PROSUMUT – Terkuaknya fakta tentang Surat Keputusan (SK) perpanjangan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut periode 2016-2019 yang tidak sah, sudah menjadi dasar kuat bagi pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumut melakukan pemeriksaan terhadap Komisi A DPRD Sumut karena telah meloloskan dua calon yang diklaim berasal dari petahana.
Desakan disampaikan pengamat komunikasi dan politik dari Universitas Sumatera Utara Dr Iskandar Zulkarnain. Ja menilai kesalahan terjadi bukan kesilapan administratif semata.
Pasalnya, dalam publikasi di media massa tahun 2021 silam, Ketua Komisi A, Hendro Susanto juga sudah menyatakan tidak sahnya SK perpanjangan yang dikeluarkan dan diteken oleh Sekda dan bukan Gubernur sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 10 Ayat 3 dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 1/P/KPI/07/2014 Bab I Ketentuan Umum Pasal I Ayat 2.
“Selaku Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sumatera Utara, Dr Mirza Nasution pada Jumat 4 Februari 2022 lalu sudah menyatakan, SK perpanjangan incumbent tidak sah, saya pikir ini sesuatu yang benar. Bahkan, Ketua Komisi A pak Hendro Susanto juga sempat menyatakan SK perpanjangan ini tidak sah, tapi tidak juga diperhatikan. Saya pikir selayaknya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kepolisian Daerah Sumatera Utara periksa Komisi A,” tegas alumnus Doktor Ilmu Komunikasi Unpad ini kepada wartawan, Senin 7 Februari 2022.
Ketua Prodi S2/S3 Ilmu Komunikasi USU ini menyebutkan, sistem penilaian dalam fit and proper tes pada 20-21 Januari 2022 bisa menjadi acuan Kejatisu dan Polda Sumut untuk bergerak.
Tidak kuatnya dasar untuk menentukan kemampuan peserta justru menciptakan kekacauan. Selain munculnya tanda tanya besar bagi publik, kericuhan dalam seleksi KPID Sumut membentuk opini publik akan adanya dugaan transaksional dalam menetapkan 7 nama terpilih KPID Sumut periode 2021-2024.
“Tidak bisa menjawab kerusuhan seleksi KPID Sumut ini hanya bilang pemilihan ini bersifat politis. Kalau begitu, kenapa harus ada seleksi, tunjuk saja langsung. Publik kan juga sudah melihat, kenapa SK tidak sah bisa jadi petahana, kenapa mekanisme penilaiannya mendapat penolakan dan rusuh. Apakah memang adanya indikasi transaksional, suap menyuap atau gratifikasi. Apakah ada calon yang masuk memberikan dana ke salah satu oknum anggota partai yang ikut berperan dalam komisi A sehingga diloloskan. Ini sudah rumit, makanya saya bilang Kejatisu dan Polda Sumut harus turun tangan biar semuanya beres,” ujar Iskandar.
Padahal, jauh sebelum pemilihan KPID Sumut periode 2021-2024 dilangsungkan, pria kelahiran Seunagan Aceh Barat ini terus mengingatkan dan mendorong para anggota Komisi A agar benar-benar bijak menggunakan kewenangannya.
Sebab, lembaga ad-hoc bukan diperuntukkan bagi pendukung partainya, kelompoknya, kepentingan pribadi maupun bagi mereka yang memiliki uang untuk mendapatkan posisi komisioner, akan tetapi terbuka bagi mereka yang memiliki kompetensi berdasarkan latar belakang, serta visi misinya memajukan lembaga independen itu.
“Sebelumnya banyak media mendatangi saya, mengenai seleksi Komisi Informasi Publik juga KPID Sumut ini. Saya tegaskan jangan campuri dengan kepentingan. Dewan itu kan terhormat. Mereka itukan dipilih oleh masyarakat. Tapi kalau mereka menghilangkan kepercayaan masyarakat, mereka memilih berdasarkan partainya, kelompoknya, kepentingannya, bahkan terima uang, ini sudah tidak benar. Kalau memang terbukti, tangkap dan penjarakan,” jelasnya.
Reporter : Rayyan Tarigan
Editor : Iqbal Hrp
Foto :