi internet cepat di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah akan menyelesaikan proyek Palapa Ring, yang dapat menjangkau semua Kabupaten dan kota madya di Indonesia.
“Kita membangun juga BTS di tempat yang blank spot. Kita meluncurkan satelit supaya daerah terpencil bisa dilayani internet,” kata Samuel.
Pemerintah juga menyiapkan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi agar masyarakat yang ingin bertransaksi secara digital bisa terlindungi datanya dengan aman.
Kemenkominfo juga tengah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui program Digital Talent Scholarship untuk mendukung terealisasinya Indonesia sebagai negara dengan pemanfaatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Untuk mewujudkan hal tersebut diakui olehnya penuh dengan tantangan, terutama dari segi waktu penyelesaian. Namun dirinya yakin potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus berkembang.
“Diharapkan kalau ini bisa selesai kita bisa masuk ke ekonomi digital yang diperkirakan pada 2020 bisa mencapai omset 2.000 triliun,” kata dia.
Kemapanan infrastruktur menjadi kata kunci untuk optimalisasi ekonomi digital ini. Benar saja ucapan Jack Ma saat berbicara di Pertemuan Tahunan Bank dunia dan Dana moneter Internasional (IMF) di Bali, beberapa waktu lalu.
“Tiga puluh tahun yang lalu, jika tidak ada aliran listrik, maka negara tersebut tidak memiliki harapan. Sekarang, acuannya bukan lagi aliran listrik, melainkan koneksi internet,” katanya.
Kemudian yang tak kalah penting yakni membangun ekosistem digital untuk membentuk interkoneksi yang membuat segalanya menjadi terhubung. (ed)